"Cleine, jika bunga marianth telah mekar, maukah kamu melihatnya bersamaku?"
Aku terkejut dengan pertanyaan Abel yang begitu tiba-tiba, tetapi pada akhirnya aku mengangguk dengan tenang, mengiyakan permintaannya.
"Tentu saja. Tetapi, bunga marianth membutuhkan waktu yang lama untuk mekar. Mungkin, bunganya baru akan mekar ketika kita telah mencapai upacara debutante nanti. Apakah tidak apa-apa?" jawabku. Abel mengangguk.
"Tidak apa-apa." Abel menjawab dengan senyuman tipis. "Aku akan menunggunya, walau entah selama apapun itu." lanjutnya lagi. Senyum yang ia pasang terlihat samar, dan sedikit membuat perasaanku tidak nyaman.
Aku mengangguk, "Baiklah."
Ketika aku berbaring di kasur, Abel berdiri di samping kasur dengan raut wajah gusar dan khawatir.
"Ada apa, Abel?" tanyaku. Abel menatapku ragu. Wajahnya yang diterpa oleh sinar rembulan membuat dirinya menjadi seperti seorang dewa yang jatuh ke dunia. Ia tampak sangat murni, dengan beberapa helaian rambutnya yang berkibar akibat tertiup angin yang datang dari jendela yang sedikit terbuka.
"Apa kau sakit?" tanyaku ketika Abel tidak kunjung menjawab pertanyaanku. Abel menggeleng, dan duduk di sisi kasur dengan wajah sendu.
"Aku bermimpi buruk semalam."
Ketika ia mengatakannya dengan raut wajah tidak nyaman, aku mendadak merasa hal yang sama. Mimpi buruk adalah hal yang dapat menyiksa batin dan psikologis seseorang. Jadi, kurasa Abel butuh seseorang untuk mendengarkannya saat ini.
"Itu pasti mimpi yang sangat berat." ucapku. Abel terdiam untuk beberapa saat, "Itu mimpi yang mengerikan."
"Apa kau bisa menceritakannya kepadaku?"
Abel menunduk, "Di mimpiku, kau..-"
"Ya? Ada apa denganku?"
Abel meremas telapak tanganku, menandakan keraguannya yang semakin membesar. Dengan lembut, aku mengelus tangannya dengan lembut.
"Tidak apa-apa, katakan saja, Abel." ujarku seraya mengelus tangannya dengan harapan ia akan menjadi sedikit tenang.
"Cleine, maaf. Aku tidak bisa menceritakannya." ketika mendengar ucapan Abel, aku menyadari bahwa aku tidak bisa memaksanya lagi kali ini.
"Baiklah, tidak apa-apa. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa mimpi buruk yang kau alami itu tidak akan terjadi di dunia nyata. Entah apa yang terjadi padaku di mimpimu, jika itu membuat Abel-ku sedih, maka aku yang nyata tidak akan melakukannya."
Dengan mata berkaca-kaca, Abel mengangguk lalu memeluk tubuhku dengan erat.
"Tolong jangan buang aku.."
"Aku tidak akan membuangmu. Kita sudah membicarakan ini berkali-kali, bukan?"
"Jangan benci aku, Cleine."
"Aku tidak pernah membencimu. Bagaimana mungkin aku membenci anak semanis dirimu?"
"Jangan tinggalkan aku.."
Lidahku terasa kelu untuk menjawab. Aku tidak akan membuang Abel, tentu saja. Tetapi untuk meninggalkannya, semuanya akan bergantung pada masa depan yang tidak diketahui garis takdirnya.
"Aku tidak berniat meninggalkanmu. Tolong berhenti berpikir bahwa aku akan meninggalkanmu."
"Maaf.. Kalau begitu, tolong cintai aku, Cleine. Aku sangat menyukaimu, jadi aku harap.. kau tidak akan mencampakkan ku.. Tetapi jika kamu melakukannya sekalipun, aku akan berusaha semua hal yang aku bisa untuk mempertahankan mu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mission: Became the Next Duchess!
FantasySetelah bereinkarnasi ke dalam sebuah novel, aku menyadari bahwa aku datang pada timeline yang salah! Kenapa tokoh utama pria dan tokoh utama wanita sudah menikah dan memiliki seorang putra?! Terlebih, putra mereka ternyata dua tahun lebih muda dari...