BAB 10 || SALAH KAMAR

39.5K 4.4K 145
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT

***

Zefanya menatap kosong halaman pesantren dari jendela kamarnya. Ia termenung cukup lama, tubuhnya merasa sudah sangat lelah karena hari-harinya selalu dipenuhi dengan hukuman. Hampir setiap hari ia selalu menerima hukuman. Zefanya merasa seperti hidup di dalam penjara.

Semua santri pun banyak yang mengatakan hal yang sama. Mereka menyebutnya dengan penjara suci.

Setelah jemaah salat asar bubar semua santri kembali ke kamarnya masing-masing dan melanjutkan aktivitasnya.

Zefanya keluar dari kamar. Ia melangkah keluar dari asrama putri tanpa mengenakan jilbabnya. Ia berniat ingin mencari angin segar. Perlahan langkah kakinya membawanya pada bangunan besar yang dipenuhi oleh para santri putra. Terlihat di depan bangunan itu tidak ada satu penjaga pun yang berjaga di pos asrama putra. Biasanya memang santri putra akan mulai berjaga setelah salat magrib berjemaah.

Zefanya sendiri sebenarnya sudah sering keluar kamar tanpa mengenakan hijab. Para ustazah sudah banyak yang menegurnya namun Zefanya tidak mendengarkannya seakan tutup telinga. Karena menurutnya ia hanya berjalan-jalan di area santri putri saja jadi tidak akan menjadi masalah. Namun hari ini Zefanya melepaskan hijabnya dan justru masuk ke area terlarang bagi santri putri, yaitu asrama putra.

Naya yang baru keluar dari masjid tidak sengaja matanya menangkap seorang gadis berambut pirang yang mulai masuk ke dalam gerbang asrama putra. Ia ingin menyusul langkah Zefanya, namun ia mengurungkan niatnya karena sangat tidak berani memasuki asrama santri putra. Naya yang sudah terlanjur panik tanpa pikir panjang langsung memasuki Ndalem.

“Aa...” teriaknya.

Gus Farez yang mendengar teriakan adiknya kemudian beranjak dari kamar.

“Ada apa sih, Dek?” tanyanya dengan penasaran.

“Teh Zefa, A. Dia masuk ke asrama putra nggak pakai jilbab.” Naya menggigit ujung kuku jari tangannya karena panik.

Gus Farez terdiam sejenak, lalu mengembuskan napasnya dengan kasar. Kenapa dia selalu membuat ulah.

“Yaudah, sekarang kamu ikut Aa ke sana.”

“Tapi, A...”

“Udah, ayo!” Gus Farez menggandeng tangan Naya dan mengajaknya masuk ke gerbang asrama putra. Keduanya mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Mencari seorang gadis dengan rambut khasnya yang berwarna pirang.

“Itu Teh Zefa, A.” Naya menunjuk ke arah gadis yang terlihat berdiri di samping pohon.

Gus Farez dan Naya kemudian dengan cepat berjalan mendekati Zefanya. Gus Farez melepaskan sorban di pundaknya dan langsung menyampirkannya di kepala Zefanya, berniat menutupi aurat gadis tersebut.

Zefanya sontak menoleh saat merasa ada seuntai kain di kepalanya. Ia terkejut bukan main saat mendapati Naya dan juga Gus Farez di belakangnya.

“Ngapain kamu ke sini?” tanya Gus Farez.

“Bukan urusan lo!”

Gus Farez mengembuskan napas dengan kasar. “Bisa nggak kamu nggak mempermalukan diri kamu sendiri?”

Zefanya langsung tersenyum miris saat mendengar ucapan Gus Farez. “Ternyata Lo sama aja kaya dia,” gumamnya.

Zefanya maju selangkah mendekati Gus Farez. “Sekali lagi gue tekankan. Itu bukan urusan lo!” Zefanya dengan sengaja menabrakkan bahunya pada bahu Gus Farez sebelum melangkah pergi.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang