40. Jangan Pernah Ngomong Kayak Tadi ke Laki-laki Lain

7.7K 802 44
                                    

"Pengkhianat!" ucapku pada Heidi.

Wanita itu cengengesan tidak jelas, lalu mulai merangkulku. "Sori, Ra, lo tau kan gue udah kejepit itu posisinya. Mau gimanapun lagi gue harus tetap jujur. Gak ada celah lagi buat bohong. Dia udah tau itu elo. Dia--"

"Shut!!!" Aku menutup mulutnya. "Gak usah banyak cingcong. Pembelaan lo gak dibutuhkan. Pantas lo tiba-tiba susah dihubungi. Dan sekarang lo malah jebak gue di sini? Ini rencana elo kan? Gak mungkin Aksara tiba-tiba tau gue di kamar mandi! Dan elo juga yang dorong gue masuk ke dalam. Dasar wanita ular!"

Heidi merangkulku. "Ih... Nora Cayang kan udah gue bilang gue terpaksa. Gue merasa bersalah makanya waktu itu gak balas-balas chat kamuhhh, Cayang."

Aku mendorong wajahnya menjauh. "Jijik."

"Jangan marah ya, jangan marah." Aku semakin jijik saja melihat tingkah Heidi. "Lagian kalo gue gak mengusulkan buat jebak lo di kamar mandi, sampe sekarang lo pasti masih ngegalau di kamar tanpa kejelasan. Lihat sisi baiknya, Nora."

Cih, aku tidak sudi mengakuinya. Tapi dia benar sih. Jika saja Heidi tidak menjebakku, aku tak akan pernah berani memberi penjelasan pada Aksara.

Baiklah, kumaafkan dia sekali ini.

Selanjutnya aku pergi ke rumah Aksara. Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa lebih memilih ke rumahnya saja. Kan bisa saja aku minta diantar pulang dulu, mandi dan dandan dulu, baru kami keluar makan di tempat yang layak. Benar, kenapa aku tak terpikirkan hal ini. Walaupun niatku makan di rumahnya bukan karena hal yang tidak-tidak, seperti tuduhannya kalau aku ingin berduaan, tapi tetap saja aku sekarang burik. Walau katanya tidak masalah, tetap saja aku BURIK.

Aksara melihatku yang BURIK?

Bukankah yang terpenting itu pendapat Aksara tentang penampilanku dibanding pendapat orang lain yang tidak dikenal?

Kenapa aku merasa tidak apa-apa tampil burik hanya karena dia bilang tidak masalah. Bisa saja dia hanya ingin menjaga perasaanku. Bisa saja dalam hati dia menganggapku cewek kotor yang menjijikkan.

"Kenapa kamu gigit-gigit kuku gitu?" Aku kembali ke dunia nyata. Di dalam mobil yang melaju pelan bersama Aksara. "Udah kelaparan banget? Makanya jangan gak makan. Bentar lagi kita sampai kok."

Segembel apa aku sampai makan kuku sendiri?

"Kamu bercanda?" semburku sambil menoleh padanya, lalu aku mengingat sesuatu dan langsung menunduk kembali. Kusentuh ujung hidungku dan merasakan minyak-minyak jahat merembes keluar dari pori-pori.

Kapan terakhir kali aku cuci muka?

Sebenarnya aku bicara dengan Aksara tadi dengan tampang seperti apa?

Aku menarik kaca dari atas dan hampir terpekik. Wajah sembab, kulit kusam berminyak, kantung mata, rambut acak-acakan yang menyembul keluar dari hoodie, bibir kering.

Makhluk jelek dari mana itu?

Aku lekas merapatkan hoodie-ku menutupi muka.

"Kamu kenapa lagi?" Alis Aksara menukik heran.

"Bisa antar saya pulang aja gak?"

Tiba-tiba mobil berderit hingga mendadak berhenti.

"Cenora kamu kenapa lagi?" Aksara memijat pelipis lalu memarkirkan mobilnya. "Kamu benar-benar gak bisa ketebak." Setelahnya ia menoleh dan wajahnya berubah lembut, "Ada apa, hm?"

"Aku mau mandi dulu," jelasku jujur. "Walau di rumah kamu, tetap aja aku jelek banget sekarang."

Dia tersenyum. "Kan udah dibilang gak apa-apa."

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang