46. Lamaran

6K 658 41
                                    

Akhir-akhir ini waktu cepat sekali berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhir-akhir ini waktu cepat sekali berlalu. Sejak kedatangan Aksara waktu itu dia benar-benar datang lagi dengan keluarga besarnya tak lama kemudian, menyampaikan maksudnya untuk menikahiku. Lalu diputuskan sebulan kemudian acara lamaran akan diberlangsungkan.

Kukira sebulan adalah waktu yang lama. Namun waktu cepat sekali berlalu. Mungkin karena sebulan ini aku sibuk sekali menyiapkan segala sesuatu. Hingga keluarga Aksara datang, pembukaan acara, penyampaian maksud, seserahan, tukar cincin dan penutupan acara, aku merasa semuanya mengalir begitu saja.

Kini kami makan bersama, aku duduk di sebelah Aksara. Di jari manisku sudah tersemat cincin pemberiannya tadi.

Aku menatap benda itu lama, perasaanku menghangat. Rasanya masih tidak percaya. Lalu pernikahan kami akan diadakan tiga bulan dari sekarang.

Tiga bulan?

Aku menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Aku sangat menantikannya tapi sadar tanggung jawab yang akan kuambil nanti sangat besar. Menyatukan dua hati dan kepala dalam satu ikatan pernikahan tidak akan gampang. Pasti ada banyak masalah, ego, dan hal lainnya yang memberati.

Apa aku sanggup?

Apa aku bisa menghadapinya?

Apa aku tak akan mengacaukannya?

Aku terkesiap saat sebuah kehangatan menggenggam tanganku. Kulirik ke bawah meja dan melihat tangan Aksara di sana.

Saat aku mendongak dia hanya tersenyum.

Kedengarannya bodoh. Tapi entah mengapa aku merasa bisa melewati apa pun sekarang.

Perutku terasa tergelitik saat telunjuk Aksara membentuk sebuah lingkaran di atas punggung tanganku.

Aku mencubitnya sedikit dan kurasakan dia terkesiap. Kami saling pandang dan sama-sama menahan tawa.

Aish. Tak kusangka aku akan melakukan hal jijik begini di meja makan di depan seluruh keluarga.

Mama, Mbak Renja, dan Oma asyik bercerita, Mas Rendi, Ceaser dan Papa juga sama. Kin sibuk dengan ponselnya dan sesekali mengganggu keponakannya. Lalu beberapa paman dan bibiku juga datang. Tak lupa juga Heidi dan keluarganya. Sungguh ramai. Dan mereka semua keluargaku sekarang.

"Ma... Om Aksa pegang-pegangan di bawah meja."

Mataku mendelik mendengar suara cempreng menyebalkan itu.

"Liat, Ma, liat!" Kepala bocah itu baru saja menyembul dari balik meja makan. Dia menunjuk ke bawah dan kembali merecoki ibunya. "Mereka pegangan tangan, Ma."

Seketika aku dan Aksara melepaskan genggaman tangan kami. Lalu berdeham kecil.

"Fatih... Kamu gak boleh gitu, Sayang," ucap Mbak Renja salah tingkah.

Anaknya yang menyebalkan itu tetap ngotot. "Tapi mereka berantem, Ma. Mereka cubit-cibitan."

Seketika banyak suara batuk yang terdengar. Duduk semua orang yang berada di sini jadi tidak tenang. Terutama aku. Semua mata tertuju padaku dan Aksara. Heidi tersenyum mengejek. Mama hanya menggeleng maklum. Papa diam saja tak tertebak. Mbak Renja tersenyum salah tingkah. Dan bermacam-macam ekspresi lain yang membuatku ingin segera melarikan diri dari sini.

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang