Bola mata Fiona memutar panik. Belasan pasang mata merah menatap balik dan mengancamnya dengan senjata tak kasat mata.
"Ga ma ma!"
"In in jak me me re ka!" Suara Gama kini ikut bergaung dalam kelam. Menandakan posisinya yang dekat dengan Fiona.
Makhluk itu merangsek maju, melukai kakinya dengan benda tajam yang masih menjadi tanda tanya. Tidak menunggu sang tentara menyelamatkannya, dia segera menginjak rombongan mata merah. Beberapa kali Fiona hendak terjungkal saat makhluk yang akan dihancurkannya membelok sembilan puluh derajat.
Luka bertubi-tubi menggores pergelangan kakinya. Darah merembes lambat dan rasa nyeri membakar emosi Fiona. Bergerak lebih cepat, dia akhirnya berhasil menginjak dua dari mereka. Sesuatu yang lembek dan lengket menempel di sepanjang tungkai bawahnya. Namun, dia tidak peduli.
Setelah mengamati gerakan mereka beberapa kali, Fiona akhirnya paham dengan cara mereka menghindar. Berputar seratus delapan puluh derajat ketika akan diinjak dari pinggir dan berbelok sembilan puluh derajat ketika akan diinjak tepat di antara kedua cahaya merah.
Wajahnya menyeringai lebar saat satu per satu dari mereka hancur di kakinya. Seakan dia sedang melakukan aksi balas dendam kepada mereka semua—termasuk para zombi—yang sudah melukainya.
Sebuah tangan tiba–tiba merayap, menyentuh jari dinginnya. Tersentak, dia menangkap dan memuntir tangan yang menyentuhnya.
"Fiona, ini aku!" Gama mencengkeram kuat tangan kecilnya. Menahan supaya tidak ada tulangnya yang bergeser atau patah.
Mata Fiona terbuka lebar dan kabut yang menutup hatinya lenyap. Dia kembali menjadi dirinya yang lama. "Gama!"
Sebuah pelukan mendarat di tubuhnya. Pria itu membatu beberapa saat, tetapi rasa perih di kaki menyadarkannya. Ini bukan saatnya berbagi kehangatan untuk menghilangkan ketakutan seseorang.
"Maaf lama. Sekarang kita pergi." Pria yang jauh lebih besar itu mendorong tubuh Fiona lembut dan mengajaknya berlari. Meninggalkan makhluk yang terus bergerilya di bawah.
"Ke mana kita?" tanyanya bingung.
"Kembali ke luar."
"Tunggu. Kembali ke tempat para zombi berkumpul!" Fiona menahan pergerakan kakinya.
"Di depan jalan buntu."
"Tahu dari mana?"
"Gaung tadi pertanda kalau ada penghalang tidak jauh di depan kita. Kita harus keluar sebelum seseorang membuka atap dan membawa para zombi masuk ke dalam," jelasnya dengan napas terengah-engah.
"Dan kamu tahu ke mana arah keluar?"
"Tolong!" Tiba–tiba Gama berteriak. Mendengar tidak ada pantulan di suaranya, dia tersenyum sendiri. "Tidak terlalu, tapi kita sudah di arah yang benar."
Terus melangkah cepat, sesekali melambat saat jalan mulai tidak kondusif, sesuatu membuat mereka berhenti. Suara erangan merayap masuk diikuti gerak menyeret yang sudah familier di telinga mendekat.
Mereka berdua mematung. Tangan Fiona menggenggam kuat Gama. Napasnya tertahan di kerongkongan dan jantung seakan kehilangan detaknya.
"Gama, katakan kamu punya ide bagus untuk menghindari mereka," bisiknya.
"Aku tidak ingin menakutimu. Tapi aku sudah kehabisan ide."
o0o
Desing peluru, teriak panik masyarakat awam, dan pekik kesakitan terdengar heboh menggantikan euforia pertandingan maut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...