Aksara masuk ke dalam ruangan. Membuatku langsung membuang muka jauh-jauh. Tanganku tanpa sadar mencengkeram sebuah botol kuat-kuat.
"Kenapa kamu ada di sini?" Kudengar langkahnya yang masuk semakin dalam ke ruangan ini.
"Memangnya kenapa kalau saya ada di sini," jawabku masih tak mau melihat ke arahnya. "Kamu sendiri kenapa ada di sini?"
Tak lagi terdengar suara langkah kakinya. "Cuma ngikutin perempuan yang mendadak lari dari kerumunan pesta. Ternyata kamu datang kemari. Ada sesuatu yang menarik di sini?" Langkah kakinya kembali kudengar. Saat kulirik sedikit laki-laki itu sedang memperhatikan sekeliling ruangan. Tanganku memencet-mencet botol yang kupegang dengan gelisah.
Aku harus segera keluar dari sini!
"Ini tempat yang bagus untuk pertemuan rahasia."
Tubuhku menegang. "Jadi sekarang kamu yang curiga saya punya hubungan dengan seseorang."
"Saya gak ngomong gitu. Kalau kamu merasa, saya gak bisa nyalahin kamu. Mungkin kenyataannya memang seperti yang kamu katakan tadi." Nada suaranya kembali terdengar menyebalkan untuk kalimat terakhirnya.
Rahangku mengetat mendengar penuturannya. Tanganku mencengkeram kuat botol malang di tanganku. Kembali laki-laki itu mencari gara-gara denganku.
"Jadi sekarang gantian kamu yang mau nangkap basah saya? Saya gak ngerti kenapa kamu selalu cari masalah sama saya. Lagi pula bukan urusan kamu saya mau ketemu siapa pun di---" Mataku membola. Botol itu mengeluarkan cairan menjijikkan mirip lendir. Aku mengerut jijik dan berusaha menyingkirkannya dengan tangan lain. Benda itu lengket. Ini lem.
"Memang benar. Saya gak berhak buat hal itu. Tapi kamu tahu kan saya punya minat ke kamu. Apa salahnya kalau saya mau jaga calon istri saya. Kalau-kalau dia mau mempermalukan diri sendiri dengan melakukan hal bodoh."
Tanganku mengepal erat dengan tuduhannya. Sampai teringat hal itu hanya membuat cairan lengket di tanganku semakin menyebar di seluruh permukaan tangan.
Aku mengumpat dalam hati. Mencari-cari sesuatu di rak untuk membersihkannya. Namun tak ada apa pun seperti lap atau yang lain. Telapak tanganku pun perlahan mulai terasa panas."Saya gak nyangka kamu memandang calon istri kamu serendah itu."
Aku harus segera pergi dari sini. Aku buru-buru menuju pintu tanpa melihat ke arah Aksara.
"Jadi pertemuan rahasianya dibatalkan? Kamu kabur sebelum ketemu laki-laki itu. Kalau saya tunggu di sini apa saya bakal ketemu sama dia?" cibirnya. Aku berbalik dan melihat Aksara memandangku penuh ejekan. Bagaimana bisa dia menghinaku begini. Inikah caranya untuk mendapatkan seorang wanita sebagai istri? Sampai neraka membeku juga tak akan ada perempuan yang mau dengan laki-laki sepertinya. Jelas Aksara memang tak mungkin punya selingkuhan. Bunga, rayuan, puisi, cokelat baginya hanya omong kosong tanpa fungsi. Dia jelas tidak tahu bagaimana cara menggunakan barang-barang tadi untuk mendapatkan wanita. Jadi tuduhanku kalau dia selingkuh memang tidak berdasar.
Selamanya Aksara Widan pasti akan membujang. Bodoh sekali wanita yang mau bersamanya nanti.
BODOH.
BENAR-BENAR ORANG T*L*L PALING G*BL*K YANG MAU JADI ISTRINYA NANTI.
Aku berdiri marah di depan Aksara. Mulutku bersiap menyerangnya dengan kata-kata. "Kamu itu ya," ucapku sembari menekan dadanya dengan telunjuk, bermak--- Sial. Aku tak bermaksud membuat jariku menempel di jasnya.
Kenapa pula lem ini cepat sekali mengering. Memangnya selama ini ada lem seperti ini?
"Apa yang kamu lakukan?" Mata Aksara menyoroti telunjukku yang tidak bisa dilepaskan dari pakaiannya.
"Diam kamu," ketusku lalu menarik jemariku sekuatnya.
"Kamu mau ngerusak pakaian saya? Cepat lepas."
Aku berdecak. Menarik semakin kuat sambil sebelah tangan mendorong rusuk Aksara. Namun susah sekali. Berkali-kali kulakukan tetap tak berhasil, sementara Aksara terus saja mengomel. Kutarik tangan kiriku dan sadar tanganku itu juga sudah menempel di jas Aksara.
"Sebenarnya kamu habis megang apa? Kenapa pakaian saya lengket sama tangan kamu." Dia tampak luar biasa jengkel.
Aku meringis sambil menjawabnya dengan kesal, "Saya gak sengaja megang lem."
"Kalau sudah tahu habis megang lem kenapa malah megang-megang saya?"
Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Kaget luar biasa mendengar kata 'megang-megang' itu. "Siapa yang megang-megang kamu?" jeritku.
"Jelas-jelas kamu lagi megang-megang saya sekarang." Ditunjuknya kedua tanganku yang dengan kurang ajar menempel padanya. "Siapa pun yang lihat mereka pasti berpikir kamu sedang menggoda saya."
Kurasakan panas di tanganku berpindah ke pipi. "Sa-saya gak sengaja tahu."
"Jelas-jelas kamu sengaja nyentuh dada saya."
Mulutku mangap tak percaya. Malu bukan main. Tapi terjebak tak bisa melarikan diri. "Itu karena saya kesal."
"Tetap saja kamu gak bisa sembarangan nyentuh dada cowok."
"Argh," jeritku frustrasi.
***
Sincerely,
Dark Peppermint
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY MAID
ChickLitGara-gara perkara novel panas, Cenora menjadi pembantu rumah tangga. Lah, bagaimana bisa? Cenora yang tersohor itu kan anak konglomerat yang menjadi kiblat sosialita muda. Alasan pertama, Cenora belum mau menikah. Kedua, ada laki-laki gila yang ngeb...