58. Ikatan Suci

13.3K 740 47
                                    

Katanya hal yang biasa kalau wanita menjadi ragu dan takut menjelang pernikahan mereka. Karena setelah ijab kabul diucapkan semuanya akan berubah. Hidup yang selama 25 tahun ini kujalani akan berbeda. Sangat berbeda.

Rumah yang sedari kecil kutinggali akan segera kutinggalkan. Tak akan ada lagi mama yang berisik saat aku tak kunjung bangun. Tak akan ada lagi papa yang sibuk dengan tabletnya sambil meminum kopi. Tak akan ada lagi Ceasar yang setiap tingkahnya membuat rumah menjadi ramai. Ya, keluarga kami memang sudah jarang berkumpul lengkap saat di rumah. Terutama ketika Caesar beranjak dewasa dan memilih untuk tinggal sendiri. Tapi pernikahan ini membuatku ingat semua momen dengan keluarga. Kebersamaan kami dulu terputar kembali dalam ingatanku tanpa diminta.

Caesar yang memecahkan gucci dari China dengan mobil-mobilannya.

Mama yang senang memulai hobi baru namun seminggu kemudian lekas bosan.

Papa yang memarahiku saat aku mencoba bolos pertama kali waktu SMP.

Mama yang rempong mengomentari pakaianku saat aku beranjak remaja.

Papa yang pasrah setiap kumintai uang jajan lebih.

Caesar yang terus keluar diam-diam saat dia mulai beranjak remaja.

Semuanya. Aku kembali mengingat semuanya. Hal yang tak kusangka ternyata masih sejelas ini di dalam ingatanku.

"Bang Aksa sama keluarganya baru aja datang," ucap Heidi begitu masuk ke dalam kamarku. Membuat jantungku langsung bertalu cepat. "Banyak banget seserahannya. Benar-benar kayak mau minang tuan putri dari negeri jauh."

Aku pun tersenyum malu. Jujur saja penasaran setengah mati dengan Aksara yang baru tiba. Bagaimana penampilannya, bagaimana dia menemui papa dan seluruh keluarga. Bagaimana perwakilan dia dan keluarganya menyampaikan maksud untuk meminangku. Aku ingin tahu semua yang mereka lakukan. Yang dia lakukan.

Aku ingin melihat bagaimana seriusnya ia saat memintaku. Bagaimana senyumnya saat kami bertemu nanti.

"Itu bibir bisa koyak lama-lama," kometar Heidi menyadarkanku.

"Ngerusak momen aja lo," sahutku. Namun komentarnya tak menghilangkan sedikitpun euforia yang kurasakan sekarang. Jujur aku masih merasa takut, khawatir, terutama dengan apa yang akan terjadi besok. Namun, membayangkan Aksara membuatku merasa lebih tenang. Karena entah bagaimana, aku yakin semua akan baik-baik saja.

Setelah beberapa lama menunggu, papa dan mama masuk ke dalam kamar. Mama tampil sangat cantik malam ini. Dan belum apa-apa matanya sudah sembab memerah. Sementara papa terlihat seberwibawa biasanya.

Mereka duduk di dekatku. Papa lalu mengatakan maksud kedatangan Aksara dan menanyakan kesiapanku kembali.

"Kamu benar-benar sudah yakin?"

Aku mengangguk. "Nora yakin, Pa."

"Padahal dulu kamu sampe kabur karena Papa suruh kamu ketemu dia." Papa tersenyum lucu.

"Siapa yang kabur. Nor-" Aku tak bisa menjelaskan kalau aku bukannya kabur melainkan sedang menyamar menjadi orang lain. "Ya, mau gimana. Gak ada angin gak ada ujan, Papa nerima lamaran laki-laki yang bahkan gak Nora kenal tanpa minta persetujuan lebih dulu."

Papa tertawa pelan. "Tapi kamu suka kan?"

"Ih... awalnya enggak ya."

"Tapi sekarang suka kan?"

"Ya, suka."

Papa tertawa kencang mendengarnya. Lalu wajahnya pun berganti serius. "Maaf karena Papa begitu saja menerima dia dulu. Papa belum pernah bertemu laki-laki yang seberani dia. Bukannya langsung pendekatan ke kamu, tapi Aksara meminta izin ke Papa lebih dahulu sebelum mendekati kamu. Dia langsung menyampaikan niatnya yang ingin serius seorang diri. Tapi tentu saja Papa gak akan paksa kamu kalau pada akhirnya kamu gak suka sama dia. Aksara pun pernah menyampaikan pada Papa kalau semua keputusan akan dia serahkan ke kamu dan dia akan terima semuanya.

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang