"Kamu tidak apa-apa?" tanya Fiona berjongkok di samping Gama yang tengah berbaring sambil mengatur napas.
"Tidak apa-apa," balasnya singkat. "Bagaimana Himo?" Dia melirik ke arah Troy.
Melihat pemimpinnya memberi kode, pria botak itu berjalan ke tempat Himo meringkuk dan menendang kecil kaki rekannya.
"Him, berdiri!"
Pria bermata sipit itu menengadah dan melirik kawannya. "Tidak bisakah kamu lembut sedikit. Aku habis dikejar zombi anjing, tahu." Dia kemudian bangkit dengan punggung menempel di dinding.
"Aku baru menggunakan sepersepuluh tenaga dan kamu sudah protes? Apa kamu lupa bagaimana para senior membangunkanmu saat di akademi?" Troy menyenter kulit pucat Himo mulai dari wajah khas orang timur sampai dengan kaki berotot sebagai bukti fisiknya yang kuat, untuk mencari bukti luka yang bisa mengubahnya kanibal.
"Aman!" teriak pria bertubuh kekar itu.
"Bagus. Aku pun aman." Gama menggulung lengan baju dan celana sebelum akhirnya membuka baju sampai sebatas leher dan memamerkan six pack yang membuat wajah Fiona bersemu merah.
"Hei, Nona. Kenapa mukamu merah seperti kepiting rebus? Tidak pernah lihat tubuh laki-laki?"
"Ti-tidak apa-apa."
Entah apa yang salah dengan Fiona sampai-sampai Troy tidak bisa menahan mulut untuk bersinis ria.
"Di mana kita? Bukannya pintu ini mengarah ke gudang senjata?" Tidak memedulikan sikap teman dan perempuan yang kini melempar jauh pandangannya, Gama bangkit menatap lorong.
Bagai melalui pintu ajaib, jalan yang ada di depan mereka tampak bersih dari mayat dan percikan darah. Debu pun enggan menempel di area yang lantainya bisa memantulkan sinar putih pucat yang didapat dari lampu tempel bulat di sepanjang dinding.
"Di depan belok kanan, kita akan sampai. Semoga tidak ada alat pengaman lagi," balas Troy.
"Kita jalan!"
Kembali berjalan beriringan dengan senjata bersiaga, mereka melalui lorong panjang. Suara langkah berat menapak keramik, gesekan dari kain yang menempel di tubuh, dan tarikan napas yang sesekali panjang terdengar menenangkan untuk Fiona.
Sampai di ujung, jalan terbagi dua. Setelah memastikan kedua jalan aman, mereka berhenti di tengah-tengah.
"Ke mana kalau ke kiri?" tanya Gama pada Troy.
"Aku tidak pernah diajak ke sana. Jadi, aku tidak tahu." Troy menaikkan bahu.
"Kita berpisah. Kamu dan Himo ke ruang persenjataan. Aku dan dia menyusuri jalan sisi kiri. Sepuluh menit kita bertemu lagi di sini." Mereka menyamakan waktu di jam tangan dan segera berpisah tanpa basa-basi.
Berjalan beriringan dengan Fiona mengambil jarak di belakang Gama, mereka sampai di perbatasan di mana terang dan gelap bertemu.
"Nyalakan senter dan berjalan dekat denganku," perintahnya.
Kembali melangkah menyusuri kegelapan, sebuah tapak tangan berdarah tertangkap sinar kuning di sepanjang dinding di depan mereka. Perbedaan ukuran dan warna menimbulkan spekulasi jika semua ini tidak dibuat oleh satu orang.
"Apa ini semua dibuat oleh para zombi?" tanya Fiona setengah berbisik.
"Aku ragu kalau itu mereka, lihat lantainya." Gama menyorot ke bawah. "Tidak adanya tetesan darah atau jejak kaki menandakan bahwa tangan berlumur darah itu bukan milik mereka."
"Berarti milik manusia hidup?" Perasaan senang terbersit dari kalimatnya.
Gama bungkam beberapa saat. "Aku tidak mau mengatakan sesuatu yang belum pasti. Sekarang kita maju dan jangan jauh-jauh dariku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...