30. Bocah Nakal Vs Kuntilanak

6.3K 753 29
                                    

Sialan. Kenapa bocah nakal semalam ada di sini?

"Om, aku semalam ketemu calon istri Om Aksa."

"Oh ya, lo ketemu di mana?" tanya Kin yang berjalan masuk sembari menggandeng tangan bocah itu.

"Kami makan malam bareng. Cantik, tapi dia oplas."

"Semua cewek lu bilang oplas, Bocah." Dia menggeleng melihat keponakannya. "Kok Om gak diajak sih semalam?"

"Kenapa Om harus diajak?" tanya anak itu polos. Yang sukses membuatku menahan senyum melihat tampang tak percaya Kin. Anak itu lalu protes pada Aksara yang baru saja masuk, "Mas, kok gue gak diajak semalam? Gue kan pengin ketemu kakak ipar juga."

Anehnya, Aksara menatapku yang berada di ambang pintu dapur sekilas, lalu beralih pada adiknya. "Mas juga gak ikut. Acara perempuan katanya. Cuma Mbak Renja sama keluarga Cenora yang datang."

"Oh, cuma cewek-cewek doang. Jadi kapan resminya nih? Kalian benar udah tunangan belum sih, kok gak ada rapat-rapat keluarga gitu?"

"Minggu depan Mas mau ketemu keluarganya."

"Serius? Gue juga ikut ya?"

"Gak usah."

"Lah, kan pertemuan keluarga. Gue kan juga keluarga elo, Mas. Lo... udah nyoret gue dari kartu keluarga ya? Gara-gara uang jajan?"

"Masih belum jelas. Nanti kalau Mas udah dapat jawaban yang jelas, Mas bawa kamu ketemu dia." Aksara naik ke lantai atas.

"Kuntianak!"

Mataku membelalak, begitu pula Kin yang melihat bagaimana bocah tidak sopan itu menunjukku. Lalu sekali lagi dia berkata, "Kuntilanak!"

Tawa Kin meledak, dan aku hanya bisa tersenyum kecut. Lalu melirik daster putih jelek yang memang sebelas dua belas dengan kain kafan ini.

"Itu bukan Kuntilanak, itu Mbak Inem. Pengganti sementara Bi Lilis."

Anak itu melihat omnya sekilas, lalu memandangiku lagi. Dengan sorot tajam yang menyebalkan. "Kuntianak."

Lu autis bocah? Dari tadi cuma nyebut kuntilanak mulu. Gak ada kata-kata lain apa?

"Maaf ya, Mbak, anak ini memang agak nakal."

Bukan agak lagi. Tapi amat sangat nakal. "Iya, Mas Kin, gak apa-apa. Namanya anak-anak."

"Mbak masak apa hari ini?" Kin berjalan menuju dapur.

"Sayur asem, Mas. Ada empal, ayam goreng, udang tepung, sama dadar juga."

"Wah, enak nih. Jadi laper." Kin sudah melepaskan bocah itu, lalu duduk di kursi meja makan. Sedangkan aku yang masih berdiri di ambang pintu dapur memelotot pada bocah bermata galak itu.

Rasakan. Seram kan dipelototi kuntilanak.

Namun bocah itu lawan yang tangguh. Disepaknya kakiku sebelum berlari sambil meneriakkan kuntilanak sekali lagi. Aku jatuh mengaduh memegangi kaki.

"Mbak kenapa?" tanya Kin yang sedang mengambil dua potong paha ayam.

"Aduh, Mas, kaki saya disepak." Biarkan saja. Aku akan mengadukan semua perbuatan anak itu.

Kin menasihati keponakannya, "Patih, Om kan udah bilang, Mbak itu bukan kuntilanak. Dia manusia. Jadi jangan takut."

"Tapi kuntilanak-nya melotot, Om. Seram."

Aku yang masih kesakitan dilirik oleh Kin. Diperhatikannya mataku. "Gak boleh ngomong kayak gitu. Walaupun mata Mbak itu aneh, seram, Patih gak boleh ngomong kayak gitu."

LADY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang