Berada di pinggir pantai ketika matahari mulai tergelincir seharusnya menjadi hal yang menyenangkan. Terlebih jika kaki-kaki riang memercik air dan suara tawa bernada tinggi yang mengurai kebosanan terdengar. Namun, situasi seperti itu jelas hanya mimpi di siang bolong untuk sekarang.
Kapal berhenti dua meter dari bibir pantai. Tidak ada kapal-kapal besar yang berasosiasi dengan pelabuhan khusus bongkar muat, membuat beberapa dari mereka sempat menyangsikan apakah tempat mereka berlabuh sudah benar. Walau, di depan mereka terbentang nyata kontainer aneka warna.
Setelah melompat bergantian, mereka segera membentuk barisan dan berjalan beriringan mengikuti sang pimpinan.
Walau ombak kecil menyapu tungkai dan membawa kesegaran yang berbeda, tetapi gerak cepat yang harus dilakukan tetap saja melelahkan tubuh—terutama bagi Himo dan Minsana.
"Tetap di belakangku!" Gama berjalan satu langkah di depan dengan gesit, seakan arus yang terus menarik tubuh ke tengah laut bukanlah halangan berarti.
Satu tembakan dilepaskan dan timah panas menyasar kepala salah satu dari belasan zombi berseragam biru tua. Helm putih yang terpasang kencang di kepala sebagian besar mayat hidup, menyulitkannya untuk menembak jitu. Terlebih jumlah peluru tidak lagi melimpah ruah.
Dua kali tembakan dan meleset. Gama akhirnya mengeluarkan pisau dan mulai menghunus kepala zombi yang bergerak lambat di atas pasir. Senyum penuh kemenangan tersemat. Geraman riuh yang semakin kencang di depan melambungkan adrenalinnya sedikit demi sedikit.
Gama tidak tahu berapa jumlah yang akan dihadapi, dia sama sekali tidak peduli. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah terminal C yang berjarak tidak sampai dua kilometer dari sini.
Sementara itu, Troy yang sama-sama bergelora, mengikuti jejak Gama dengan mengeluarkan tongkat berpaku andalannya. Mengayun sekuat tenaga, perasaan puas mengalir deras di darahnya saat suara krek terdengar dan isi kepala tersebar di pasir yang tak lagi putih.
"Lewat sini!" Keluar dari dataran berpasir ke area beraspal, Gama menggiring mereka ke area lenggang tanpa barisan kontainer dan zombi.
"Ke mana kita? Bukannya kita harus menangkap pria pemadam kebakaran itu di sini? Aku butuh darahnya!" seru Minsana.
"Dia tidak akan ke mana-mana. Selama kita tidak memberi apa yang dia inginkan. Dia pasti akan menemukan cara untuk bertemu dan mencoba membunuh kita lagi," balas Gama sambil menembak satu zombi dengan mendekat dari arah depan.
"Tapi ...." Minsana mengigit bibir dan menoleh ke belakang. Sangat berharap akan menemukan pria berbaju oranye di antara tumpukan mayat berpakaian biru.
"Lari! Kita tidak punya banyak waktu!" perintah final Gama yang menghentikan protes sang dokter.
Derap langkah penuh antusias terdengar, kecuali tungkai Himo yang mulai menyeret. Peluh yang berhamburan dari dahi, pandangan kabur, dan napas yang lebih sering tersekat di kerongkongan, menandakan tubuhnya yang tidak lagi bisa mentolerir aktivitas berat.
"Himo, kamu tidak apa-apa?" Fiona yang berada di sampingnya memperlambat gerak lari dan memegang lengan Himo.
"Terus lari. Jangan pedulikan aku!" Pria bermata sipit itu menepis tangan Fiona dan memaksa kakinya kembali mengikuti ritme kawannya di depan.
"Tapi, Himo ....." Fiona mendengkus berat dan kembali berlari di sampingnya.
Tidak berhenti-henti dia melirik ke arah pria keras kepala yang baru saja menolak bantuannya, memperhatikan hidungnya yang kembang kempis dan cara berlarinya yang limbung. Berkali-kali tangan Fiona refleks ingin menopang tubuhnya. Namun, melihat sikap yang diberikan barusan, hal itu jelas hanya melukai harga dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...