Love Mission : 68

265 23 3
                                    

Tangan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tangan Grand Duke, namun tetap terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tangan Abel.

Dengan semangat, aku melompat ke luar kereta kuda dan memeluknya dengan erat. Kak Carsten!

"Cleine." ia membelai rambutku dengan lembut. "Bagaimana kabarmu?" tanyanya sambil menundukkan tubuhnya untuk mencium keningku.

"Aku baik-baik saja." lagi-lagi, dengan rindu aku kembali memeluknya. "Bagaimana dengan Kakak?"

"Aku baik-baik saja. Kenapa surat terakhir darimu datang begitu terlambat?"

Aku meringis, "Ugh. Maafkan aku. Belakangan ini, aku sedikit sibuk menyiapkan beberapa hal.."

Kak Carsten menggeleng, "Tidak apa-apa. Karena sekarang aku sudah bertemu denganmu." ia beralih menatap Grand Duke.

"Maafkan saya terlambat memberi salam, Yang Mulia. Selamat atas kemenangan Anda, sungguh senang melihat Anda setelah nyaris tiga tahun lamanya." Kak Carsten membungkuk pada Grand Duke. Grand Duke mengangguk, membalas sapaannya.

"Bagaimana kabarmu, Count Evanthe?" tanya Grand Duke. Nadanya terdengar bersahabat meskipun terdengar sangat kaku.

"Atas perhatian Anda, saya baik-baik saja." Kak Carsten menjawab. Ia merangkul pundakku dengan lembut, "Saya sangat berterimakasih pada Anda dan Grand Duke Muda yang telah menjaga adik saya dengan baik."

Kali ini, Grand Duke tampak lebih lunak.

"Tidak perlu berterimakasih, Cleine adalah anak yang baik dan berharga." ujar Grand Duke.

"Count, Anda pasti lelah. Bagaimana jika kita masuk ke dalam dan berbicara lebih leluasa?" ajak Abel. Kak Carsten mengangguk, "Itu ide yang bagus. Terimakasih, Grand Duke muda."

***

"Jadi, bagaimana kabarmu belakangan ini, Cleine? Kudengar kamu sibuk, apakah kamu makan dengan teratur?"

Kak Carsten, kakakku yang seorang pekerja keras-lebih tepat dikatakan sebagai seorang workaholic, kini duduk di sofa bersamaku dan sedang menikmati secangkir teh bersama denganku.

"Daripada menanyakan itu kepadaku, bukankah seharusnya Kakak menanyakan itu kepada diri sendiri?" keluhku. Tanganku terangkat untuk mengusap wajahnya.

"Lihat ini. Kantung mata kakak seolah-olah terlihat seperti mayat hidup. Wajah kakak juga lebih pucat. Apakah Kakak tidak mengonsumsi herbal yang aku kirimkan?"

"Tidak! Aku selalu menggunakannya. Sungguh." sanggahnya. "Kau bisa bertanya kepada Dante jika kau tidak percaya. Aku hanya sedikit sibuk belakangan ini, jadi.."

"Jadi? Bukankah seharusnya Kakak beristirahat? Aku tidak bisa membiarkan ini. Keluarga kita sudah cukup dengan posisi kita. Bukankah lebih baik bagi kakak untuk berhenti dari istana kekaisaran?" tanyaku. "Apakah Kaisar memperkerjakan kakakku begitu keras? Kakakku bahkan tidak memiliki waktu istirahat yang cukup."

Kak Carsten tertawa, "Aku menikmatinya, sungguh." jawabnya sambil menyeruput teh dari cangkir yang telah kuisi untuknya.

"Jadi, bagaimana Kakak bisa ada di sini? Grand Duke dan Abel tidak terlihat terkejut juga untuk Kakak yang datang tiba-tiba. Apa Kakak telah mengabari mereka sebelumnya?"

"Ya. Grand Duke Muda segera mengabariku bahwa kau akan ikut mengantarnya saat ia masuk ke akademi setelah ia mendengar bahwa aku akan menjadi perwakilan istana untuk membaca pidato tentang beasiswa pendidikan yang baru saja dibuka untuk Akademi Ducare." jawab Kak Carsten. Dengan mata berbinar, aku memeluk lengannya bangga.

"Kakakku adalah yang terhebat." pujiku. Kak Carsten balas mengelus kepalaku dengan lembut, "Bagaimana denganmu, Cleine? Apakah orang-orang do Grand Duchy memperlakukanmu dengan baik?" tanya Kak Carsten.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang