Banyak yang beranggapan bahwa puluhan orang berpikiran picik yang ingin menghancurkan dunia terdengar mengerikan. Namun, sebenarnya tidak ada yang lebih menakutkan daripada ketidakpedulian satu orang pintar.
Seperti saat ini di mana orang-orang ber-IQ tinggi—dengan dalih sains—berlomba-lomba menciptakan mikroorganisme baru. Dengan berbagai metode mereka menggabungkan bagian terkecil sel tanpa ada pemikiran apa yang akan terjadi jika makhluk berukuran nanometer itu lepas.
"Kita lupakan sejenak siapa yang memerintahkan untuk membuat virus dan siapa yang menyebarkannya. Yang penting sekarang adalah obat yang bisa menyembuhkan mereka semua yang sudah terinfeksi. Kalian pasti membuat antidotnya, 'kan?" tanya Gama penasaran.
Tidak mencoba menjawab, mereka justru berpura-pura sibuk berpikir sambil mencuri pandang ke arah Prof Gorgo. Sementara si pria beruban yang menjadi target mata hanya bisa menundukkan kepala sambil sesekali menghela napas panjang.
"Oh, ayolah! Jangan katakan kalau kalian membuat virus jenis baru tanpa mencari obatnya! Apa kalian gila!" Emosi Troy menggema setelah lima menit tidak ada satu pun dari mereka menjawab pertanyaan Gama. "Sial! Lalu apa gunanya aku menyelamatkan pantat kalian semua!"
"Maafkan teman saya yang sudah bersikap tidak sopan. Tapi kalian punya, kan, obatnya? Vaksin paling tidak?" Kali ini Himo maju untuk mengambil peran Gama setelah pria berambut hitam itu memilih untuk melempar pandangannya ke atas.
Dia tahu betul gestur itu. Walau baru kenal dekat belum sampai satu minggu, tetapi gerakan Gama menandakan bahwa dia sudah menyerah dengan pembicaraan ini.
"Untuk saat ini kami belum menemukan obat atau vaksin, tapi kami bisa membuatnya jika kami punya fasilitas. Dengan bantuan data yang ada dan serum darah dari mereka yang sudah berubah, kami bisa mulai membuatnya," jelas Minsana.
Penjelasan akan terlihat meyakinkan jika ditunjang dengan ekspresi penuh percaya diri. Hanya saja kini wajah yang dikenakan Minsana tidak jauh dari penyelesaian masalah yang dipaparkan oleh anak sekolah. Sama sekali tidak bisa dipercaya.
"Sebenarnya satu hari sebelum laboratorium terbakar, kami tengah menyempurnakan obat. Tinggal melakukan uji coba kepada binatang. Tapi api memusnahkan semua data yang kami simpan dan hanya menyisakan data awal mengenai virus," jelas Prof Gorgo.
"Tapi jangan khawatir, Profesor bukan orang dengan ingatan yang lemah. Jika kami disediakan lab lengkap maka kami bisa menemukan obat atau vaksin dalam waktu singkat," ucap Syam penuh percaya diri.
"I-iya, betul. Prof bukan orang sembarangan, beliau pasti bisa membuat obat itu lagi dengan mudah." Tidak ingin ketinggalan membela sang profesor, Yona berkata dengan suara lantang yang tercekat.
Namun, sayang semua yang mereka ucapkan tidak satu pun yang berhasil membeli mereka yang berdiri berseberangan dengan para peneliti. Bagai dua kubu dengan kutub berlawanan mereka saling pandang dalam diam.
"Ketika semua ditemukan. Apa menurut kalian masih ada waktu yang tersisa untuk mereka yang terinfeksi? Untuk kami yang mencoba bertahan hidup?" tanya Fiona dengan suara serak yang dipaksakan.
Dia tidak dapat menahan dirinya untuk menangis saat mengingat kejadian yang sudah dilewati selama beberapa hari ini. Walau hanya sedikit memori yang tertinggal, tetapi dia berharap keluarganya—jika memang ada—masih hidup dan mengenalinya suatu saat nanti.
Mereka yang berotak cerdas saling melempar pandang dengan skeptis. Bagaimanapun juga waktu adalah hal yang tidak pasti, terlebih di kondisi seperti ini.
"Menyembuhkan mereka yang terinfeksi jelas sulit, apa lagi mereka sebenarnya sudah meninggal. Tinggal menunggu tubuh membusuk dengan sendirinya dan mereka berakhir—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Детектив / ТриллерBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...