Suasana mencekam membungkam mulut dan sunyi meningkatkan rasa takut. Serangan adrenalin memacu jantung berdetak liar di balik iga, peluh meluruh, dan kehangatan ditarik dari jari-jemari.
Semua ini seharusnya mudah. Mereka hanya perlu mematikan sistem keamanan, membuka jendela, kemudian turun menggunakan tali yang sudah disiapkan. Namun, panik ternyata mengubah sesuatu yang gampang menjadi sulit.
"Tiga!" teriak Gama.
Syam menekan tombol. Lampu merah yang berada di atas pintu padam seketika dan waktu berhitung mundur dimulai. Tiga menit berharga merenggang pendek sebelum para zombi menginvasi ruangan.
Suara klang yang kencang dan berat tiba-tiba terdengar, mengagetkan seisi ruangan. Tak terkecuali Himo yang tengah melempar tali ke bawah.
"Suara apa itu?" tanya Gama
"Penahan besi pada pintu. Ada empat penahan, yang pertama akan terlepas bersamaan dengan tombol deaktivasi ditekan dan sisanya mengikuti satu menit kemudian," jelas Minsana cepat.
"Jadi itu asal waktu tiga menit," gumam Gama sebelum mengucap sumpah serapah yang samar terdengar.
Tidak tertarik dengan info yang diberikan, Himo segera meluncur keluar jendela dengan bantuan tali yang menggesek panas telapak tangan. Sedangkan tiga orang bersenjata lainnya bersiap mengacungkan pistol ke pintu.
"Turun!" teriaknya dari bawah.
Yona yang mendapat giliran berikutnya terlihat tegang. Anggota badannya yang gemulai berubah kaku bak kayu, beberapa kali kakinya naik turun ke bingkai jendela sebelum dia memekik panik.
"Aku tidak bisa!" Yona meremas tepian baju dan mengigit gelisah bibirnya.
"Nona, kita tidak sedang bermain 'i dare you' yang bisa menyerah di tengah-tengah permainan. Kita sedang bertaruh nyawa di medan perang saat ini! Jadi, segera turun!" Teriakan yang kencang dengan wajah merah membara menunjukkan betapa kesalnya Troy saat ini.
"Kalau tidak mau, aku turun duluan." Tidak lagi memedulikan urutan turun, Syam mendorong tubuh kecil Yona dan meluncur turun tanpa ragu-ragu.
Meninggalkan mereka semua dengan kebingungan yang menghipnotis sesaat dan amarah berkecamuk setelahnya. Bagaimana mungkin seorang pria, muda, tanpa luka, mengutamakan dirinya di antara para prioritas.
"Hei!" Prof Gorgo tidak tahu harus berkata apa saat melihat pria berperawakan sedang itu melesat tanpa menujukkan keraguan atau rasa bersalahnya.
"Gentleman sekali, Syam!" pekik kesal Minsana.
Suara klang kedua menghentikan keriuhan.
"Kita tidak punya waktu. Tidak sampai dua menit pintu akan terbuka." Fiona memperingatkan.
"Prof, turun!" perintah Gama yang segera dilakukan.
Membuktikan perkataan sebelumnya, tanpa rasa takut pun kikuk, prof melewati jendela yang tingginya tidak sampai enam puluh sentimeter dengan mudah. Tangan keriputnya mantap memegang tali sebelum gravitasi membantu tubuhnya terjun lebih cepat.
Awalnya dia turun dengan mudah, kedua telapak menggenggam erat tali dan kedua kaki menapak dinding. Namun, saat sampai di ujung tali—yang belum juga membawanya ke dasar—dia menjadi goyah. Kaki mulai kehilangan pijakan dan telapak tangan berkeringat mengancamnya jatuh.
"Prof lompat, aku akan tangkap!" teriak Himo.
Percaya dengan apa yang dikatakan anak muda di bawahnya, dia melompat dari ketinggian tidak sampai dua meter dan mendarat sedikit limbung. Namun, tubuh dan tangan Himo yang sudah bersiap berhasil menjaganya dari jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...