Love Mission : 16

2.1K 292 0
                                    

"Tunggu, Anda.. bukankah Anda Pendeta yang ada di kuil suci tadi?" tanyaku spontan ketika melihat wajah tampan dengan rambut keemasan yang jatuh itu.

"Ah!" ketika menyadari posisiku saat ini, dengan cepat aku melepaskan diri dari keduanya dan langsung berusaha berdiri seimbang. Posisi tadi sangat memalukan; Abel menahan pinggangku dan Pendeta yang kutemui di kuil tadi mengenggam pergelangan tanganku; lebih tepatnya seperti menarik supaya aku tidak terjatuh.

"Maaf," ucapku spontan dengan rasa malu yang menjalar hingga ke tulang sumsumku.

"Apa kamu terluka, Cleine?"

"Apa Anda terluka, Nona?"

Mataku beralih menatap keduanya secara bergantian, "Tidak, terimakasih banyak, atas bantuan kalian aku baik-baik saja."

"Ah, Anda pendeta yang tadi siang, kan?" tanyaku sekali lagi, memastikan. Pendeta itu mengangguk membenarkan.

"Benar sekali, Lady. Untuk kejadian hari ini.. tolong maafkan seluruh ketidaksopanan saya hari ini, Lady. Saya sangat menyesal akan seluruh kejadian ceroboh yang tidak menyenangkan hari ini." Pendeta itu membungkuk. Aku mengangguk, "Tidak apa-apa, kok. Terimakasih sudah meminta maaf."

"Terimakasih atas kebaikan dan kemurahan hati Lady. Perkenalkan, nama saya adalah Elenio Mikhail Plato. Saya adalah Pendeta Tinggi dari Kuil Suci Onella, tetapi Anda bisa memanggil saya Leo." kata pendeta itu sembari memperkenalkan dirinya.

Aku mengernyitkan kening untuk beberapa saat, "Plato.. apakah Anda putra kedua Marquis Plato?" tanyaku. Seingatku, putra kedua dari Marquis Plato berusia sekitar 16 tahun, hanya sekitar 2 tahun lebih tua dari usia tubuh Bellanca.

Pendeta Elenio mengangguk dengan senyuman di wajahnya, "Benar, Lady."

Abel menatap kami dengan tatapan bertanya. Aku memandang Abel, "Euh, sebenarnya kejadian di kuil tadi.."

"Katakan padaku, Cleine." pintanya tegas.

"Itu.. jadi.. Yang Mulia Sri tidak sengaja menabrakku di kuil tinggi tadi, dan.. yah, itu saja yang terjadi. Tapi aku baik-baik saja, kok." jelasku, menghilangkan bagian dimana Pendeta Elenio menangis secara tiba-tiba. Abel menyipitkan matanya, beralih memandang Pendeta Elenio dengan tatapan tidak suka.

"Pendeta, lain kali Anda harus menggunakan mata Anda jika berjalan. Dewi menganugerahkan Anda kedua mata yang berfungsi dengan baik, dan, seharusnya sebagai utusan Dewi, Anda yang paling mengerti bagaimana memanfaatkan pemberian Dewi itu." sinis Abel dengan angkuh. Mendengarnya, aku tertawa dalam hati. Padahal, pertemuan pertamaku dengan Abel juga mirip dengan pertemuan pertamaku dengan Pendeta Elenio. Kami menabrak satu sama lain juga saat itu.

Pendeta Elenio tersenyum tipis, "Benar. Terimakasih atas sarannya, Tuan Muda Macario. Sekali lagi, saya minta maaf, Lady Evanthe."

"Ah, tidak apa-apa. Oh, bagaimana Anda tahu kalau saya Lady dari keluarga Evanthe?"

"Kecantikan Anda yang bersinar membuat saya langsung tahu bahwa Anda adalah Lady cantik yang terkenal di pergaulan kelas atas, Lady keluarga Evanthe." jawaban Pendeta Elenio membuatku tertawa canggung.

".. Haha.. Pujian Anda berlebihan, Yang Mulia Sri.. tetapi terimakasih." balasku canggung. Pendeta Elenio tersenyum manis, berbeda dengan Abel yang dari gestur dan tatapan matanya menunjukkan ketidak sukaan kepada Pendeta Elenio.

Melihat ketidaksukaan dan ketidak nyamanan Abel terhadap Pendeta Elenio, aku berinisiatif untuk menarik diri lebih dahulu.

"Ah, kalau begitu, kami akan pergi lebih dulu. Sampai jumpa lain kali, Yang Mulia Sri," pamitku sambil membungkuk kecil, kemudian menarik tangan Abel.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang