Berita kematian Count Evanthe menyebar dengan cepat. Beritanya dirilis di surat kabar dan dijadikan sebagai topik judul utama. Banyak kesedihan dan juga ketidakpedulian pada duka kami. Count Evanthe adalah seorang bangsawan yang bijak, jadi seluruh rakyat wilayah County tengah berduka, dan juga, banyak para warga biasa di ibukota yang ikut bersedih atas kematian Count. Meski begitu, ada juga beberapa rakyat yang merasa tidak peduli karena merasa bahwa mereka tidak memiliki sangkut paut dengan Count Evanthe.
Buket bunga dan tangkai bunga berserakan didepan mansion. Itu adalah pemberian rakyat biasa yang bersimpati dengan kematian Count. Meskipun beberapa bunga tampak layu, kami tetap menghargainya.
Upacara penghormatan diadakan dengan mengundang seluruh bangsawan serta keluarga kekaisaran. Meski dugaanku sedikit salah, karena kupikir Kaisar Earos akan datang ke upacara penghormatan mendiang Count yang diadakan malam ini. Yah, bagiku, kehadirannya tidak penting saat ini.
"Seharusnya sekarang ini menjadi pesta ulang tahun Lady Evanthe. Tetapi.. betapa malangnya."
"Benarkah? Ya ampun, pasti rasanya sangat menyakitkan untuk Lady merasakan hal seperti ini."
"Bukankah akan sulit bagi putra sulungnya untuk mewarisi hak kepala keluarga? Dia memiliki jabatan penting di pemerintahan kekaisaran. Bukankah sebagai kerabat yang baik, kita seharusnya memberikan bantuan? Putrinya terlihat sangat menyedihkan saat ini."
"Putrinya cantik, jadi bukankah wajar jika tak lama lagi Kakaknya melepasnya dari rumah?"
"Hoho. Jika itu terjadi, bagaimana dengan putraku? Mereka berbeda 15 tahun, tetapi kurasa itu tidak apa."
"... Hahaha."
Berisik. Kalian mengoceh dan berbisik satu sama lain dengan suara yang menyebalkan. Kalian seharusnya diam dan menutup rapat mulut kalian. Kenapa begitu berisik membicarakan rasa duka orang lain di depan orang yang sedang berduka itu sendiri?
"Cleine, aku akan selalu berada di sisimu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, jadi jangan bersedih terlalu lama, ya?" Yolaine menggenggam tanganku, lalu menatapku dengan matanya yang juga tampak sembab dan memerah. Ia sudah menemaniku selama kurang lebih dua jam disini.
"Baik, terimakasih telah menyemangatiku, Yolaine." aku memaksakan diri untuk memberikannya senyuman kecil terbaik yang bisa aku berikan saat ini. Aku tidak tahu apakah senyuman yang dipaksakan ini bisa terlihat tulus, dan apakah senyuman ini masih tetap cantik seperti biasanya.
Yah, aku sudah mulai berhenti menangis histeris dengan kacau, dan hanya sesekali mengeluarkan suara sesenggukan. Aku tidak bergerak dari tempatku saat ini untuk membenarkan penampilanku sedikitpun, meski wajahku tampak bengkak dan sembab, dan mungkin pakaianku terlihat sangat kusut saat ini. Meski begitu, aku berusaha yang terbaik untuk menahan air mataku. Tidak akan terasa sopan menangis histeris didepan jenazah orang yang aku sayangi.
"Cleine."
Aku yang sedang berdiri didepan peti jenazah Count, menoleh ketika mendengar suara yang hangat memanggilku.
"Abel-"
Tanpa mengatakan apapun, Abel memelukku. Menyembunyikan tubuhku didalam dadanya. Perbuatannya yang begitu hangat dan tiba-tiba ini.. mengacaukan hatiku. Mengacaukan usahaku untuk tidak menangis.
"Menangislah. Menangislah sesukamu, aku akan berada disini bersamamu."
Ketika air mataku tumpah lebih banyak, aku mendongakkan wajahku yang kscau dan menatap Abel. Disebelah Abel, berdiri Grand Duchess yang menatapku khawatir sekaligus cemas dengan wajahnya yang pucat dan matanya yang tampak memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mission: Became the Next Duchess!
FantasySetelah bereinkarnasi ke dalam sebuah novel, aku menyadari bahwa aku datang pada timeline yang salah! Kenapa tokoh utama pria dan tokoh utama wanita sudah menikah dan memiliki seorang putra?! Terlebih, putra mereka ternyata dua tahun lebih muda dari...