5. Inem yang Menjiwai Peran

12.4K 1.2K 165
                                    

Setelah Bi Lilis menjelaskan sekali lagi tentang pekerjaan di rumah ini, wanita paruh baya itu langsung pergi. Dia benar-benar cuma mengantarkanku ke kandang singa saja.

Omong-omong selama seminggu ini aku menyewa seseorang untuk mengajariku pekerjaan rumah tangga. Totalitas sekali kan aku. Namun aku patut berbangga diri. Meski awalnya Mbak Tya geleng-geleng melihat aku yang tak tahu apa-apa, setelah ia jelaskan dan praktikkan sedikit mengenai tugas rumah tangga, aku dapat melakukannya dengan baik. Katanya sih aku memiliki bakat khusus dalam beres-beres rumah.

Aku hampir menangis terharu. Setelah dua puluh lima tahun akhirnya ada menemukan bakat. Ini pertama kalinya dalam hidup aku dipuji karena berhasil melakukan sesuatu lebih baik dibanding yang lain.

Untuk memulai debutku sebagai asisten rumah tangga, aku awali dengan mencuci piring. Lalu mengelap dan merapikan dapur. Baru kemudian membersihkan yang lainnya. Tak lupa pula aku mencuci pakaian. Menyetrika pakaian kemarin. Kemudian berbelanja ke pasar. Pasar adalah tempat yang sangat baru bagiku. Saat Mbak Tya mengajakku ke sini aku takjub dengan kemampuan para ibu-ibu di sini. Terutama ibu yang kulihat sedang menawar pakaian hingga setengah harga dan berhasil. Aku tak pernah tahu pembeli dapat merugikan penjual sampai segitunya. Hebat sekali. Berbekal ilmu dari Mbak Tya aku berhasil berbelanja tanpa hambatan berarti. Yang sulit adalah memasak bahan-bahan makanan yang kubeli.

Ya, satu-satunya yang tak berhasil dari pelatihanku adalah memasak. Aku bukannya payah, kata Mbak Tya aku juga cukup cepat belajar memasak. Hanya saja memasak membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ada banyak resep yang harus dipelajari. Sejauh ini yang kubisa hanya merebus, menggoreng, dan menumis makanan sederhana. Aku pun masih kikuk dengan pisau. Waktu seminggu tidak cukup untuk mempelajari hal itu. Namun aku tak punya pilihan.

Tadi Aksara mengirimku pesan bahwa ia ingin makan Tongseng Kambing malam ini. Yang membuatku takut, apa pria ini tahu aku adalah Cenora. Dari cerita Bi Lilis katanya Aksara jarang makan malam di rumah. Orang itu gila kerja. Pulang jam dua malam bukan hal aneh untuknya. Bahkan terkadang ia tidur di kantor. Namun tiba-tiba ia ingin makan kambing malam-malam. Kambing loh ini. Kan bisa... ya tahu sendiri lah.

"Positive thinking aja dulu. Mungkin dia mau nilai kinerja pembantu baru."

Sebelum mulai masak aku pun membuka Youtube di sebuah tablet yang terpasang di dapur ini. Searching cara memasak Tongseng Kambing.

"Di, gue butuh bantuan lo," kataku tiga jam kemudian. Katanya (aslinya) kantor Aksara pulang jam lima sore. Sekarang sudah jam enam lewat lima belas, tapi aku tak juga berhasil memasak kambing sial*n itu. Malahan dapur kacau-balau. "Cepat lo order-in Tongseng Kambing ke rumah Aksara sekarang. Dan suruh orang juga buat belanja bahan makanan. Nanti gue kirim daftar belanjaannya."

Jika Aksara melihat kulkasnya kosong melompong padahal aku sudah diberi uang belanja, bisa habis aku.

"Lah, kok gue lagi yang ribet," sahut Heidi. "Pekerja di rumah orang tua lo kan banyak yang bisa disuruh-suruh."

"Gak bisa. Hape asli gue kan di apartemen." Agar semakin meyakinkan, aku mengganti ponselku dengan Nokia model lama. Itu loh, yang katanya kalau dilempar dari ketinggian lantainya yang rusak, bukan handphone-nya.

"Hadeh... iya deh, iya."

Jawaban macam apa itu. Ini kan idenya. Sudah begini dia malah banyak mengeluh.

"Udah buruan. Gue gak tahu kapan Aksara pulang."

"Iya. Ini gue lagi pesenin. Btw, gimana novel lo?"

"Ha?"

"Iya, novel lo. Udah ketemu?"

Iya ya. Aku susah-susah jadi ART bergaji murah gini kan buat nyari naskah novelku ya.

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang