"Hari Minggu gini kamu biasanya ke mana, Nem?"
Sejak kejadian semalam jantungku tidak bisa berhenti berdebar-debar setiap melihat Aksara. Jadilah sejak itu aku berubah menjadi pembantu yang benar-benar pendiam. Dan saat mereka semua makan bersama aku menjauh sampai acara mereka selesai.
"Gak ke mana-mana, Mas. Istirahat aja di rumah." Aku mengepel lantai sambil menunduk.
"Ah, kamu pasti capek ya. Semalam seharusnya kamu kerja cuma setengah hari, tapi gak bisa pulang sampai malam karena saudara saya datang. Seharusnya kamu libur saja hari ini," ucap Aksara yang saat ini sedang duduk santai di sofa sambil meminum kopi.
"Gak apa-apa kok, Mas. Mas juga ngasi saya bonus kan."
"Hari ini juga saya sarapan di rumah. Padahal saya yang bilang sabtu-minggu kamu cuma bersih-bersih saja."
"Bener, Mas, gak apa-apa." Aku memasukkan pengepel ke dalam alat pemeras dan menekannya. Masih dengan menunduk dalam.
"Kamu marah ya, Nem? Dari tadi nunduk terus. Benar kamu kecapekan? Saya antar ke tukang pijat mau?"
Orang satu ini. Sudah bertepuk sebelah tangan selama delapan tahun dengan seorang cewek masih saja baik pada perempuan lain.
Aku langsung menatap lurus padanya. "Gak perlu, Mas. Saya gak capek kok. Kerjaan saya juga sudah selesai sekarang." Aku menunjukkan seluruh ruangan ini yang sudah selesai kupel. "Kalau boleh, saya pulang sekarang."
"Kamu saya antar ya?"
Apa lagi sih. Tolong jangan dekat-dekat aku untuk beberapa hari ini.
"Gak usah, Mas," tolakku sembari mengangkat ember dan kabur ke kamar mandi dapur.
"Kenapa gak mau?"
"Ah!!!" jeritku kaget melihat Aksara sudah di depan kamar mandi. "Mas ngagetin aja."
Dia tersenyum lucu. "Akhirnya kamu marah-marah lagi."
"Kapan saya marah-marah?" cicitku.
"Sering kok. Kadang-kadang tanpa sadar nada suara kamu jadi tinggi kalau lagi bahas sesuatu. Kamu juga aslinya lebih ekspresif."
Jadi dia memperhatikanku sampai segitunya.
"Saya tetap gak akan mau diantar." Aku melewatinya keluar dari kamar mandi. "Gak enak dilihat kalau Mas terlalu baik sama saya."
"Loh emangnya kenapa?"
Aku mendelik mendengar jawaban tidak pekanya. "Ya, gak boleh lah Mas terlalu baik ke perempuan lain sementara udah punya tunangan." Bukannya ini sudah pernah dibahas ya?
Dia tampak berpikir sejenak. "Dia gak mungkin marah," jawabnya percaya diri. "Lagi pula dari dulu saya sudah sering ngantar Bik Lilis pulang. Apa salahnya saya antar kamu pulang juga."
Masalahnya gue baper. Kalau khilaf dan gue nyamber bibir yang kissable itu kan berabe.
"Gak bisa, Mas," tolakku tegas. Tidak ada lagi si Inem yang bersahaja itu. Hanya ada Inem si janda anak satu yang berusaha mempertahankan harga diri. "Gimanapun saya ini perempuan muda."
Bibir Aksara berkedut-kedut, pertanda ia sedang menahan tawa.
"Eh, Mas, anggap saya setua apa? Walau anak saya udah satu, umur saya belum ada tiga puluh. Maklum, orang kampung. Tamat SMA saya langsung kawin."
Kawin, kawin. Bahasamu, Nemmm.
"Saya ini masih muda, Mas. Mana saya janda lagi. Gak enak kalau dilihat orang."
Aksara menutupi mulutnya dengan tangan. Terdengar sedikit suara "pfftt" dari sana bersamaan dengan kata-kata seperti "dia memang manis banget".
Sebelum aku sempat semakin baper dengan kata-kata tidak jelasnya, Aksara langsung menegakkan badan. "Maaf, saya gak memikirkan kehormatan kamu sebelum ini. Gak akan saya antar kok. Kamu bisa langsung pulang sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY MAID
Chick-LitGara-gara perkara novel panas, Cenora menjadi pembantu rumah tangga. Lah, bagaimana bisa? Cenora yang tersohor itu kan anak konglomerat yang menjadi kiblat sosialita muda. Alasan pertama, Cenora belum mau menikah. Kedua, ada laki-laki gila yang ngeb...