Bab 38

821 174 7
                                    

Trigger warning 🔞 : rape (tidak eksplisit)
                                    -------------

Fiona kembali terbangun di kegelapan yang dingin dan senyap. Tidak ada kepanikan yang merongrong pikirannya kali ini. Matanya bahkan berkedip tenang menerobos gulita.

Dia mematung selama beberapa saat, tubuhnya enggan berdiri dan pikirannya menolak untuk mencari tahu di mana posisinya sekarang. Karena dia tidak lagi peduli. Fisik dan mentalnya sudah terlalu remuk redam.

Tes!

Suara air menitik terdengar jernih tak jauh dari tempatnya duduk memeluk lutut. Namun, kecilnya rasa ingin tahu membuatnya tak acuh.

Tes! Tes!

Suara tetes air kembali memanggilnya. Perlahan Fiona mengangkat kepala dan bangkit untuk mencari sumber suara, tetapi kelam lebam menyesatkannya. Ada sesuatu dari bunyi itu menarik perhatiannya.

Suara titik air terus terdengar bagai musik berirama yang mengajaknya berdansa. Tanpa disadari tungkai Fiona melangkah kian cepat dan dadanya berdebar semakin kencang.

Dari mana asal suaranya?

Setengah berlari, Fiona menjulurkan tangannya ke depan. Dia tiba-tiba berhenti saat setetes air mengenai ujung jarinya. Dinginnya cairan merambat masuk ke tulang dan membekukan tubuhnya. Sebuah adegan terpampang jelas dalam nuansa hitam putih di hadapannya.

Seorang perempuan muda berusia kurang lebih dua belas tahun terbaring meronta dengan empat pemuda memegangi tangan dan kakinya. Sorot matanya tajam menusuk seorang pria dewasa yang berlutut di antara kedua pahanya. Bibirnya bergerak cepat, tetapi tidak ada suara yang terdengar.

Seringai menjijikan terpasang di wajah penuh jerawat pria itu. Tidak meladeni emosi sang gadis, dia memaksa kejantanannya masuk ke tubuhnya.

Gadis itu melempar kepala ke belakang, matanya membelalak, mulutnya berteriak kosong, dan air mata meleleh dari puncanya. Hanya dengan melihat itu, Fiona tahu bahwa dia tengah merasakan nyeri hebat yang seakan bisa memisahkan nyawa dari raganya.

"Hentikan!"

Teriakan Fiona merobek keheningan. Dia berusaha menggerakkan tangan kakinya untuk menolong, tetapi belenggu tak kasat mata menahannya.

Adegan terhapus cepat. Bak mengganti saluran televisi, perempuan itu kembali muncul. Hanya saja, kali ini dia terlihat lebih dewasa.

Matanya menatap pilu seorang nenek yang terbaring lemah di tempat tidur. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi sekarang keduanya menangis berpelukan. Tidak butuh waktu lama kekuatan sang nenek menghilang dan tubuhnya terhempas tanpa nyawa.

Lagi, perempuan itu membuka lebar mulutnya, tetapi tetap hening yang terdengar. Air matanya mengucur deras, tangannya bahkan tidak berhenti bergetar di tubuh renta yang nyaris tanpa otot tersisa.

Fiona kembali ingin menggapainya, tetapi tubuhnya tetap bergeming. Tidak peduli seberapa keras tenaga yang dikeluarkannya.

Tes! Tes!

Suara air menitik kembali terdengar. Adegan berganti, sebuah ruang kecil dengan penerangan temaram dimainkan. Kali ini perempuan itu tidak terlihat di mana pun. Hanya ada wastafel yang berdiri kokoh di pojok ruangan. Tidak ada yang spesial dengan tempat cuci penuh karat itu, bahkan air yang tidak berhenti menetes dari ujung keran terdengar sangat normal untuknya.

Fiona yang merasakan hilangnya tahanan, melangkah mendekat dan melihat sebuah cermin memanjang horizontal terpasang di atas wastafel. Tatapannya memandang kosong pantulan dirinya di kaca. Tidak ada senyum, hanya ada sorot lelah yang membuat wajahnya terlihat lebih tua.

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang