24. Pak Bos Sakit

8.1K 767 18
                                    

Pak Bos sakit!

Aku tak tahu apa yang telah terjadi. Saat aku datang pagi tadi Aksara tak kunjung keluar dari kamar padahal sudah waktunya pergi ke kantor. Padahal dia salah satu manusia anti-telat paling hebat yang pernah kutemui sejauh ini. Ketika kuperiksa kamarnya dia masih berbaring di ranjang.

"Mas? Mas sakit?" tanyaku begitu berdiri di samping ranjang. Dia tak menjawab. Hanya bergerak gelisah tanpa membuka mata. Kusentuh dahinya yang terasa sangat panas.

"Mas demam?" tanyaku seperti orang bodoh. Padahal sudah jelas badannya memang panas.

Tanpa menunggu jawabannya lekas aku mengambil termometer.

38, 5 derajat celcius.

"Badan Mas panas banget ini. Gak mau pergi ke dokter?"

Dia masih bergerak gelisah. Namun kini gerakan itu seperti sebuah gelengan.

"Kenapa gak mau? Saya telepon dokter aja--"

"Jangan!" serunya. Matanya perlahan mulai terbuka. "Saya gak mau ke dokter. Ambilkan paracetamol aja."

"Baik, Mas."

Aku lekas keluar.

Oke, jujur aku tak pernah merawat orang sakit. Tapi aku sudah banyak menonton di film atau drama bagaimana cara merawat orang sakit.

Beberapa saat kemudian aku kembali ke kamar Aksara dengan baskom air dan handuk kecil.

"Saya kompres dulu ya, Mas. Nanti dulu makan obatnya."

Dia menjawab dengan gumaman. Aku memeras handuk dan meletakkan benda tersebut di dahinya. Aksara tampak payah sekali. Wajahnya pucat dan penuh berkeringat.

Selanjutnya aku membuatkannya bubur. Makanan ini sangat gampang dibuat. Saat latihan waktu itu pun aku sudah belajar cara membuatnya. Setelahnya, aku menyulangi Aksara makan bubur. Jangan bayangkan ada adegan romantis dan sebagainya. Sama sekali tidak ada. Dia bangun saja sudah tidak sanggup. Wajahnya pun jelek sekali. Sama sekali tidak dalam kondisi yang cocok untuk memesona wanita.

"Sekarang minum obatnya, Mas." Kumasukkan benda tersebut ke mulutnya dan membantu minum. Setelah menelannya dia langsung memejamkan mata kembali. Kubantu ia kembali tidur di posisi yang nyaman, lalu menyelimutinya. Namun Aksara menendang selimut tersebut.

"Panas," lirihnya.

Hmm... Sebenarnya orang demam tuh harus diselimuti tidak sih? Di drama sepertinya dipakaikan selimut.

"Gak bisa, Mas. Ayo pakai selimutnya. Kan lagi sakit." Kupasang lagi dan disingkirkan lagi olehnya.

Kukira dia sekarat, tapi masih sanggup nendang selimut.

Ya udah deh, batinku. Dia tak akan mati hanya karena tidak pakai selimut. Kuambil nampan bubur dan bergerak keluar. Tinggal beberapa langkah menuju pintu, aku mundur kembali.

Di kamar Aksara ada sebuah rak. Rak yang sudah bosan sekali kuperiksa. Namun aku melihat sesuatu yang tak biasa saat ini. Kudekati rak tersebut dan memperhatikan sebuah patung monyet. Ini pun sudah sering kulihat. Kukira hanya sebuah pajangan. Walau agak aneh karena patung tersebut menempel di rak. Namun di di perut patung tersebut ternyata ada sebuah lubang kunci.

"Masa sih ada kamar rahasia?" Aku menoleh ke belakang. Aksara sepertinya sudah tertidur. Dia tak tampak gelisah lagi. Aku segera mengembalikan nampan ke dapur kemudian kembali lagi dengan mengendap-endap.

Kalau itu lubang kunci sungguhan, di mana anak kuncinya? Aku mengernyit saat melihat sebuah kalung dengan mainan anak kunci tergeletak begitu saja di atas nakas samping tempat tidur.

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang