21. Ucapan Selamat

7.6K 758 11
                                    

Nora selamat ya. Katanya kamu mau nikah.
---ucapan selamat dari teman SMA yang tidak akrab

Barakallahu laka wabaaraka alaikuma wa jamaa bainakumaa fii khoir, Kak Nora.
---ucapan selamat dari adik tingkat yang superalim

Selamat mengarungi bahtera rumah tangga anak kami Cenora Dhananjaya.
---ucapan selamat dari salah satu bibi

Cie... Yang mau merried.
---ucapan selamat dari teman kuliah

Haduh, setelah ketahuan Aksara gak selingkuh kalian mainnya cepat banget ya. Selamat deh.
---ucapan selamat dari Laura

Nora serius mau nikah? Selamat ya.
---ucapan selamat dari Andin

Nora!!! Serius mau langsung kawin sama Bang Aksa? Terus apa gunanya semua kerja keras gue selama ini kalau kalian langsung kawin aja. Tapi ya, selamat deh. Lo jadi kakak ipar sepupu, kakak sepupu ipar, atau gimana sih sebutannya. Semoga langgeng ya.
---ucapan selamat dari Heidi

Mbak Nora nama saya Kin Adibrata Widan. Saya adik laki-laki calon suami Mbak. Saya cuma mau bilang saya mendukung hubungan kalian berdua. Saya senang Mbak yang jadi kakak ipar saya. Saya dengan sangat tulus mengucapkan selamat menempuh hidup baru. Semoga sakinah mawaddah warrahmah.
---ucapan selamat dari Kin

Katanya lagi nyelidiki tunangan kakak selingkuh atau enggak. Kok tiba-tiba mau nikah.
---anggap saja ini ucapan selamat dalam bentuk yang sedikit unik dari Minna

Sepertinya ada yang salah dari semua pesan yang masuk ke ponselku. Mereka semua mengucapkan selamat seolah aku sudah menikah dengan Aksara. Walaupun sekarang aku sedang ada di rumahnya dan sedang menghancurkan dapurnya untuk membuat makan malam, kami tidak dalam hubungan seperti itu. Dan lagi, siapa sih sebenarnya yang terus menyebarkan berita tentang kami. Kukira yang tahu kejadian semalam hanya aku, dia, oma, granny, dan Caesar. Bahkan Minna tahu berita tersebut. Gadis yang setahuku tak tertarik dengan gosip-gosip yang beredar. Biasanya Minna---

Minna tahu?

MINNA TAHU?

Lalu apa kabar dengan Malik?

Sejak kemarin dia tak ada menghubungi. Apa dia tahu makanya tidak menghubungi. Tidak. Itu sangat wajar. Malik kan memang jarang menghubungi kecuali ada yang penting. Bahkan selalunya aku yang chat duluan.

Namun itu tidak penting sekarang. Aku memasukkan ponsel asliku ke dalam saku. Sekarang alasanku membawa ponsel karena aku ingin memesan makanan sendiri. Selama ini karena hanya membawa ponsel butut, aku selalu meminta bantuan Heidi untuk membelikan makanan.

Sudah sekitar setengah jam setelah aku memesan makanan untuk Aksara. Aku tak mengerti dengan orang itu. Tiba-tiba dia ingin makan rendang. Rendang? Aku jadi heran Bi Lilis itu sejago apa masak. Aksara selalu minta makanan yang macam-macam, jadi kemungkinan dia banyak menguasai resep makanan kan? Namun yang aneh, kata Bi Lilis Aksara jarang makan di rumah.

Jarang apanya.

Aku meninggalkan dapur yang superberantakan. Sejak pagi aku belum sempat mencari novelku karena sibuk sekali. Aku akan mencari novelku sebentar lalu membersihkan dapur. Jika tidak, aku pasti terus-terusan menunda untuk melakukannya.

Aku tiba di kamar Aksara dengan membawa tangga dari gudang. Aku menempatkan benda tersebut di depan sebuah lemari lalu menaikinya. Sebuah kotak yang telah lama kuincar pun terlihat. Kutarik benda itu lalu membawanya turun. Begitu berada di lantai kubuka tutup kotak itu dan melongo.

Kuangkat benda tersebut dan memperhatikannya dengan saksama.

"Ini robot? Buat apa dia nyimpan mainan bocah gini di atas lemari?" Aku mendesah kecewa dan mengembalikan benda tersebut ke tempat semula. Setelahnya kutaruh kembali kotak tersebut di atas lemari.

Rasa penasaran yang membuatku sempat tak bisa tidur di malam hari hilang digantikan kekecewaan, yang anehnya, benar-benar terasa menjengkelkan. Tapi untunglah itu bukan salah satu koleksi k*lor Aksara. Aku tak ingin menemukan salah satu koleksinya lagi.

Aku kembali mencari di meja dan kasurnya. Aksara berkata dia membaca novelku setiap malam. Bisa saja benda tersebut dia selipkan di balik bantal atau semacamnya. Kuperiksa semua tempat yang sekiranya bagus untuk tempat menyembunyikan sesuatu dan tak menemukan apa pun.

"Atau jangan-jangan..." Aku menoleh ke lemari dan mataku menatap sebuah laci. Tempat kenangan buruk sebagai maling itu bermula. Entah karena dia malu atau apa, aku tak pernah menemukan dalaman di pakaian kotor Aksara. Masa dia tidak pakai dalaman? Hua... Tidak mungkin. Jelas-jelas yang kutemukan malam itu, ekhem, s*mv*k. Jadi aku menyimpulkan dia malu untuk menunjukkan benda tersebut. Mungkin dia menganggap aku masih lumayan muda, berbeda dengan Bi Lilis.

Jadi kalau begitu, pertanyaannya, di mana Aksara mencuci k*lornya? Laundry. Ya, pastilah. Aku tak bisa membayangkan Aksara mencuci sendiri benda tersebut.

Hah... Sudahlah.

Mungkin Aksara berbohong telah membacanya. Memangnya dia tak punya pekerjaan. Aku pun lekas turun sambil membawa tangga dengan susah payah. Benar-benar lucu aku membopong-bopong benda ini seperti pekerja kasar. Begitu sampai di bawah aku mendengar deru mobil yang sangat familier selama beberapa hari ini.

Syukurlah kelopak mataku masih berfungsi dengan baik. Jika tidak mataku pasti sudah jatuh dari tempatnya karena membelalak.

Lekas aku berlari menuju pintu dapur.

Brak.

Tangga sial itu malah terlepas dari genggamanku. Dan mirip adegan klise di film-film benda itu secara kebetulan menimpa kakiku. Tanpa sempat meringis guling-guling memegangi kaki, aku bangun dan menyeret benda tersebut menuju pintu dapur. Saat aku membuka pintu tersebut, pintu depan terbuka. Kulempar tangga tersebut keluar, lalu berlari menuju meja dapur.

Ha... Aku selamat.

Aku tersenyum gembira, dan melihat bagaimana berantakannya tempat ini. Kompor kotor penuh minyak dan bahan makanan yang berjatuhan. Kuali-kuali, mangkuk, piring, baskom, dan peralatan lainnya menumpuk di tempat cuci piring. Blender belum dicuci dan tutupnya tercampak ke dekat pintu menuju ruang tengah. Talenan, pisau, dan peralatan lain bercecar ke mana-mana.

Langkah-langkah kaki membuatku berlari menuju tutup blender. Kusepak benda tersebut entah ke mana tepat saat Aksara muncul.

"Udah pulang Mas?"

"Iya. Hari ini saya pulang cepat." Dia tersenyum lalu melirik ke dapur. Aku bergerak ke arah pandangannya, menutup kerusakan yang kuperbuat.

"Jarang-jarang Mas pulang cepat." Aku tertawa kecil mirip orang bodoh.

"Iya." Dia melirik ke kiri dan aku bergeser kembali.

"Gak mau ganti baju Mas."

"Iya."

Iya, iya, mulu.

"Kamu masih masak, Nem?"

Tak kusangka pertanyaan sederhana begitu bisa terdengar sehoror ini. Aku menelan ludah susah payah. Dan mengangguk. "Gak tahu Mas mau pulang cepat. Kalau enggak kan saya masak lebih cepat."

Kalau enggak kan aku mesan makanan lebih cepat.

"Oh, oke. Gak usah buru-buru. Saya belum mau makan."

Aku mengangguk dan tersenyum senatural yang kubisa. Namun dapat kurasakan mulutku kaku.

"Kalau gitu saya ke atas---"

Ting-tong!

Mataku semakin membola.

Ting-tong.

Ting-tong.

Ting-tong.

Sialan. Dia mau menghancurkan bel rumah orang!

"Saya aja yang buka pi---"

"JANGAN!" jeritku.

Itu mungkin makanan yang kupesan.

***

Sincerely,
Dark Peppermint

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang