Bab 19

955 190 17
                                    

"Kamu tahu, Syam. Setelah melihat apa isi bagasimu, aku jadi bingung bagaimana harus bersikap denganmu." Troy menyeringai lebar. "apa aku harus menjadi serigala berbulu domba yang berpura-pura bersahabat demi semua 'mainan' itu?"

"Hentikan itu! Aku tidak mau membicarakannya," balas Syam—yang duduk di sampingnya—sambil menjauhkan pandangan ke jendela luar.

Tawa besar Troy mengisi kabin mobil yang sesak dengan tujuh manusia dewasa yang sebagian bertubuh tegap.

Fiona yang duduk di baris kedua bersama dua perempuan lainnya mencoba untuk menutup telinga, tetapi suara Troy tetap berhasil menggetarkan gendangnya. Dan sekarang pikirannya melayang kembali ke beberapa menit yang lalu saat mereka membongkar bagasi mobil Syam.

"Wow, aku tidak menyangka bisa memegang benda seperti ini," ucap Himo sambil memainkan benda berbentuk lonjong terbuat dari karet yang bergoyang lembek di tangannya. Awalnya senyum mengejek terlihat di wajahnya, tetapi tak lama rautnya berubah masam saat melihat tidak hanya satu benda sejenis di dalam bagasi. "Dude, you're sick!"

"Aa!" Yona tidak kuasa memekik kencang saat melihat boneka menyerupai wanita dewasa dengan lekuk tubuh aduhai tertekuk tanpa busana di bagian terdalam bagasi.

Sedangkan Minsana hanya bisa menggantung rendah rahangnya dan membuntangkan mata melihat sisi lain teman sejawatnya. "Dan aku pikir kamu masih perjaka .... Eh, tunggu. Semua ini menandakan kamu masih perjaka atau justru kebalikannya?" Dia menatap bingung Syam yang kini berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya.

"Haha! Aku tidak sangka akan melihat ini. Pantas saja kamu menolak habis-habisan untuk membuang isi bagasimu." Suara keras Troy membahana. "Antara malu atau sayang, ya, jika dibuang."

Sementara itu Fiona yang berdiri di baris paling belakang tidak ikut berkomentar. Matanya hanya menatap jijik dan entah kenapa dadanya panas melihat semua benda erotis yang biasa digunakan pria untuk bersenang-senang dengan perempuan. Alih-alih melontarkan kata kasar, dia memilih memalingkan wajahnya menjauh dari bagasi.

Sedangkan, Prof Gorgo hanya bisa menghela napas panjang melihat kelakuan terselubung Syam.

"Kita tidak punya waktu untuk semua ini. Buang semuanya dan pindahkan persediaan kita ke sini," perintah Gama yang tidak segera diiyakan. Karena sebagian besar dari mereka masih menahan tawa dan malu.

Tidak lagi memedulikan para pria yang belum berhenti mencemooh, Gama akhirnya bergerak sendiri yang kemudian diikuti Fiona untuk membantu dengan melempar penuh benci benda yang disentuhnya. Lalu di sinilah mereka sekarang, duduk berdesakan dengan Himo memegang kendali kemudi dan Gama di sampingnya. Para wanita di baris kedua dan para pria di belakangnya.

Mengemudi lurus menuju bandara yang berjarak tidak sampai sepuluh kilometer, beberapa kali Himo harus memutar setir saat melihat mobil melintang menutup jalan. Awalnya mereka tidak merasa aneh dengan semua penutupan ini, bagaimanapun juga panik pasti menimbulkan ketidakteraturan. Namun, ketika sebuah truk besar menutup dua lajur untuk keempat kalinya, mau tidak mau Gama merasa janggal dan meminta Himo untuk menghentikan kendaraan.

"Kenapa?" tanya Himo.

"Ada yang salah," balas Gama. "Kamu tidak merasa kita hanya berputar-putar saja dari tadi?" Dia menjulurkan kepala ke kaca depan dan memandang truk kontainer mulus berlumur darah.

"Kita tidak berputar-putar. Kalau iya, pasti aku akan sadar itu." Himo membuka jendela dan menjulurkan keluar kepalanya untuk membaca papan petunjuk jalan yang menggantung tinggi tepat di atas mobil. Namun, tidak berhasil terbaca karena banyaknya debu menutup setiap huruf.

"Ada apa? Kenapa berhenti?" tanya Prof Gorgo.

"Entahlah, Prof. Sersan Gama menganggap kita hanya berputar-putar di sini," jelas Minsana.

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang