Bab 10

1.1K 216 13
                                    

"Fiona, Troy, ada apa?" teriak Gama dari kejauhan.

"Tidak apa-apa. Aku cuma mengajarkan bagaimana caranya menembak dan berhasil." Troy menunjuk ke arah mayat yang tergeletak tak berdaya. "Semoga untuk seterusnya dia bisa seperti ini."

Setelah melihat mayat yang dimaksud, Gama mengalihkan pandangannya ke Fiona yang tengah tertunduk dengan tangan mengepal kuat senjatanya.

"Jangan paksa dia melakukan hal yang tidak dia suka, Troy. Bagaimanapun juga menjamin keselamatan dia adalah tugas kita."

"Akan ada waktunya kita akan disibukkan oleh para zombi. Dan saat itu datang maka hanya dia yang bisa menjaga dirinya sendiri, kecuali kamu mau mengorbankan diri untuknya," jawab Troy yang tidak lagi dibalas oleh Gama. Karena memang itu kebenarannya.

"Guys, kenapa berkumpul di sini?" Kali ini Himo mendekat.

"Aku menemukan tangganya," ucap Gama yang mengembangkan senyum di wajah rekan termudanya dan Fiona menaikkan pandangannya.

"Ternyata mudah juga. Kenapa Mensana—"

"Minsana, Him." Sang pimpinan membenarkan.

"Ah, iya. Kenapa Minsana melebih-lebihkan seakan tempat ini sangat berbahaya?"

"Lebih baik begitu daripada kita lengah dan berujung celaka."

"Hentikan obrolan tidak penting ini. Sekarang di mana tangganya?" tanya Troy tidak sabaran.

"Di sana." Gama menunjuk ke pintu yang masih terbuka. "Tempat itu gelap. Jadi, aku minta kalian ekstra waspada dan jangan sentuh apa pun!" Gama melirik ke arah Fiona yang kali ini tampak tidak tersinggung seperti sebelumnya.

"Apa yang kita tunggu lagi? Kita ke atas!" ajak Troy sembari berlari melintasi aula diikuti oleh Himo.

Sementara itu Gama yang masih merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Fiona memutuskan untuk mengajaknya bicara singkat.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Tidak apa." Dia mencoba menarik senyum, tetapi gagal. Wajahnya tidak berbeda dengan boneka kayu yang senyumnya dipahat kaku.

"Bagus kalau gitu. Tetap dekat denganku."

Mereka berdua kemudian berlari menuju pintu di mana kedua rekannya sudah menunggu dan langsung masuk setelah menyiapkan senjata dan senter.

Di dalam, kelamnya menyulitkan mereka untuk berjalan tanpa terantuk tumpukan berkas di bawah. Beberapa kali para tentara akan bergerak cepat mengarahkan senjata ke ruang kosong saat mendengar sesuatu bergerak menggesek udara.

Sampai di balik sekat, sebuah tangga terlihat kokoh tanpa pegangan di kanan kirinya keluar dari plafon. Troy yang berada di barisan terdepan, menyinari bagian atas dan tidak mendapat petunjuk apa-apa selain kelam lebam.

"Ada apa di atas? Kamu sudah melihatnya?" bisik Troy yang dibalas dengan geleng kepala Gama.

"Tunggu sinyal dariku."

Beranjak ke atas, suara tungkai menginjak papan besi meniadakan keheningan. Sampai di sana sinar putih pucat kembali berayun. Kali ini tidak ada tumpukan buku, tetapi rak-rak besi berisi gelas kaca transparan aneka bentuk di antara debu tipis yang melayang memenuhi ruangan.

Troy memutar kepala, matanya menyisir tiap ceruk dan lorong yang ada di dalam. Daun telinganya bergerak, mencoba untuk menangkap suara sekecil mungkin. Namun, tempat ini tidak jauh berbeda dengan di bawah, di mana kesunyiannya menimbulkan halusinasi bagi mereka yang cemas.

"Aman."

Mendengar kata kunci, mereka bertiga segera naik ke atas.

"Sepertinya kita berada di gudang," ucap Himo sambil menelusuri aneka peralatan laboratorium yang berselimutkan debu tebal.

Run!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang