Love Mission : 57

376 44 2
                                    

Alexei Celso Macario—Ketua komandan istana, lelaki terhormat dengan gelar sebagai Grand Duke wilayah Utara yang kaya dan bijaksana. Lelaki dengan julukan sebagai Pahlawan Medan Perang dan juga Iblis Kematian. Lelaki dengan mata semerah darah dan rambut segelap malam. Sosok laki-laki yang disegani semua orang di kekaisaran.

Tetapi, semua gelar, jabatan, harta, dan kekayaan miliknya itu tidaklah berarti apa-apa bagi gadisnya. Karena di hadapan gadisnya, lelaki itu bukanlah pahlawan medan perang, ataupun penguasa wilayah yang paling disegani oleh satu kekaisaran. Di hadapannya, laki-laki itu hanyalah seseorang yang dicintainya begitu sangat, dan di matanya, laki-laki itu juga hanyalah sosok laki-laki yang mencintainya lebih dari kata amat dan sangat.

"Elaine," tangan yang semakin hari semakin kurus itu terangkat untuk mengusap air mata yang jatuh di pipi gadisnya.

"Berhentilah menangis.." lelaki itu berkata dengan suaranya yang parau. Wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang menjadi kurus menjadi saksi bagaimana rapuhnya kondisi lelaki itu saat ini.

"Hiks.. Maafkan aku, Alexei.. Sungguh, maafkan aku.. Seharusnya aku menuruti permintaan Ibunda.. ini.. ini semua karena ku.. Kekacauan ini.." wanita yang duduk di sisi samping kasurnya menangis tersedu-sedu.

"Aku adalah kesalahan.. Kehadiranku adalah sebuah kesalahan. Aku benar-benar seseorang yang buruk. Aku adalah Saintess yang jatuh dari neraka. Aku.. hiks—bagaimana aku bisa menebus semua kesalahanku ini?"

"Jika aku tidak datang kepadamu dan jatuh cinta kepadamu, Ibu tidak akan semarah dan semurka ini.. Akibat aku yang tidak bisa mengendalikan perasaanku, seluruh rakyat harus menerima semua bencana dan musibah ini.. Bahkan kau.."

Lelaki itu menggeleng, "Tidak, Elaine. Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?" ujarnya lembut sambil menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga, supaya ia dapat melihat jelas wajah gadisnya.

"Apa yang kau pikirkan barusan, semua itu tidak benar." suaranya menegas.

"Kau adalah orang terbaik yang pernah kutemui dalam hidupku. Seseorang yang bahkan akan kurelakan hidupku hanya untuk melihat wajahmu. Hadirmu bukan kesalahan, melainkan anugerah di hidupku."

"Elaine, aku tidak tahu bagaimana aku bisa menenangkan perasaanmu.. Kau menanggung beban yang begitu berat, aku tahu. Tetapi ingatlah, bahwa kau bisa berbagi beban itu bersamaku." tangan kurus itu mengusap tangan Elaine dengan lembut.

"Bagaimana bisa? Karenaku, kau justru jatuh sakit seperti ini.. Bahkan kekuatanku tidak dapat menyembuhkan mu, Xei!"

"Saintess yang mereka agung-agungkan ini, kini tidak lebih dari perempuan jahat yang tidak berguna! Saintess yang mereka puja-puja itu bahkan tidak bisa menyembuhkan kekasihnya dengan mana cahayanya yang murni dari Dewi Cahaya itu!"

"Elaine.. tenanglah." Alexei mendekap Elaine erat di pelukannya. Menahan sang gadis yang menangis meronta-ronta di pelukannya.

"Kita bisa mengatasinya bersama-sama." lelaki itu memberikan senyumannya.

".. Apa?"

"Bagaimana bisa?" Elaine menatapnya dengan skeptis dengan matanya yang bengkak dan memerah, menatap sang kekasih dengan tatapan putus asa.

"Aku akan mencari jalan keluarnya." ujarnya sambil mengecup dahi sang kekasih singkat. "Lalu, sementara aku mencari jawabannya, bagaimana jika kau kembali ke kuil terlebih dahulu—uhuk!'"

"ALEXEI!" gadis itu tampak panik ketika melihat sang kekasih tiba-tiba terbatuk dengan darah yang keluar dari mulutnya. Ia mengerahkan seluruh mana cahaya yang dimilikinya, tetapi mana cahaya yang dasarnya bersifat menyembuhkan itu, kini bukannya menyembuhkan Alexei, justru malah berbalik meracuninya. Lelaki itu kini batuk hebat dengan darah segar yang keluar dari mulutnya.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang