Love Mission : 61

291 37 6
                                    

"Nona, tidakkah lebih baik Anda mengucapkannya besok saja? Ini sudah larut malam.. Anda tidak boleh terjaga seperti ini, Nona. Tidak baik untuk kesehatan Anda." saran Emily dengan raut wajah cemas.

"Ayolah, Emily. Hanya untuk satu malam saja, ya?" ucapku dengan merajuk seraya meletakkan buah ceri di atas kue tart yang kubuat khusus untuk Abel.

"Tapi, Anda harus mengantar keberangkatan Nyonya besok-"

"Aku akan melakukannya dengan baik. Kumohon, ini hari spesial untuk Abel. Hanya setahun sekali untuk merayakannya. Lagipula, aku telah bersusah payah untuk membuat kue ini untuknya." aku melepas apron dan membersihkan tanganku yang terkena krim kue. Emily mengikutiku, jelas ia tampak ragu untuk mengizinkanku.

"Emily~" aku memangggilnya panjang sambil memasang mimik wajah memohon yang imut.

"Ugh-" Emily menghela nafas, "Kalau begitu, tolong tunggu sebentar disini, Nona. Saya akan mengambilkan mantel untuk Anda. Bagaimana bisa Anda berjalan ke dapur di tengah malam tanpa memakai mantel satupun."

Aku meringis, "Hehe. Maafkan aku, Emily. Aku lupa."

"Kedepannya, tolong jangan lupakan mantel Anda, Nona. Anda sudah berusia 15 tahun, Anda harus bisa menjaga diri Anda sendiri. Apa Anda mengerti?"

"Iyaa, tentu saja." jawabku cepat. Emily akhirnya pergi keluar dari dapur untuk mengambil mantel untukku.

Tak lama, Emily datang kembali ke dapur dengan mantel berwarna biru pastel di tangannya. Ia mendekat ke arahku yang kini tengah menancapkan lilin berbentuk angka satu dan empat diatas kue yang sudah kubuat.

"Nah, Nona, sekarang kenakanlah mantel Anda. Udara malam yang dingin bisa membuat Anda sakit." ucap Emily sambil menyampirkan mantel itu kepadaku.

"Terimakasih, Emily." balasku sambil mencari korek untuk menyalakan api.

"Tunggu, Nona! Apa yang ingin Anda lakukan!" Emily mencegah tanganku, menarik paksa korek itu dari genggamanku.

"Oh, kumohon, Emily. Aku hanya mencoba untuk menyalakan api diatas lilinnya." ujarku sambil merengut. Emily menggeleng tegas, "Tidak, tidak." tolaknya.

"Saya sudah membiarkan Nona terjaga untuk menyiapkan kue tanpa bantuan siapapun. Jadi, untuk bagian menyalakan api, tolong serahkan kepada saya karena ini berbahaya." tegas Emily. Aku akhirnya mengangguk, "Baiklah. Kita nyalakan saat kita sudah didepan kamar Abel saja."

Emily tersenyum, senang karena aku menuruti perkataannya barusan. "Nona, saya mohon dengan sungguh-sungguh. Saya tahu Anda adalah Lady cerdas yang berbakat dalam segala hal, begitu juga dalam hal memasak. Tetapi, jangan menyentuh dapur disaat malam hari. Jika Anda ingin menyiapkannya seperti ini, kenapa Anda tidak meminta saja kepada kepala koki?"

"Rasanya akan berbeda jika bukan aku yang membuatnya."

"Ya? Apa maksudnya, Nona? Apa Anda berbicara tentang rasa? Saya yakin kepala koki memiliki kemampuan untuk membuatkan kue sesuai keinginan Anda. Ah! Bukan maksud saya mengatakan kue yang Anda buat tidak seenak buatan koki. Saya tau bahwa masakan Nona adalah yang terbaik. Tetapi, seharusnya Anda memberikan pekerjaan seperti ini kepada pelayan saja."

"Sudahlah." aku mengembalikan korek ke dalam laci dan mengangkat kue tart yang telah dipindahkan ke piring putih lebar dengan kedua tanganku, berusaha berhati-hati.

"Ayo kita ke kamar Abel. Lima menit lagi sudah jam 12 malam." ajakku. Emily dengan cepat berusaha mengulurkan tangannya untuk membantuku.

"Tolong berikan kuenya kepada saya, Nona. Saya akan membawakannya untuk Anda."

"Tidak apa-apa, aku akan membawanya sendiri. Terimakasih atas tawaranmu, Emily." aku berjalan mendahuluinya. Sementara, Emily langsung segera mengejarku.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang