Bab 51

766 167 6
                                    

Sesuatu hancur di dalam diri Fiona. Sebuah kotak ringkih berisi ketidaktahuan akan jati diri dan selipan-selipan masa lalu yang membingungkan, akhirnya pecah hanya dengan satu pengakuan mengerikan.

Walau Fiona sempat tidak terima dengan kenyataan yang sempat dianggap fitnah. Namun, dia akhirnya menerima fakta pahit akan kehidupan nyata yang naik turun bak roller coaster.

Suram. Entah kenapa sepanjang menjelajahi ingatan masa lalunya, dia tidak menemukan secercah cahaya. Semuanya bergelora dalam emosi, dendam yang mendarah daging, dan doktrin-doktrin negatif yang menjadikannya seperti sekarang. Dingin, nyaris tanpa perasaan.

Setelah meyakini apa yang menjadi masa lalunya, Fiona tidak juga merasa lega. Karena kini dia harus memilih sifat mana yang akan diadaptasinya. Fiona, manusia dengan cincin bercahaya di atas kepala yang ingin menyelamatkan sesamanya atau Natasha, manusia bertanduk dua yang membenci dunia beserta isinya.

"Fiona!" Gama memberi peringatan.

Perempuan itu menengadah. Menyaksikan gerak tergopoh yang canggung dari Gama akibat bangkit terlalu cepat. Dari jarak tidak sampai satu meter, kedua mata mereka bertemu dalam satu garis yang sama. Dan melalui pekatnya iris pria itu, dia menangkap samar bayang Karo mendekat dari belakang.

Tidak membuang waktu untuk menoleh, Fiona segera berguling ke sisi kanan saat merasakan embusan udara menerpa daun telinga kirinya.

Melihat Fiona lolos dari serangan, Gama bergegas mengembalikan keseimbangannya. Tak lama, mereka kembali terlibat dalam baku hantam.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Karo bergerak bak slow motion di mata Fiona. Tidak ada gerak cepat yang membingungkan mata dan mengacaukan otak. Kecepatan yang menguntungkan Gama.

Kombinasi tendangan dan pukulan dimainkan nyaris imbang. Beberapa kali tinju Gama berhasil menyasar wajah dan area perut, memberi sedikit rasa sakit yang meningkatkan kebengisan musuh.

Kesabaran Karo terkikis semakin tipis. Dalam kekesalan itu, dia mengerahkan sisa tenaga ke kepalan tangan dan mengarahkannya ke kepala Gama. "Mati!"

Gama menahan tinjunya dengan menyilangkan kedua lengan di depan wajah. Tubuhnya terdorong ke belakang, menyeret tumpukan debu di sepanjang lantai, menahan energi kinetik yang diberikan. Saat pukulan berhasil dibendung, dia mengambil kesempatan untuk membalas dengan melambungkan lututnya ke arah perut musuh. Namun, Karo bereaksi cepat dengan melengkungkan punggungnya ke atas.

Tepat saat itu, Fiona tiba-tiba muncul di samping dan menyepakkan kakinya ke pinggang Karo. Pria itu terpelanting keras membentur lemari buku. Suara gedebuk terdengar bersamaan dengan erang kesakitan Karo.

Buku-buku berjatuhkan keras menimpa tubuh, kertas-kertas melayang lambat menyelimuti Karo. Beberapa kali pria itu berusaha berdiri, tetapi kembali ambruk. Sepertinya tubuh dia sudah remuk redam akibat semua pertarungan ini.

Fiona yang masih terbakar emosi mendekati musuh yang masih berjuang untuk bangun. Melihat darah yang mengalir lambat dari puncak kepala, seharusnya meredupkan amarah Fiona. Namun, wajah menyebalkan pria itu kembali mengingatkannya akan kematian Prof Gorgo dan Himo.

Lengking kesakitan Prof Gorgo saat lengannya teramputasi terngiang pedih di telinganya. Begitu juga dengan wajah pucat Himo beserta senyum sayunya. Semua itu menambah kegusaran Fiona.

Jari-jari tangan Fiona bekertak keras dalam kepalan. Tidak lagi menahan kegeramannya, dia kembali memberi tendangan vertikal yang mendarat keras di tulang kering kaki kanan. Suara krek terdengar dibarengi lolongan kesakitan memberinya kepuasan, tapi itu semua tidak cukup.

"Semua rasa sakit ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sudah kamu lakukan kepada teman-temanku!"

"Fiona!" Gama berlari mendekat saat melihat kaki perempuan itu kembali bergerak ke atas tubuh Karo. "Jangan!"

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang