55. Meninggalkan Keluarga

6.3K 638 14
                                    

Sebulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebulan kemudian...

Sejak kusentil tentang dirinya yang tidak mau berpikir, Aksara berkontribusi lebih banyak dalam persiapan pernikahan kami. Dia memberi saran tentang gedung, dekorasi, gaun pengantinku, bahkan menu apa yang ia inginkan saat acara diberlangsungkan nanti.

Ya, tentu saja kebanyakan pilihan aku yang menentukan, dan jangan lupakan Mama juga. Bahkan menurutku Mama ingin menandingiku dalam menentukan pestaku.

"Pernikahan identik warna putih. Jadi bunganya juga putih. Jangan mawar aja dong. Pake bunga lain juga."

"Payetnya jangan cuma di bagian dada. Kalau kebayanya cuma kayak gitu nanti Mama diejek teman Mama."

"Pake dia aja. Bagus MC-nya. Mama pernah liat di undangan teman Mama. Seru orangnya, Mama suka."

Dan Mama hampir tidak bisa dibantah. Semua yang dia sarankan maunya dituruti.

"Jangan. Kami gak pinter milih. Jelek itu. Nanti malu kita kalau kamu pilih yang itu."

Intinya selama proses persiapan ini aku lebih sering bertengkar dengan Mama dibanding dengan Aksara. Malah hubungan kami adem ayem saja. Tak ada maslaah. Tak ada lagi perdebatan. Paling hanya ngambek-ngambek kecil biasa. Bumbu-bumbu dalam hubungan seperti pasangan pada umumnya.

"Hmm, enak, Non." Bi Lela mengacungkan jempol padaku. "Non sekarang udah pintar masak. Udah mau jadi istri orang juga. Gak nyangka secepat ini. Padahal kayaknya baru semalam Non nangis karena susunya tumpah."

Aku tersenyum meringis. Akhir-akhir ini aku bosan sekali mendengar kata-kata itu. Aku yang sebentar lagi menikah padahal belum lama ini masih poop di celana, belum lama ini aku menangis karena kaki Barbie-ku patah, aku yang belum lama ini ngambek karena rambutku ditarik Caesar, dan hal yang mereka rasa terjadi belum lama ini.

Ditambah puji-pujian karena sekarang aku sudah bisa masak. Benar sekali, sebulan ini aku rajin memasak dibantu Bi Lela. Jika di rumah Aksara ada Bi Lilis maka di rumahku ada Bi Lela. Yang sudah bekerja di sini sejak aku kecil. Tapi kurasa hubungan keluarga kami dengan Bi Lela tidak sedekat hubungan keluarga Aksara dengan Bi Lilis.

Tapi tetap saja, sejauh aku bisa mengingat masa kecilku, ada Bi Lela di sana.

"Ya kan bentar lagi Nora mau nikah Bi, harus bisa masak dong."

Bi Lela mengangguk. "Benar itu. Zaman sekarang banyak perempuan yang merasa masak dan ngurus rumah bukan tanggung jawab mereka lagi. Tapi menurut Bibi tetap aja penting. Karena pasti ada kebanggaan sendiri sewaktu kamu masak buat keluarga kamu nanti."

Aku tak pernah menyadari arti Bi Lela buatku selama ini. Karena dia asisten rumah tangga kami, kurasa memang sudah selayaknya dia melakukan semua tugasnya. Mengingatkanku makan, membawakanku bekal, memasak bubur saat aku sakit, dan hal-hal lainnya. Apalagi di rumah kami ada banyak pembantu, aku tak pernah merasa dirinya spesial. Tapi sekarang setiap melihat dirinya dan semua orang di rumah ini aku merasakan sesuatu yang aneh. Aku mulai mengingat semua hal yang kulakukan dengan mereka. Aku mulai mengingat semua kebaikan mereka. Dan... aku menyadari bahwa mereka semua berharga.

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang