Prolog

6K 478 33
                                    

Sesuatu yang buruk terjadi pagi ini. Suara ledakan tiba-tiba terdengar memecah keheningan fajar.

Sinar keemasan bahkan belum mewarnai garis cakrawala, tetapi area di sekitar gedung pengendalian penyakit infeksi bersinar terang. Seakan waktu sudah memasuki jam makan siang.

Dentuman terdengar untuk kesekian kali. Gelegar suara dan getarannya memanggil para petugas pemadam kebakaran, media massa, dan masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar untuk menonton. Menganggap remeh amarah si jago merah.

Gulungan asap tebal mengangkasa membawa tidak hanya aroma bara, tetapi juga bau manis yang menyengat penghidu. Percikan kabel listrik menari liar di depan gerbang masuk yang desisnya menakuti petugas pemadam kebakaran untuk mendekat.

Di sekitar kejadian sebagian penduduk—terutama pria—melakukan estafet ember berisi air untuk menjinakkan jilatan api. Sementara para perempuan meneriakkan kepanikan dan pengharapan mereka kepada Tuhan di antara tangis histeris anak kecil. Dan reporter berucap tanpa titik koma dengan cepat di hadapan kamerawan.

Kegemparan ini seakan tiada akhir, sampai salah satu perempuan mengerang kesakitan dan diikuti yang lainnya.

Wajah kacau dan erangan menunjukkan sakit hebat yang dirasakan tubuh mereka. Pandangannya mendadak berputar, perut bergejolak hebat yang memaksa semua isi perut untuk keluar, dan keringat dingin membasahi tubuh sebelum kegelapan menarik kesadaran. Tidak sampai lima menit mereka jatuh tak sadarkan diri dengan darah segar mengalir lambat dari hidung.

Pekik panik kini mendominasi. Beberapa petugas berpakaian oranye yang tidak menggunakan masker gas satu per satu ikut tumbang. Mengakibatkan selang yang dialiri air berkekuatan tinggi oleng dan menyiram gardu listrik yang percikannya sedang diusahakan padam oleh petugas lainnya.

Air membanjiri tanah, kabel turun ke bawah mengenai tubuh salah satu pemadam. Dalam waktu nol koma nol sekian detik, listrik mengaliri dan menyengatnya. Seketika tubuh kecil itu kelojotan sebelum akhirnya tewas dengan asap tipis keluar dari tubuh.

"Mundur! Hubungi ambulans!" teriak salah satu petugas saat melihat situasi semakin tidak terkendali. "Dan pakai masker kalian!"

Suara sirene bergema di penjuru kota Arkala. Kini tak hanya mobil merah yang bersuara riuh, tetapi juga ambulans mulai berdatangan untuk mengevakuasi korban yang berjatuhan entah karena apa.

Sang petugas pemadam kebakaran yang masih bertahan mengedarkan pandangan untuk menatap kengerian yang ada di depannya. Orang-orang tiba-tiba tergeletak tak berdaya memenuhi jalan raya, gelora api terus membesar dan mulai merembet ke gedung sebelahnya. Pun suara desis listrik tidak berhenti mengancam mereka yang masih berdiri tegap.

Beberapa menit kemudian lampu jalanan meredup dan menghidupkan kegelapan. Pekik panik pemadam surut dan hening mulai mengambil alih. Mereka yang masih mampu berdiri menatap horor korban yang tiba-tiba mengejang dalam waktu hampir bersamaan, membentuk lengkung sempurna di punggung selama beberapa detik. Suara rintihan terdengar bersamaan dengan terbentuknya busa di mulut.

"A-apa yang terjadi?" Pria bermasker gas itu mundur—bersama empat petugas lain—saat menonton kejadian horor di depannya.

Satu per satu orang tiba-tiba bangkit dengan tatap mata kosong. Berjalan gontai dengan pandangan kosong mereka mengendus dengan air liur menjuntai dari sudut mulut. Iris mereka tak lagi berwarna sebagaimana normalnya. Hanya ada corak kemerahan di mana darah seakan bisa menitik keluar dari bola mata. Tidak ada kata yang keluar hanya suara geraman rendah yang terdengar mengerikan.

"Hei, kamu tidak apa-apa?" Salah satu petugas mendekati kawannya yang berdiri layu dengan kepala tertunduk.

"Bro?" Dia mengguncang tubuh pria itu.

Dia seharusnya tidak melakukan hal itu. Bukan, seharusnya dia tidak mendekatinya dari awal dan kini sang kawan menerkamnya.

Giginya merobek kulit dan otot leher dengan mudah.  Darah menyembur deras saat gigi memutus pembuluh darah besar. Air liur menetes keluar bercampur darah dan memberi warna yang lebih segar di seragam pemadam.

Seakan tidak puas, pria dengan kedut pembuluh darah yang menonjol di sepanjang kening, kembali merobek otot wajah dan mengunyahnya rakus. Seakan tubuh tegap sang petugas adalah hidangan terlezat yang pernah dimakannya.

"Argh! Tolong!"

Suara teriak bernada tinggi terdengar, menceritakan ketakutan dan kesakitan yang mereka hadapi.

"Hubungi polisi!"

Hari ini kota Arkala berubah kelam. Tidak ada lagi pagi ceria, hanya ada kegelapan dan kengerian yang terpampang nyata. Seakan neraka memutuskan naik ke permukaan dan menyiksa manusia sebelum waktunya.

--------

Jakarta, 30 Oktober 2021

Hai!

Aku kembali lagi dengan cerita bergenre thriller. Agak maju mundur untuk publish cerita ini, karena sama sekali ga puas sama apa yang aku tulis di bab ini dan bab selanjutnya. Tapi, di sinilah aku belajar (lagi senang menulis genre baru walau ide ceritanya sangat mainstream).

Terima kasih sudah menyempatkan untuk baca.

Salam,
Meda ^^

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang