Gara-gara perkara novel panas, Cenora menjadi pembantu rumah tangga.
Lah, bagaimana bisa? Cenora yang tersohor itu kan anak konglomerat yang menjadi kiblat sosialita muda.
Alasan pertama, Cenora belum mau menikah.
Kedua, ada laki-laki gila yang ngeb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sumber: Pinterest
________
Aku baru saja turun dari mobil saat seorang pria berlari ke arahku.
"Biar saya bantu Bu," ucapnya setelah berdiri di depanku. Pria itu tak terlalu tinggi. Malah hampir sama denganku yang saat ini mengenakan heels setinggi 7 senti. Dia tersenyum amat lebar.
"Oh, gak usah. Saya bisa sendiri kok," tolakku sopan. Aku tidak tahu dia siapa. Dan sepertinya bukan satpam juga.
"Duh, masa iya saya diam aja ngeliatin ibu bos bawa barang-barang gini."
Aku mendelik. "Ibu Bos?"
"Iya." Dia tersenyum secerah matahari pagi. "Ibu calon istrinya Pak Aksa kan? Ibu Bos berarti."
Ibu Bos katanya? Ya Tuhan hampir saja aku nyengir kuda mendengarnya.
Tapi sebagai Ibu Bos aku tak bisa kelihatan bodoh begitu, jadi aku tersenyum seanggun dan secantik mungkin. Dengan tawa merdu kecil sebelum berkata, "Dari mana kamu bisa kenal calon istrinya Pak Aksa? Saya aja baru pertama kali datang ke sini."
"Kenal dong, Bu Bos," sahut pemuda itu. "Sebelum Pak Aksa melamar Ibu juga kami udah tahu siapa gebetannya."
Ge-gebetan? Aksara punya gebetan lain sebelumnya atau akulah si gebetan yang mereka tahu itu?
Aku mulai tertarik dengan anak ini.
"Gebetan? Gimana bisa kalian tahu gebetannya?"
Senyum pemuda itu bertambah lebar. "Ibu gak tahu ya. Satu kantor ini tahu Pak Aksa suka sama ibu dari dulu."
Aku sebaik mungkin menyembunyikan jerit histerisku. Dari dulu? Ya Tuhan. Jadi benar dia sudah suka padaku dari dulu? Seperti yang dikatakan Mbak Renja?
Pemuda yang bersemangat itu kembali melanjutkan, "Pak Jeno, Pak Satria, Pak Andra kan sering banget bahas-bahas tentang Ibu buat ngisengin Pak Aksa. Jadi kami semua tahu. Pas akhirnya kalian tunangan Pak Andra traktir kami semua semalaman." Dia tersenyum polos. "Makasih ya Bu udah mau sama Pak Aksa. Sejak kalian tunangan Bapak udah gak gila kerja lagi. Jadi kami semua bisa pulang tepat waktu."
Aku tertawa mendengar kata-katanya. Aku ingat ucapan Bi Lilis yang mengatakan kalau Aksara dulu memang jarang pulang tepat waktu. Makanya tak pernah makan malam di rumah. Jadi dia pulang lama itu untuk menyiksa anak buahnya seperti ini.
Aku terus bercakap-cakap dengan pemuda itu sampai kami tiba lantai ruangan Aksara. Jujur saja aku sudah sering mendengar tentang teman-teman Aksara. Jeno, Andra, dan Satria. Tapi aku tak pernah bertemu dengan mereka. Aksara tak pernah mengajak. Dan saat aku menawarkan diri untuk ikut dengannya saat ia ingin bertemu mereka, Aksara menolak dengan tegas. Aku sempat berkecil hati dia tak mau mengenalkanku dengan temannya.
Tapi sekarang aku jadi bertanya-tanya alasan sebenarnya dia melakukan hal tersebut. Apa dia takut teman-temannya membongkar aibnya? Atau menceritakan sejak kapan Aksara menyukaiku.