Bab 52

805 168 24
                                    

Mereka berdua lanjut melangkah berdampingan tanpa spasi, merasakan lengan saling bergesekan dengan canggung. Sesekali Fiona akan membentuk jarak, tetapi Gama akan kembali menariknya mendekat. Entah apa yang dikhawatirkannya. Apa dia takut Fiona tiba-tiba berubah ganas dan membunuh Karo? Atau dia hanya tidak ingin berjauhan dengannya?

Sepanjang perjalanan, Fiona berpikir tentang Gama yang datang mendobrak pintu di waktu yang sangat tepat. Sempat terbersit, apakah dia mendengar percakapan antara dirinya dan Foi? Ataukah semua itu murni kebetulan semata.

Kalau benar dia tahu, apa yang akan Fiona lakukan? Bertarung sampai salah satu mati? Atau mencoba untuk mengubah suka menjadi cinta dan berharap dia akan tutup mulut.

Apa pun keputusannya nanti. Fiona tidak mau ambil pusing, karena dia masih membutuhkannya untuk menolong dia keluar dari neraka dunia ini.

Beberapa kali dia melirik ke arah pria yang tetap menatap lurus ke depan. Tidak adanya perubahan perilaku sampai saat ini, meyakinkannya jika Gama belum tahu tentang masa lalunya.

Sementara itu, Karo yang berjalan di depan sama sekali tidak memedulikan sepasang kekasih yang sebelumnya berniat membunuhnya. Sering kali moncong pistol mengancamnya ketika langkahnya mulai terseok lambat, tetapi tidak dihiraukan. Dia tetap mempertahankan kecepatan tungkainya. Lagi pula, ini semua salah perempuan itu yang sudah meretakkan tulang keringnya.

"Lihat!" Fiona menunjuk ke sebuah gedung yang memanjang di sisi kiri mereka.

Bangunan dua lantai dengan dinding kaca di sisi yang menghadap landasan pacu. Walau sore ini cahaya senja masih menyilaukan mata, tetapi mereka tidak bisa mengintip bagian dalamnya, sekali pun sudah memincingkan mata. Hanya secercah cahaya putih dikelilingi kegelapan yang terlihat.

"Tetap berada di mana matahari bersinar, Fiona. Jangan mendekat ke sana. Kita tidak tahu siapa yang bisa kita pancing keluar." Gama menahan lengan Fiona.

"Tapi siapa tahu kita bisa menemukan Troy dan Minsana di sana."

"Tidak. Troy tidak mungkin berada di kegelapan," sanggah Gama.

"Oh, lalu ke mana Troy berada kalau begitu? Tidak mungkin dia menunggu di tanah lapang tanpa ada tempat bersembunyi, bukan?"

Gama tersenyum simpul. "Tidak. Kemungkinan dia akan memilih bersembunyi di sana." Gama menunjuk menara yang terlihat gigantik dari jarak dekat. "Kalaupun ada zombi di atas, pasti jumlahnya tidak banyak. Dan zombi yang di bawah, tidak akan bisa naik ke atas dengan mudah."

Fiona mengernyit. "Dan kamu berpikir Troy bisa berpikir sepertimu? Kamu seharusnya sudah tahu kualitas otaknya setelah kejadian di pelabuhan tadi."

Gama bungkam sejenak. Matanya memandang kosong ke arah Fiona yang ringan mulut mengejek temannya.

"Apa?" tanya Fiona ketus saat menyadari Gama memandangnya.

"Tidak apa-apa." Dia menggeleng kecil. "Apa pun itu ide yang tercetus di kepalamu, lupakan. Tetap berada di dekatku. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi."

Mereka kembali berjalan. Tidak sampai sepuluh meter dari menara kontrol, pemandangan familier kembali ditampakkan. Mayat-mayat bergelimpangan dengan genangan darah mengelilinginya.

Gama maju dan memberi tanda kepada yang lainnya untuk berhenti. Sementara dia maju untuk memeriksa mayat.

Pikiran Gama kalut marut. Jantungnya berdegup kencang dan napasnya tersekat di kerongkongannya saat dia meneliti wajah korban satu per satu. Dia bahkan merasakan jantung melewatkan detaknya saat melihat seseorang bertubuh besar mengenakan pakaian serba hitam tertelungkup tanpa ada tanda kehidupan.

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang