Kiamat sudah datang adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana di kota Arkala siang ini.
Normalnya di kala matahari berada di atas kepala, jalan protokol akan ramai dengan deru dan klakson kendaraan, manusia berpikiran rumit dengan perut kosong yang meminta untuk diisi secukupnya, dan kasak kusuk gosip antar pekerja.
Namun, kini hanya tersisa barisan kendaraan tanpa nyawa dengan asap tipis menyisip keluar melalui kap kendaraan. Serta gerombolan manusia primitif yang hanya berpikir tentang makan dan makan—itu juga kalau mereka masih cocok disebut manusia.
Seperti perempuan di bawah lampu jalan itu. Mulutnya terus mengunyah tungkai kanan seorang pria, tanpa memedulikan dirinya terseret dengan perut terburai di mana usus menggantung menjijikkan. Dia jelas sudah menjadi bagian dari mereka semua.
Suara letupan senjata terdengar jauh dari sebuah apotik yang berada di ujung jalan. Tiga orang pria berpakaian serba hitam dengan rompi anti peluru, sarung tangan, dan pelindung lutut tebal, tengah berjibaku melawan belasan mayat hidup yang segera menyerang sesaat setelah mencium aroma kehidupan mereka.
Mereka adalah satuan khusus antiteror yang ditugaskan untuk mengevakuasi warga yang masih hidup. Membawa mereka ke tempat yang sudah ditentukan untuk diangkut menggunakan helikopter.
Salah satu pria bertubuh tegap yang tinggi 175 sentimeter—bernama Gama Hamara—melompat ke atas meja dan menghujani mereka yang berkulit kebiruan dengan timah panas di kepala yang kembali membunuh mereka untuk kedua kalinya.
"Ambil semua makanan bernutrisi, antibiotik, alkohol, dan kassa steril yang tersisa!" perintah Gama terus menembak sambil sesekali memainkan kaki untuk menyepak kepala mereka dengan keras.
Tanpa menjawab, kedua rekannya segera mendekati lemari berpintu kaca dan menyisir cepat susunan kotak yang masih berjejer rapi. Setelah memasukkan semuanya ke dalam tas punggung, mereka berlari keluar melewati ruang tunggu apotek yang kacau bagai diterpa angin ribut. Kursi terbalik, kaca jendela pecah yang serpihannya tercecer membahayakan, percikan darah di tembok, dan sekarang ditambah dengan tumpukan tubuh dengan lubang di kepala.
"Troy! Tinggalkan tempat ini. Mereka datang!" Pria bertubuh pendek dengan mata sipit—bernama Himo Yersano—mengingatkan temannya yang masih berada di dalam untuk melupakan minuman kaleng berenergi yang terjatuh.
Pria tinggi besar itu meraih dua kaleng sekaligus dengan satu tangan sebelum berlari keluar menuju kekacauan yang lebih dahsyat. Di depan, kedua temannya membuka jalan menuju mobil patroli yang terparkir di tengah-tengah jalan di mana para zombi berkerumun semakin banyak.
Selongsong berdenting di aspal, peluru melesat di udara, dan menembus kepala mayat hidup. Percikan darah mewarnai aspal dan udara segar digantikan aroma mesiu serta amisnya darah.
Sisa tiga meter lagi dari kendaraan putih hitam, seorang perempuan dengan luka menganga di pipi melemparkan tubuhnya ke Himo. Aroma busuk menyiksa penghidu, tetes cairan merah kental membasahi pakaian, dan gigi yang mengintip membuat mual sang petugas.
"Argh! Gama!" Pria berambut ikal itu berteriak meminta tolong kepada rekannya terdekat. Sementara kedua tangannya sibuk menahan kepala sang zombi dan menganggurkan pistol yang menggantung di ibu jari.
"Him!" Gama menembak beberapa zombi yang berada beberapa langkah di depannya, sebelum memutar tubuh dan melesatkan peluru ke arah kepala si mayat hidup. Peluru menembus kepala lunak dan memberinya gaya dorong ke belakang, membebaskan rekannya dari ancaman kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...