BAB 11 || SAH

44K 4.7K 409
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT

***

Astaghfirullah, Farez. Bangun kamu, Nak!” Umi Bilqis berucap dengan sedikit lebih keras membuat Kiai Ibrahim dan Naya ikut mendekat ke kamar Gus Farez.

“ASTAGFIRULLAH, FAREZ!” Kiai Ibrahim menatap tak percaya. Lelaki paruh baya itu mendekat ke arah Gus Farez yang masih terlelap, kemudian menarik lengan putranya dengan paksa. Sedangkan Naya yang berada di depan pintu berusaha menutupi kedua matanya dengan telapak tangannya.

Gus Farez yang ditarik paksa lantas terbangun dari tidurnya. Dengan posisi duduk Gus Faresz berusaha mengumpulkan nyawanya kembali. Ia terkejut saat melihat keadaan kamarnya yang sudah ramai dipenuhi oleh seluruh anggota keluarganya.

“Ada apa, Bi?” tanya Gus Farez dengan suara serak khas bangun tidur.

“Coba liat di sebelah tempat tidur kamu!” titah Kiai Ibrahim. Terlihat jelas kilatan amarah di wajahnya.

Gus Farez lantas menoleh ke samping tempat tidurnya. Matanya langsung terbuka lebar saat melihat ada seorang gadis yang tidur di atas kasurnya. Ia mengucek kedua matanya berulang-ulang. Berharap apa yang tengah dilihatnya tidaklah nyata.

“Abi nggak pernah mengajarkan kamu untuk bertindak kurang ajar, Farez,” ucap Kiai Ibrahim dengan penuh penekanan.

“Demi Allah, Bi. Farez nggak tahu kalau ada orang yang ikut tidur di kamar Farez.”

“Abi benar-benar tidak percaya dengan kamu, Rez.” tersirat kekecewaan di wajah Kiai Ibrahim dan juga Umi Bilqis.

Zefanya yang semula masih tertidur mulai merasa terusik saat mendengar suara berisik yang mengganggu tidurnya. Ia membuka matanya dan menguceknya perlahan.

“Farez yakin Farez nggak ngelakuin apa-apa sama dia, Bi.”

“Bagaimana bisa kamu seyakin itu sedangkan kamu dan Zefa dalam keadaan tidak sadar.”

Setelah membuka matanya dengan sempurna, Zefanya lantas menatap ke sekeliling. Ia merasa sangat asing dengan ruangan yang dimana ia berada saat ini. Zefanya lalu memandang ke arah keluarga Ndalem. “Ini ada apa kok rame-rame?”

“Kamu kenapa bisa ada disini?” Gus Farez menolehkan kepalanya saat bertanya. Matanya menatap tajam ke arah Zefanya.

“Emang gue dimana?” Zefanya malah bertanya balik. Ia juga menggaruk kepalanya dimana keadaan rambutnya yang sudah acak-acakan. Zefanya merasa yakin semalam ia tidur di kamar asramanya tapi kenapa sekarang ia malah berada di kamar yang menurutnya asing

“Abi tunggu pertanggung jawaban kamu, Rez.” Kiai Ibrahim berjalan hendak keluar dari kamar. Sebelum mencapai pintu langkahnya mendadak terhenti saat mendengar pertanyaan dari putranya.

“Pertanggung jawaban apa yang Abi maksud?”

Kiai Ibrahim menoleh kebelakang dan menatap dalam ke arah putra sulungnya.

“Nikahi Zefanya.”

Bagai disambar petir di pagi buta. Gus Farez dan Zefanya sama-sama melebarkan kedua bola matanya. Gus Farez pun hanya bisa mengembuskan napasnya pasrah. Berbeda dengan Zefanya yang langsung menolak ucapan Kiai Ibrahim.

“Nggak, aku nggak mau!” tolak Zefanya. Gadis itu hanya akan menyebut dirinya dengan kata “aku” jika berbicara dengan Kiai Ibrahim dan juga Umi Bilqis saja. Hal ini karena ia pernah ditegur keras oleh temannya, Falsya.

“Bi, apa nggak ada cara lain?” Umi Bilqis akhirnya ikut buka suara. Ia percaya, sangat percaya jika putranya tidak melakukan hal diluar batas.

“Hanya itu satu-satunya cara Mi, untuk menyelamatkan keduanya dari dosa.” Tatapan Kiai Ibrahim kemudian beralih ke arah Zefanya, “ini untuk kebaikan kamu juga, Nak.”

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang