"Mbak susunya ditambahin ya," pinta Kin yang menyantap sarapannya dengan beringas.
Aku tidak tahu harus senang atau meratap melihat Kin dan Aksara hobi sekali makan di rumah. Senang karena mungkin aku sudah mulai nyaman dengan mereka, ingin meratap karena merepotkan sekali.
Kutuang susu murni ke dalam gelas Kin. "Ini, Mas. Minum susu dan makan yang banyak ya, kayaknya berat badan Mas turun gara-gara masalah sama si Diasy-Diasy itu."
Aku berbalik dari meja makan dan sibuk menata kitchen bar. Tanpa menyadari perubahan suasana di belakangku.
"Mbak kok tahu saya ada masalah sama Diasy?"
Tubuhku langsung berubah kaku. Benar. Tak ada yang pernah menyinggung masalah Diasy pada Inem si Pembantu bersahaja. Seharusnya dia polos dan tak tahu apa-apa.
Aku melirik ke belakang sedikit lalu pura-pura sibuk lagi menata peralatan di kitchen bar.
"Ya, ya, ya... Mbak kan dengar-dengar aja. Gak bermaksud nguping loh ya. Tapi mau gimana lagi Mbak gak sengaja dengar kalau kalian ngobrol."
Benar sekali, Cenora. Dua hari ini mereka sering membahas masalah itu. Inem itu polos, bukannya bodoh, masa tidak sadar situasi setelah mendengar ocehan mereka selama ini.
"Oh...," jawab Kin agak kehilangan semangat. Mulutnya masih penuh makanan. Namun dia tak semangat untuk mengunyahnya lagi.
Apa dia teringat kejadian itu lagi dan sedih? Tapi dia tak punya alasan untuk merasa begitu. Kalau aku jadi dia pasti sekarang sudah lega atau paling mungkin ada sisa-sisa perasaan marah karena sudah dimanfaatkan.
Masalah dengan Diasy sudah selesai kemarin. Saat Aksara memanggil kami dua hari yang lalu saat Diasy pingsan, dia mengatakan sesuatu yang tidak berbeda jauh denganku. Jujur saja aku merasa bangga dengan diriku sendiri karena dia memiliki keputusan yang sama denganku. Kau tahu, dia terkenal sebagai orang yang hebat untuk seusianya, dan kami membuat keputusan yang sama. Jadi ya, aku merasa sudah terciprat kehebatannya. Hahaha... Oke, ocehan suara hatiku itu tidak penting.
Intinya kakak perempuan Diasy mulai mengamuk dan mengatakan hal-hal yang sama seperti yang dia katakan padaku.
"Kalau gitu buktikan bayi itu memang anak adik saya? Kalau kalian tidak ada bukti saya bisa tuntut kalian atas pencemaran nama baik dan penipuan."
Kedua perempuan itu terdiam. Diasy tampak menahan tangis, sementara sang kakak menunduk sambil menggigit bibirnya menahan amarah.
"Saya akan menyelidiki hal ini. Termasuk memanggil laki-laki yang disebut Kin sebagai ayah kandung anak tersebut." Saat itu juga wajah Diasy langsung terangkat. "Kita juga harus melibatkan dia dan keluarganya. Ini bukan cuma masalah kita saja kan?"
"Buat apa bawa-bawa orang yang gak ada hubungannya? Kalian mau menyalahkan orang lain?"
"Kalau Anda berkata begitu saya jadi curiga Anda takut anak itu dibawa-bawa," balas Aksara.
"Buat apa saya takut?" Perempuan itu mendelikkan matanya yang belo.
"Kalau begitu gak ada salahnya kan kita panggil dia dan keluarganya juga. Mau bagaimanapun dia terlibat. Jadi semua orang harus kita kumpulkan agar kita semua tahu siapa yang benar."
"Tapi Fredy bakal marah kalau dibawa-bawa."
"Kenapa anak itu harus marah?" tambak Aksara langsung pada kata-kata Diasy yang agaknya diucapkan secara tidak sengaja. Sementara itu sang kakak langsung menyikut adiknya. Dan kembali menyalak, "Kalian gak bisa bawa-bawa orang lain!"
"Kami akan tetap datangi dia dan keluarganya!" tegas Aksara. Dan Diasy menangis kembali.
Aku sempat ingin menabok pipi anak itu sebab kukira penyelesaian masalah ini akan bertambah panjang. Tapi aku salah. Membawa-bawa nama Fredy ternyata ampuh membuat perempuan itu berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY MAID
Chick-LitGara-gara perkara novel panas, Cenora menjadi pembantu rumah tangga. Lah, bagaimana bisa? Cenora yang tersohor itu kan anak konglomerat yang menjadi kiblat sosialita muda. Alasan pertama, Cenora belum mau menikah. Kedua, ada laki-laki gila yang ngeb...