Bab 20

965 195 9
                                    

"A-apa ini?" Mata Fiona membuntang melihat kebrutalan di depannya.

Dia tahu bahwa mereka semua yang tengah terpanggang di bawah sinar matahari tak lagi bernyawa. Namun, tetap saja salah rasanya melihat jalanan berubah menjadi pemakaman umum.

"Gila! Semua gila! Lindas saja dan segera pergi dari sini! Toh mereka juga sudah mati." Syam berteriak panik. Sedangkan Minsana dan Yona menahan teriakan mereka dengan menutup mulut masing-masing.

"Melihat penyambutan ini, aku rasa tidak aman mengambil jalan yang ada di depan kita," pendapat Prof Gorgo dengan suara yang dipaksakan tenang.

"Tapi bisa saja ini salah satu cara mereka supaya kita tidak terus maju dan kembali mengikuti jalan yang sudah mereka rancang." Gama mengeluarkan senjata dari laci di depannya. "Troy ikuti aku. Himo standby dengan mesin menyala dan kalian semua tetap diam di sini."

"Mau apa kalian?" tanya Himo penasaran.

"Memastikan di depan aman dan membuka jalan buat kita," jawabnya singkat.

Tidak menunggu balasan dari Himo, Gama keluar diikuti Fiona yang harus mengalah supaya kursinya bisa ditekuk untuk memberi akses jalan ke Troy. Awalnya dia menolak keluar karena aromanya pasti menusuk sampai ke pusat muntah di otak. Dan benar saja, tidak sampai satu menit menghirup udara luar perutnya bergejolak dan rasa asam segera memenuhi rongga mulut.

"Ugh, baunya. Kenapa tidak kita gilas mereka saja?" Suara Troy terpendam tangannya sendiri.

"Karena ada keluarga yang menunggu mereka ditemukan, sekali pun sudah tidak bernyawa," jawab Gama yang dibalas diamnya Troy. "Fiona masuk dan tutup pintunya. Jaga mereka yang di belakang."

Perempuan yang mengikat rambutnya itu mengangguk dan segera masuk. Setelah bunyi pintu tertutup terdengar, mereka berdua langsung bergerak penuh waspada ke depan dengan pistol bersiaga di tangan. Aroma busuk menguar semakin pekat mengisi udara, tetapi hal itu tidak menghentikan mereka untuk maju.

Lima langkah dan mereka sampai di perbatasan antara kolam darah dan kering kerontang aspal jalanan. Setelah memastikan kondisi sekeliling aman, mereka mulai memperhatikan keberingasan di hadapan mereka.

Seperti seorang pria dengan perut menggembung yang kehilangan kedua tangan dan kaki. Melihat robekan kasar di tempat sambungan membuat Gama bergidik. Seakan dia bisa merasakan nyeri hebat di tangan saat membayangkan kedua lengan pria itu dipaksa tarik dari kedua sisi dan meninggalkan hanya tubuh yang kini memutih bak porselen.

"Ugh, siapa yang melakukan semua ini?" Troy memincingkan mata dan menurunkan sudut bibirnya. Sementara jarinya sibuk menekan kuat-kuat kedua lubang hidung.

Kolam darah beriak dan memercik ketika Gama mendekat. Dia mengedarkan pandangan, kemudian berjongkok untuk meneliti salah satu dari mereka. Dibukanya kelopak mata dan dibaliknya tubuh perempuan dengan bekas gigitan yang mengoyak sebagian daging yang mulai biru kehijauan.

"Entahlah. Yang pasti dia tidak sempat berubah menjadi zombi ketika ini terjadi," jawab Gama.

"Maksudmu mereka semua dimakan hidup-hidup tanpa sempat berubah menjadi zombi? Bagaimana mungkin? Lihat kepala mereka. Masih utuh tanpa lubang!" Mata Troy membelalak.

"Mana aku tahu, tapi lihatlah bola mata mereka masih putih dan tidak ada tonjolan pembuluh darah keunguan yang biasa ada di tubuh zombi."

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang