Bab 28

1K 207 14
                                    

"Kita naik ini?" Prof Gorgo menatap heran jenis kendaraan roda dua yang mereka kumpulkan, motor bebek. "Kenapa tidak ambil motor ber-cc besar? Bukankah itu lebih kencang?"

"Dan lebih berisik, Prof. Melihat banyaknya kendaraan dan minimnya jumlah mayat, aku tidak ingin menarik perhatian para zombi yang mungkin bersembunyi di sekitar sini," jelas Gama.

"Ah, mengerti."

"Semuanya bersiap. Pakai helm dan kita berangkat!" Gama dan yang lainnya mulai naik ke motor yang sudah ditentukan sebelumnya.

Sedangkan, Fiona berdiri canggung memandang motor berwarna putih yang akan dikendarainya.

"Ada masalah?" tanya Himo.

"Ti-tidak. Aku ... aku hanya sedikit lupa cara menggunakannya."

Himo mendengkus berat. "Turun sebentar," pintanya kepada Yona yang sudah bersiap di belakangnya.

"Tekan ini untuk menyalakan mesin. Ini rem, gas, klakson—tapi jangan tekan kalau tidak perlu—dan tombol ini untuk menyalakan lampu." Himo menunjuk cepat setiap bagian motor. "Mengerti?"

Fiona mengangguk cepat.

"Bagus. By the way, kamu seharusnya bilang dari awal kalau tidak bisa, alih–alih memaksakan diri. Kamu bukan superwoman, Fiona."

"Aku hanya ingin cepat keluar dari sini," lirihnya sambil menyalakan mesin. "lagi pula jangan sampai aku memberatkan kalian."

"Memberatkan?" Kening Himo berkerut dalam. "Aku penasaran. Kamu sebut Syam apa, kalau kamu saja menganggap dirimu beban."

"Hm, sampah?" jawab Fiona setengah berbisik.

"Ah, aku akhirnya melihat kepribadianmu yang sebenarnya." Himo tertawa lepas.

"Himo, semuanya sudah siap?" Gama berseru dari barisan motor terdepan.

Si pemilik nama menoleh dan tersenyum tipis.

"Sudah!" balasnya berteriak. "Oh, iya, usahakan tenang ketika berkendara. Aku ada di belakangmu kalau butuh sesuatu."

Himo kembali ke motornya dan mereka memulai perjalanan.

Berbeda dengan berkendara di dalam mobil. Beberapa dari mereka terus menoleh waspada ketika memasuki jalan baru. Deru mesin 150 cc yang ternyata cukup berisik di lingkungan hening memaksa mereka untuk membentangkan jarak.

Fiona yang berkendara sendirian, tidak berhenti meremas gelisah setang motor. Matanya selalu memandang lurus ke depan, terlalu takut menyelisik lebih dalam ke gedung tak terurus yang berada di kanan kirinya.

Ketakutannya akan kegelapan meluap–luap setelah kejadian di GOR itu. Beberapa kali kilatan memori masa lalu melintas di otaknya. Ruang temaram dengan lampu bohlam menggantung rendah yang sesekali mengeluarkan suara derik misterius. Tidak ada yang aneh sebenarnya dengan bilik itu, hanya saja degup jantungnya selalu merangsek naik setiap kali ingatannya ingin menggali lebih dalam.

Di depan, Gama tiba–tiba berhenti dan mematikan mesin motornya. Melihat itu, yang lain segera turun dan mendekatinya.

Yona yang berdiri di belakang Himo segera mencengkeram lengannya saat melihat beberapa zombi berdiri goyah di sisi jalan. Berlindung dari sinar matahari yang menyengat.

"Kenapa berhenti? Mereka, kan, cuma sedi—" Troy kembali menelan kalimatnya saat telunjuk Gama mengacung ke kumpulan debu yang mengangkasa di kejauhan.

"Apa itu badai pasir? Tapi mana mungkin, kota ini kan bukan ...." Minsana kemudian menutup mulutnya dengan tangan. Matanya ikut membulat saat sadar apa yang kemungkinan ada di depannya.

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang