"Nona, ini teh chamomile dan beberapa kue ringan untuk Anda." Emily meletakkan peralatan tea set dan beberapa kue serta teko teh keatas meja.
"Terimakasih." balasku dengan senyuman tipis. Emily mengangguk dengan senyumannya yang manis dan hangat, "Sebuah kehormatan untuk saya, Nona."
Emily menuangkan teh dari teko menuju cangkir kecil. Aku mengambil cangkir yang sudah diisi teh tersebut kemudian meminumnya dengan tenang.
"Emily, siapa yang mengurus rumah kaca ini?" tanyaku tenang.
"Ya, Nona?" suara Emily tampak terkejut, seolah aku baru saja menanyakan hal yang bisa membuatnya terkena serangan jantung ditempat saat ini juga.
"Rumah kaca peninggalan Ibu. Siapa yang merawatnya selama ini?" tanyaku sambil meletakkan cangkir teh tersebut, kemudian berpangku tangan sambil menatap Emily, menunggu jawabannya.
"Kepala pelayan, para maid, dan tukang kebun yang mengurusnya, Nona." jawab Emily. Aku mengangguk, "Aku akan mencoba untuk ikut merawat rumah kaca ini. Bisakah aku?" tanyaku.
Emily tampak semakin terkejut dengan pertanyaanku. Yah, itu reaksi yang sangat masuk akal mengingat bagaimana Bellanca yang asli sangat menghindari hal-hal yang berhubungan dengan mendiang Countess agar ia tidak menggali kesedihannya lagi.
"Tentu saja, tentu saja Anda bisa, Nona!" tatapannya berganti lagi. "Saya akan mengurus pertemuan Anda dengan kepala pelayan dan tukang kebun besok sore. Bagaimana, Nona?"
Aku mengangguk, memberi Emily senyum kecil. "Itu ide yang bagus. Terimakasih banyak, Emily."
"Sebuah kehormatan untuk saya, Nona." Emily menatapku dengan senyum haru. Seolah tatapan matanya sudah menggambarkan bahwa saat ini ia sedang bertanya-tanya dalam pikirnya, tentang apakah pada akhirnya, apakah Nona mulai bisa menerima kepergian mendiang Countess?
***
Count menyesap kopi hitam pekat miliknya lalu menatap putra sulungnya.
"Carsten, bukankah sudah saatnya?" tanya Count kepada putranya yang duduk dihadapannya.
"Ayah, tolong pikirkan kondisi Cleine saat ini juga. Kondisi tubuh Cleine masih lemah dan belum penuh sepenuhnya, selain itu karena kita tidak pernah membahas Ibu di hadapannya, kita tidak tahu bagaimana perasaan anak itu yang sesungguhnya." jawab Carsten, menolak dengan tegas.
Count mengetukkan jari jemarinya diatas meja, "Satu bulan lagi ulang tahun adikmu. Masih ada cukup waktu untuk menyiapkan pesta ulang tahun yang megah untuk Cleine. Besok aku akan membicarakan tentang kunjungan ke makam Joana saat makan malam, jadi mungkin saja kita bisa mengunjungi County dua atau tiga hari kemudian."
Carsten menghela nafas, "Ayah, tolong pikirkan—"
"Ini demi kebaikan kalian berdua, Nak. Ayah sudah memutuskan untuk keluar dari pasukan ksatria setelah pesta ulang tahun adikmu selesai, agar ayah memiliki banyak waktu untuk adikmu. Dan dengan waktu itu, Ayah berharap untuk kamu segera mempersiapkan diri untuk menjadi pewaris keluarga."
Carsten mengepalkan buku tangannya, berniat membantah ucapan Ayahnya, tetapi sebelum ia sempat membuka mulutnya, suara ketukan pintu menginterupsi percakapan keduanya.
"Maaf mengganggu percakapan Anda, Tuan. Saya punya hal penting untuk dikatakan, bisakah saya masuk dan menjelaskannya ke dalam?"
Mendengar suaranya, Count dan Carsten sama-sama tahu bahwa itu adalah suara Dante, ketua pelayan kediaman Evanthe.
"Masuklah." jawab Count.
Pintu terbuka, Dante memberikan salamnya lalu mulai menjelaskan maksud kedatangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mission: Became the Next Duchess!
FantasiaSetelah bereinkarnasi ke dalam sebuah novel, aku menyadari bahwa aku datang pada timeline yang salah! Kenapa tokoh utama pria dan tokoh utama wanita sudah menikah dan memiliki seorang putra?! Terlebih, putra mereka ternyata dua tahun lebih muda dari...