Ruang luas tanpa perabot terasa sesak dengan sekumpulan manusia tanpa nyawa yang terus meraung-raung dan menengadah guna memaksimalkan fungsi penghidu mencari mangsa hidup di lautan kematian.
Seakan bisa mencium aroma kehidupan yang ada di dalam, mereka yang berada di barisan terdepan terus menggedor pintu yang berada di ujung jalan tanpa memedulikan kepala yang mulai mengucurkan darah atau leher yang terkulai mengerikan akibat benturan keras.
Berdiri di balik dinding dengan jarak lebih dari lima meter, mereka berempat memaku tungkai sambil menghitung peluang mereka berhasil menghabisi seluruhnya tanpa ada salah satu yang tergigit atau menarik perhatian tetangga sebelah yang tak kalah riuhnya.
"Aku kehilangan hitungan di pria besar berpakaian satpam itu." Troy menunjuk ke pria besar tanpa telinga yang menjulang di kerumunan mayat hidup berjas putih panjang.
"Berapa yang berhasil kamu hitung?" tanya Himo sambil menunjuk-nunjuk ke depan untuk menghitung manual para zombi.
"Lima belas."
"Damn! Dan aku baru berhitung sampai tujuh." Dia memukul kepalannya ke telapak tangan kiri.
"Berhitung tidak akan menyelesaikan apa-apa. Yang penting ada strategi." Gama bersedekap sambil menggaruk dagu. "Him, kamu masih kuat berlari?" tanyanya kepada kawan yang paling lincah dan cepat dalam berlari.
"Berapa jauh?"
"Sepanjang ruangan ini dan memutar sampai ke pintu." Dia menunjuk pintu yang sedang diperebutkan para zombi.
"Asal tidak memintaku berputar-putar selama satu jam saja."
"Troy, kita punya berapa senjata dengan peredam suara" Kali ini dia mengalihkan perhatian di pria besar di sisi kiri yang selalu membawa persediaan senjata. Sepertinya dia menjaga diri untuk tetap hidup apa pun caranya sebelum menemukan keluarganya.
"Empat. Kalian bisa mengambilnya satu." Dia mengambil senjata dari balik rompi dan menyerahkan pistol dengan moncong memanjang ke bawah kepada Gama dan Himo.
"Apa rencana kalian?" Fiona menatap bingung. Tersesat dengan obrolan mereka bertiga.
"Ah, kita melupakan dia." Antara kecewa dan kesal. Dua emosi negatif itu terang-terangan ditunjukkan Troy kepada Fiona.
Tidak lagi memiliki keberanian untuk membalas kalimat Troy seperti sebelumnya, dia hanya bisa menurunkan pandangan dan menahan rasa panas di dada.
"Himo akan menarik perhatian para zombi ke arah sini. Sementara kita berlari ke arah sebaliknya dan mencoba untuk membunuh mereka satu per satu atau langsung masuk ke dalam jika Minsana berani mengambil kesempatan untuk membuka pintu."
"Lalu aku?" Fiona mengangkat kepala dan mengigit bibir bawahnya.
"Ikuti aku di belakang. Usahakan untuk tidak menggunakan pistol kecuali terdesak. Jangan sampai para mayat hidup yang ada di selasar sebelah terpancing untuk datang setelah mendengar suara tembakan keras. Mengerti?" Dia menjeda untuk menunggu anggukan Fiona.
"Him, kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan, bukan?"
Pria kecil itu mengangguk sambil melakukan perenggangan pada kedua kaki.
"Baik, kita lakukan ini!" Gama menyiapkan pisau pada tangan kiri dan pistol berperedam pada tangan kanan sedangkan Troy menggenggam penuh percaya diri dua pistol di masing-masing tangan.
"Dalam hitungan ketiga!" seru Gama.
"Tiga!" Mereka serempak berucap dan segera berpisah jalan.
Himo berlari ke sisi lain ruangan dan meraih pigura yang menempel di dinding dan melemparnya ke arah kerumunan. Sementara mereka bertiga menyisir dinding dan bersiap untuk melepas tembakan segera setelah para zombi terurai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run!
Mystery / ThrillerBUKU PERTAMA Genre : action, thriller, sci-fi, minor romance. R-18 : blood, gore. Ledakan terjadi di instalasi penyakit menular di gedung kesehatan di kota Arkala. Sebuah virus yang tengah diteliti di dalam fasilitas kesehatan teraman di kota akhirn...