33. Kin dan Diasy

5.7K 690 44
                                    

Aku akan menjelaskan sedikit apa yang sebenarnya terjadi di sini. Tidak, lebih tepatnya aku akan menceritakan apa yang sebelumnya dikatakan Kin padaku. Aku kan belum tahu apa yang dia katakan adalah kebenaran. Tapi kuharap sih begitu.

Jadi Kin berteman dengan beberapa anak di sekolahnya. Empat orang laki-laki. Mereka semua terkenal kaya dan berkuasa. Anggaplah seperti kelompok-kelompok cowok populer di drama. Kin mengaku mereka cukup akrab dan nongkrong bersama. Tapi di beberapa kesempatan masih sering tidak ikut karena anak-anak itu seperti tidak ada kegiatan lain selain bersenang-senang.

Di beberapa kesempatan Kin tahu teman-temannya terkadang mengganggu beberapa anak lain. Tapi jujur saja ia tak terlalu peduli.

"Itu bukan urusanku. Terserah mereka mau gimana. Lagi pula aku gak pernah ngeliat mereka sampai ngelakuin hal yang parah. Dan yang kayak gitu paling satu dua orang aja. Yang lain kelihatan gak peduli dengan perbuatan teman mereka yang lain. Jadi aku juga ogah-ogahan sih," ucap Kin kala itu.

Sampai pacar salah satu temannya hamil. Ya, cewek ini bodoh banget. Cewek bodoh inilah yang bernama Daisy tadi. Bak kisah di drama-drama murahan Daisy yang merupakan gadis kampung biasa-biasa saja berpacaran dengan salah satu anak orang terkaya di sekolah, Fredy. Dari cerita Kin Daisy ini polos dan percaya banget sama pacarnya. Dia sama sekali tidak percaya waktu orang-orang berkata bahwa Fredy hanya main-main saja.

Entah dia yang terlalu percaya kisah Cinderella atau si Fredy memang sangat manipulatif, intinya Daisy menjadi gadis yang paling dibenci di sekolah. Karena selain bebal saat diberi tahu, perlahan dia berubah sombong karena berpacaran dengan pemuda itu. Dia beranggapan orang-orang berkata jelek tentang pacarnya karena iri.

Sampai akhirnya gadis tersebut hamil. Kin bercerita dia tak sengaja mendengar percakapan antara Fredy dan Diasy.

Di sini lah Kin berlagak bagai pahlawan kesiangan. Ia menegur Fredy dan menyuruhnya bertanggung jawab. Sialnya Fredy pandai berkelit dan memiliki kemampuan untuk keluar dari masalah. Dan yang lebih sialnya lagi, si Diasy ini malah mengancam Kin untuk membantunya. Jika tidak dia akan berkata pada orang-orang bahwa anak itu adalah anak Kin.

Drama sekali ya. Aku jadi tertarik membukukan cerita ini. Apalagi jika kuberi embel-embel kisah nyata, pasti banyak yang tertarik. Tapi sekarang itu tidak penting. Nanti saja kupikirkan dapat untung dari kisah Kin itu.

Selanjutnya, Kin tidak terima. Dia berkata silakan saja. Tapi si Diasy ini menunjukkan senjata paling mutakhir. Menangis.

Dan Kin yang juga bodoh itu merasa kasihan. Dan sejujurnya ia juga takut Diasy menuduhnya. Apalagi ternyata Fredy juga mengetahui hal tersebut dan bermaksud membuatnya menjadi kambing hitam.

Apalagi tes DNA belum bisa dilakukan saat ini. Sebenarnya bisa sih. Tapi beresiko besar terhadap keselamatan bayi. Apalagi kondisi sang ibu sangat tidak baik.

Intinya sejak itu Kin diam-diam membantu Diasy. Si gadis kampung yang sekolah dan tinggal sendirian di Jakarta. Hal inilah yang membuat uang jajan Kin cepat habis. Calon adik iparku yang baiknya cenderung bodoh ini memenuhi semua kebutuhan hidup gadis itu.

Meski si Diasy malang sekali nasibnya. Tapi aku tetap kesal dengannya. Mesti terpepet tak seharusnya dia mengancam orang yang baik padanya.

"Jadi kamu mau bilang bukan laki-laki ini ayah dari anak adik saya?" amuk kakak perempuan Diasy setelah aku dan Kin menceritakan semuanya versi kami. "Tuh kan kalian mau menghindar--"

"Bisa kamu tanyakan dulu pada adik kamu," potongku. "Dari cerita adik saya begitulah kejadiannya. Tapi saya belum dengar apa pun dari adik kamu. Jadi sekarang saya mau dengar cerita ini dari sudut pandangnya. Sebelum kita mendengar cerita dari dua belah pihak bukannya tidak adil kalau langsung menuduh." Aku menatap perempuan yang tampak kacau itu. "Jadi apa benar cerita yang disampaikan Kin pada saya? Kamu gak perlu takut, katakan saja sejujurnya. Saya gak akan bela Kin kalau dia memang salah. Tapi itu juga berlaku sebaliknya. Saya gak akan tinggal diam kalau kamu menipu saya dan menuduh adik saya yang tidak-tidak."

"Apa seperti ini cara kamu bicara pada orang yang lagi dalam masalah besar? Dia lagi hamil! Dan orang yang menghamilinya sekarang tidak mau bertanggung jawab." Perempuan menyebalkan itu mengamuk lagi. Jika bisa bertindak semaunya ingin sekali aku menjambak rambutnya.

"Maaf. Tapi saya hanya berusaha bersikap senetral mungkin. Saya akan bela adik kamu kalau dia benar. Tapi saya juga gak terima ditipu. Bukan cuma adik kamu saja yang menderita di sini, adik saya juga. Jadi jangan egois dan hanya mau adik kamu saja yang aman."

Perempuan itu terdiam. Tapi jelas sekali dia kesal padaku.

Diasy yang sejak tadi diam melirik Kin, kemudian beralih padaku dengan takut-takut.

"Jangan takut," ucapku menenangkan. "Kamu hanya perlu jujur."

Si Kakak langsung menyambar, "Iya. Jujur saja. Katakan semua yang kamu bilang ke Kakak semalam."

Ha? Jadi perempuan itu bersikap begitu karena cerita dari Diasy? Apa yang gadis itu ceritakan?

Jujur saja ini membuatku takut. Bagaimana kalau Kin yang berbohong?

"Diasy katakan saja. Saya gak akan menyakiti kamu kalau kamu jujur. Kalau saya berniat buruk saya gak akan datang ke sini sendiri."

Selanjutnya apa yang dikatakan Diasy membuat duniaku jungkir balik.

"Apa itu benar?" tanyaku memastikan.

"Masih belum percaya juga. Diasy sudah berkata jujur. Sekarang kamu urus saja adik brengsekmu itu baik-baik dan pikirkan bagaimana cara kalian bertanggung jawab sama Diasy. Saya gak mau tahu, pokoknya dia harus mendapat perlakuan yang sesuai."

"Itu gak benar," ucap Kin. "Kenapa kamu bohong?" Dia menatap gadis itu marah dan juga sakit hati. Sementara Diasy tak berani menatap Kin sama sekali dan mulai menangis.

"Kamu masih belum mau mengaku juga?" amuk kakak perempuan Diasy. "Dan sekarang kamu malah membuat adik saya menangis "

"Oke, kalau ini yang kamu mau," kata Kin. Wajahnya mengetat pertanda emosi. "Kalau ini balasan kamu sama semua pertolonganku, oke, aku terima. Aku akan tanggung jawab sama anak kamu."

Aku tersentak mendengar perkataan Kin. Lalu dia melanjutkan, "Tapi gak selamanya kamu bisa nyembunyiin ini. Begitu anak kamu lahir, ayo kita tes DNA. Dan lihat siapa yang bohong saat itu. Dan kalau kamu yang bohong," Kin melihat padaku. "Kakak bakal bantu aku balas semua ini kan? Terserah kalau Kakak gak percaya samaku sekarang. Tapi kalau saat itu aku bisa membuktikan aku gak salah, Kakak mau kan bantu aku? Karena saat itu masa depanku pasti udah rusak karena fitnah mereka."

Wah, Kin, adikku ini keren sekali.

"Tentu. Kakak ada di pihak yang benar."

Lalu kemudian, tangis perempuan itu bertambah pecah dan ia tak sadarkan diri.

Ya Tuhan, apa lagi ini?

***

Sincerely,
Dark Peppermint


LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang