Bab 22

927 185 20
                                    

Duduk berdekatan dengan tangan terikat kuat ke belakang dan tali yang melilit kencang membaalkan jari, Fiona terus menarik paksa kedua tangan untuk lepas. Bola matanya sesekali akan melirik gelisah ke arah kumpulan pria bersenjata yang duduk terpisah di sekitar api unggun dengan dua di antaranya menodongkan senjata ke arah mereka.

Tidak ada istimewa dengan para pria berpakaian lusuh yang berhasil melumpuhkan mereka. Hanya saja salah satu dari mereka berhasil menarik perhatiannya. Pria berambut ikal, berusia di akhir dua puluh, dan hidung bengkok yang memandangnya non stop. Gerakan tangan memutar di pergelangan tangan dan cara dia menatap membingungkan Fiona. Karena terlihat takut dan berani dalam satu waktu.

"Benturan di kepala untuk kesekian kalinya membuatmu bisa melakukan gerakan itu?" tanya Troy yang benar-benar salah waktu.

Fiona menoleh ke arah Troy dan memilih bungkam. Bukan karena malas, tetapi dia sendiri tidak tahu jawabannya. Yang dia tahu, tubuhnya bergerak sendiri saat melihat senjata teracung, seakan-seakan ditodong senjata adalah hal yang lumrah terjadi di masa lalunya.

"Ini bukan waktu tepat untuk bertanya, Troy," sela Gama yang terus menatap kumpulan pria yang terus berbincang menggunakan kalimat kasar. Sama seperti Fiona, dia sadar akan konsentrasi satu orang ke arah sang perempuan dan hal itu mulai mengganggunya.

Selain itu, cara mereka mencuekkan tahanannya membingungkan Gama. Apa atau siapa sebenarnya yang mereka tunggu? Apa yang diinginkan? Karena perbekalan dan bahan bakar sepertinya bukan alasan utama mereka melakukan penyergapan.

"Jangan katakan hanya aku yang penasaran melihat perempuan ini mampu melakukan gerakan yang biasa diajarkan di akademi." Pria besar itu menarik salah satu alisnya, sama sekali tidak ada rasa takut yang tersirat di wajah.

"Sudah kubilang kalau aku ingat punya kemampuan bela diri. Sepertinya aku belajar itu dari guru yang sama," respons Fiona setelah tidak lagi tahan dengan tuduhan Troy.

"Daripada membicarakan dia. Lebih baik kalian memberi kami penjelasan, bagaimana cara mereka berhasil menyergap kita ketika salah satu dari kalian berjaga!" lirih Minsana dengan nada kesal.

"Cerita panjang, yang pasti perhatianku tersita karena kedatangan dua zombi yang entah masuk lewat mana. Dan ketika aku hendak menembak, kelima orang itu langsung menodongku dari belakang," cerita Troy singkat tanpa ada rasa bersalah.

"Sudah? Itu aja? Kenapa hanya badanmu yang besar, tapi nyalimu kecil? Lawan mereka!" dongkol Syam.

"Guys, berhenti berdebat. Mereka datang."
Himo memberi peringatan saat mereka berlima yang sedari tadi menjaga jarak kini mendekat diikuti pria bertubuh lebih besar berjalan santai di belakangnya.

Wajah penuh gurat kasar dengan rambut terikat ke belakang, mata almond yang terus memandang rendah, dan tato yang menyembul di leher mengintimidasi mereka, terutama para ilmuwan. Kaos dan celana jeans yang tertutup mantel tebal serba hitam di atas kulit pucatnya memberi nuansa geng penjahat yang jamak terlihat di lingkungan kumuh.

Prof Gorgo dan lainnya menciut. Tidak berani melakukan kontak mata, tetapi tidak dengan para tentara yang bergantian membalas tajam pandangan matanya.

"Selamat datang di kota kami, saudara-saudara. Perkenalkan aku Kon, penguasa kota ini." Pria besar yang tingginya nyaris 190 sentimeter itu mengeluarkan suaranya.

"Kamu yang menggiring kami dan menembak ban mobil kami?" tanya Himo.

"Betul sekali! Kalian grup paling susah yang kami giring, tetapi beruntung kami selalu punya rencana cadangan lainnya. Dan di sinilah kalian sekarang, berpikiran layaknya manusia biasa. Jika kalian memutuskan untuk lanjut dan tidak memedulikan ban, kemungkinan besar kalian lolos ... yah, dua puluh sampai tiga puluh persen lebih tinggi."

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang