Love Mission : 37

810 106 7
                                    

Putri-dengan wajah pucatnya, melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruang kerja Putra Mahkota, kakak laki-lakinya. Disana, sang Kakak tengah berdiri memandang jendela ruang kerjanya dengan tatapan kosong dan putus asa. Ia tampak depresi.

Dengan wajah yang bak malaikat itu, Putri berteriak keras dengan marah, "Kakak! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau membunuhnya?! Kakak!" ia berseru meraung-raung. Ia berjalan mendekati Kakaknya, lalu ia berdiri di depan sang Kakak sambil mengeratkan pegangannya pada jas putih yang dikenakan sang Kakak.

Putra mahkota, sang Kakak yang kehilangan suasana hatinya, beralih menatapnya dengan dingin, "Jika kau adalah putri kekaisaran, seharusnya kau sudah sadar alasan aku melakukannya, Putri." balasnya dingin. Ia bahkan tidak fokus untuk menatap adik tirinya tersebut.

Putri, yang terkejut mendengar balasan dingin dari Kakaknya, melepaskan tangannya dari jas putih yang dikenakan sang Kakak.

"A.. Apa.?"

"Dia adalah anjing yang bersumpah setia untuk selalu tunduk kepadaku dan kekaisaran. Tetapi, hanya karena seorang wanita bodoh yang berusaha meracuni istriku, dia memutar seluruh tubuhnya dan mengkhianatiku!" seru Putra Mahkota dengan tatapan berapi-api di matanya. Hatinya bergejolak, ia merasa bahwa tindakannya benar, tetapi juga salah. Yah, apa yang bisa dilakukan? Lagipula, kondisi saat ini semua sudah kacau dan salah. Tidak ada gunanya lagi untuk menyesali keputusannya.

"Dia tidak bersalah, Kak! Seperti yang Kakak bilang, kesalahan ini tidak berada pada Grand Duke! Itu adalah salah wanita itu!"

"Putri."

"Kenapa... Hiks! Kenapa Kakak membunuhnya?! Kakak mengetahui dengan jelas bahwa aku mencintainya, jadi kenapa Kakak membunuh orang yang aku cintai begitu saja?!"

Putra Mahkota membuang pandangannya. Dalam hati, ia merasa sedikit bersalah kepada adik tirinya tersebut.

'Jika saja.. jika saja dia tidak bertemu wanita itu! Semuanya akan baik-baik saja sekarang!'

Namun, hal yang terucap dari bibirnya adalah kata-kata yang menyakitkan.

"Iris! Sadarlah! Laki-laki yang kau dambakan itu adalah laki-laki beristri yang tidak lebih dari seorang pengkhianat! Sadarlah di posisi mana kau berdiri saat ini! Sebagai putri tercinta dari kekaisaran, bukankah kau harusnya mengerti bahwa itu adalah hal yang seharusnya kulakukan, untuk menggantung kepalanya di gerbang istana?"

"Apa? BAGAIMANA BISA KAKAK MENEKANKU DENGAN POSISIKU?! SAAT AKU BERADA DALAM KESUSAHAN KETIKA MENJADI BUDAK, DIMANA KAKAK DAN AYAH?! KALIAN SEMUA TIDAK ADA DISANA. HANYA DIA YANG MEMBANTUKU, KAKAK! APAKAH KAMU SUDAH MELUPAKANNYA?!"

Melihat sang adik yang mulai menangis, dan terjatuh dengan tubuh bergetar, Putra Mahkota berjalan mendekatinya. Ia berlutut di hadapan Adiknya, kemudian memeluk tubuh yang bergetar itu.

"Maafkan aku. Tetapi, Iris. Itu adalah keputusan yang sudah bulat. Lupakanlah Grand Duke. Aku akan mencarikan calon pasangan yang seribu kali lebih baik daripada dirinya. Aku berjanji."

Sang putri, yang menyembunyikan wajahnya dibalik pelukan sang Kakak, terkejut dengan amarah yang menyelubungi hatinya.

"Aku tidak butuh orang lain. Aku hanya butuh dia, Kakak." ia mengeraskan suara menangisnya. Tetapi, keputusan Putra Mahkota tidak berubah untuknya.

'Bahkan kini air mata sialan ini tidak berlaku untuknya, hah?!'

"Pembunuh." desisnya. Ia melepaskan pelukan sang Kakak dengan kasar. Ditatapnya sang putra mahkota yang masih terduduk di lantai, dengan tatapan mata yang dingin.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang