26. Ada Apa dengan Kin

6.6K 681 13
                                    

"Cuma ini?" cela Minna saat melihat beberapa makanan ringan diletakkan di atas meja. "Seharusnya aku gak usah datang waktu dengar tempat ketemuannya di minimarket."

Sialan.

Dari luar Minna itu gadis cuek yang dingin. Namun seperti inilah sifat aslinya. Saat tahu aku anak konglomerat dia memanfaatkanku sebaik mungkin setiap aku butuh bantuannya.

"Jadi kamu mau apa? Steik?" sinisku.

"Seharusnya Mbak yang inisiatif langsung bawa aku makan steik dong. Kalau aku yang minta langsung kan gak enak." Gadis itu mendengus, lalu dengan enggan membuka bungkus biskuit.

"Dimakan juga padahal."

"Mau gimana lagi."

"Kamu tuh gak pernah gak manfaatin Mbak ya."

"Mbak itu keinginannya ada-ada aja yang gak masuk akal. Kalau aku cuma nurutin Mbak tanpa imbalan, nantinya aku yang capek sendiri. Mending kayak gini kan."

Benar sih. Dan sifat semena-mena Minna ini malah membuat kami berdua lebih dekat dan tidak canggung.

"Jadi Mbak mau apa?" tanyanya sambil memakan biskuitnya.

"Oke, jadi Mbak langsung aja ya. Kamu tahu gak apa aja yang dilakuin Kin di sekolah?"

"Kin? Adik tunangan Mbak itu?"

"Iya."

"Enggak," jawab Minna tegas dengan tampang juteknya.

"Bukannya kalian sekelas?"

"Iya."

"Kamu masa gak tahu hal-hal tertentu tentang dia? Sama siapa biasanya dia main atau pulang sekolah biasanya ngapain."

"Aku gak tahu."

Aku mulai frustrasi. "Masa sedikit pun gak ada yang kamu tahu."

"Enggak ada."

Kutarik semua makanan di meja ke arahku dan juga merampas bungkus biskuit di tangan Minna. "Kamu gak boleh makan sebelum jawab yang benar. Masa gak ada sedikit informasi yang kamu tahu tentang dia."

Gadis itu mengembuskan napas lelah. "Yang kutahu, kami sekelas, dia berisik, gak bisa dibilangin kalau disuruh berhenti, dan iri setengah mati sama prestasiku."

Ha? Gimana?

"Iri setengah mati?" tanyaku dengan mata memicing. Bisa-bisanya dia mengatakan hal tersebut dengan percaya diri begitu.

"Iya. Setiap kutegur dia selalu bilang susah kalau ada murid teladan dan pintar. Artinya dia iri karena gak bisa sepintar dan seteladan aku kan?"

"Kayaknya Mbak rasa dia cuma kesal aja sama kamu yang kelihatan songong."

Minna memutar bola matanya. "Kalau cuma kesal aku songong atau jutek, dia bisa mencibir sifatku aja. Gak usah bawa-bawa prestasi dan menghubung-hubungkan hal itu dengan sifatku yang memang begini. Dia juga selalu ngungkit aku gak punya teman." Meski tak terlihat jelas, Minna kelihatan kesal di kalimat terakhir.

"Emang kamu punya teman?" ejekku sengaja mengganggunya.

"Punya dong. Walau cuma beberapa orang tapi lebih berharga dibanding teman-teman dia yang pal-"

Ini dia.

"Kamu yakin gak tahu apa pun tentang Kin?" interogasiku, merasa sudah mirip detektif.

"Enggak." Kedua tangan Minna menyilang di dadanya. Jika sudah begini biasanya sogokan berupa makanan tak akan mempan.

"Minna, Mbak gak tahu masalah ini tentang apa, tapi kalau menjurus ke hal-hal buruk, kebungkaman kamu ini bisa aja semakin menjerumuskan Kin. Kamu memang keliatan cuek, tapi Mbak tahu kamu anak yang baik. Kamu juga masih peduli sama teman-teman kamu kan?"

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang