Aku mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk datangnya hari ini. Hal pertama yang kulakukan adalah meminta izin pulang cepat kepada Aksara dengan alasan lemas karena darah rendah. Aku tak mau pakai alasan sakit perut. Terlalu biasa.
Pukul enam sore aku sudah berada di apartemen. Lalu mandi dan mulai berdandan. Berdandan habis-habisan. Alis tebal. Smokey eyes dengan eyeshadow perpaduan dari light brown, amber dan hitam dengan gliter; Bulu mata badai supertebal; Eyeliner mata kucing yang tebal. Kontur hidung dan pipi yang agak berlebihan. Softlens cokelat. Dan lipstick berwarna nude. Awalnya aku tergoda memakai lipstick yang lebih gelap. Namun memastikan Aksara tidak langsung kabur melihat penampilanku adalah hal yang penting.
Maka dari itu aku membutuhkan waktu tiga jam untuk bersiap-siap sebelum bertemu di jam yang telah dijanjikan.
Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa aku full make-up sampai segitunya. Jawabannya adalah karena aku ingin berhati-hati. Minna mengenaliku yang versi pembantu. Kalau Aksara semakin sering melihat wajah asliku, aku takut dia mulai sadar aku adalah si Inem yang miskin, jelek, dan bernama kuno itu.
Jadi anggaplah Cenora asli dan Inem memiliki tingkat kemiripan lima puluh persen. Lalu Cenora asli pun memiliki tingkat kemiripan lima puluh persen dengan Cenora versi full make up. Jadi antara Inem dan Cenora full make up tingkat kemiripannya semakin jauh dong---nol persen.
Itu sih hanya kesimpulan ngawurku. Jujur aku pribadi lebih suka tampilan yang natural. Make up ini sama sekali bukan gayaku.
Pukul sembilan tepat aku tiba di tempat yang sudah dijanjikan. Aksara sudah menunggu di sana sambil meminum kopinya.
Begitu aku tiba di depannya Aksara butuh beberapa saat untuk sadar aku adalah orang yang membuat janji dengannya. Aku duduk dan dia berdeham. "Saya pesankan kopi yang sama kayak yang kamu minum dipertemuan pertama kita."
Aku melirik gelas di depanku sekilas lalu kembali menatap padanya. Baguslah dia sudah pesan minuman. Aku bisa langsung menyerangnya dengan bukti dan begitu dia tak bisa berkata apa-apa, akan kusiram dia dengan kopi yang dipesannya ini.
Huahaha...
Aku memegang pelipis sambil memejamkan mata, lalu mendesah lelah. Memperagakan dengan baik orang yang depresi dengan situasi ini. "Bagaimana bisa kamu setenang ini bicara setelah apa yang kamu lakukan di belakang saya," ucapku anggun sembari mengubah nada suaraku---sebisanya.
Aku membuka mata lalu menumpuk dua tanganku di atas paha dengan anggun. "Padahal belum ada sebulan sejak kamu tiba-tiba minta saya jadi istri kamu." Aku berbicara dengan tenang dan lembut. Namun masih terdengar nada sedih dan kecewa. "Saya kecewa. Padahal selama hampir dua minggu ini saya mempertimbangkan apa harus menerima lamaran kamu atau tidak." Aku menempelkan tangan di pipi, kembali memejamkan mata, lalu menggelengkan kepala dengan sedih.
"Kamu bicara apa?" Aksara melihatku seolah aku orang tak waras berpakaian karung goni yang mengaku sebagai putri Bill Gates.
"Aksara, saya tahu kamu berhubungan dengan perempuan lain."
Aksara masih tampak keheranan. Aku pun mengeluarkan ponsel dan menunjukkan bukti yang dikirim Andin dan Laura.
"Ini kamu di restoran sama perempuan itu. Kamu juga ngasi dia hadiah mahal. Dan..." Aku menutup mulut, tak sanggup melanjutkan kata-kata sambil tanganku menggeser gambar di layar ponsel. Setelah bisa menguasai diri aku kembali melanjutkan, "Terakhir kamu bawa dia ke hotel. Dan hanya Tuhan saja yang tahu apa yang kalian lakukan di sana."
Semburan gelak tawa membuatku mengernyit kesal.
"Jadi ini yang kamu lakukan berhari-hari menghilang. Mencari bukti perselingkuhan. Cenora kamu kurang cermat menggali informasi." Wajah Aksara tampak jail.
"Apa maksud kamu? Kamu pasti mau mengelak kan? Gak bisa. Di catatan resepsionis jelas kamu pesan kamar. Hotel itu milik sepupunya temanku. Kamu masuk ke kamar bareng perempuan itu."
Aksara tersenyum lebar yang sangat menyebalkan. "Cenora perempuan itu kakak saya."
Kini aku yang tertawa. "Gak mungkin. Masa kamu bawa kakak kamu sendiri ke hotel."
Incest?
"Jangan berpikiran yang enggak-enggak. Hari itu ulang tahun kakak saya. Sebenarnya dia mau berangkat ke Pulau Seribu malam itu juga sama suaminya. Tapi saya minta waktu dia sebentar sekadar buat makan malam dan nyerahin kado yang pernah dia minta. Entah karena alasan apa dia mau kado yang cukup mahal buat ulang tahunnya. Katanya sih pengin ngerasain kesuksesan adiknya.
"Intinya kami makan malam bareng. Terus ada yang numpahin minuman ke bajunya. Saya bawa dia ke hotel. Belikan baju. Jadi dia bisa ganti bajunya di sana."
Aku terperangah.
"Buat ganti baju doang kenapa harus pesan kamar?"
"Itu hari spesial dia. Saya mau dia merasa nyaman. Ganti pakaian di kamar mandi umum jelas gak nyaman kan? Setelah itu dia langsung ke bandara. Kalau kamu ingin tahu apa yang dilakukan 'selingkuhan' saya selanjutnya."
"Sa-saya masih gak percaya." Tolong banget, Nora, kamu bukan Inem. Jangan gagap.
"Kamu boleh cari tahu lebih lanjut biar lebih percaya. Tunjukkan aja gambar itu ke Heidi, dia pasti tahu itu kakak sepupunya."
Benar. Heidi tidak tahu apa-apa tentang semua ini. Aku berniat mengejutkan Heidi tentang keberhasilanku nanti. Sambil mengejek kalau ide bodohnya ini tidak berguna.
"Kalau masih gak percaya juga, kamu bisa datangi kakak sayalangsung. Tapi akhir-akhir ini dia agak galak." Aksara tersenyum yang masih sama menyebalkannya. "Dia diare sejak pulang dari Pulau Seribu. Mungkin bulan madu keduanya jadi gak tenang karena adik saya."
Adik? Kin?
"Adik kamu kenapa?"
"Kakak saya dapat telepon kalau adik saya berbuat ulah di sekolah."
Sial. Dia sama sekali tidak berbohong.
"Adik kamu tinggal sama kakak kamu itu?"
"Iya."
Tunggu. Tunggu. Jadi apa perempuan ini yang menghentikan uang jajan Kin dan membuat anak itu menerobos masuk rumah Aksara kemarin pagi? Orang yang kusumpahi diare itu? Jadi apa artinya kutukanku jadi kenyataan? Namun itu tidak penting. Rasanya aku sudah tidak punya muka lagi sekarang. Akan tetapi mulut bodohku ternyata masih tidak terima dikalahkan begitu telak.
"Jadi apa kamu yang nyebarin gosip kalau kita udah tunangan?"
Aksara lagi-lagi kebingungan. Mungkin dia tak menyangka perubahan topik yang agak mendadak ini. Tapi bodoh amatlah. Secepatnya pembicaraan tadi harus dialihkan.
"Saya gak ada nyebarin ke siapa pun."
"Kalau gitu kenapa orang-orang pada tahu?"
"Saya juga gak gahu. Saya gak ada cerita soal kamu ke seorang pun karena keputusannya belum jelas. Bahkan keluarga saya. Pas saya datang ke kantor besoknya, saya langsung diberi selamat. Saya gak tahu mereka dengar berita itu dari mana. Kamu sendiri yakin gak ada cerita ke siapa pun?"
"Ya, gak---" Kalimatku terhenti. Heidi. Aku cerita ke Heidi. Aku cukup yakin Heidi tak akan dengan sengaja menjadikan diriku bahan gosip ke orang-orang. Namun bisa saja dia cerita ke suaminya. Suaminya mungkin memberitahu salah seorang rekan kerja. Rekan kerja itu memberitahu rekan kerja lain. Rekan kerja lain mungkin punya istri atau pacar yang ia ceritakan tentang aku dan Aksara. Istri atau pacar tersebut cerita ke teman-temannya. Pada akhirnya, semua penduduk bumi pun tahu.
"Saya gak tahu kamu dapat pemikiran saya selingkuh itu dari mana atau siapa yang nyebar gosip tentang kita. Tapi saya mau minta izin satu hal."
"Apa itu?" jawabku cepat. Sejujurnya pantatku sudah gatal ingin beranjak dari sini.
"Saya minta izin buat kencan sama kamu malam ini."
***
Sincerely,
Dark Peppermint
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY MAID
ChickLitGara-gara perkara novel panas, Cenora menjadi pembantu rumah tangga. Lah, bagaimana bisa? Cenora yang tersohor itu kan anak konglomerat yang menjadi kiblat sosialita muda. Alasan pertama, Cenora belum mau menikah. Kedua, ada laki-laki gila yang ngeb...