Love Mission : 11

2.6K 331 3
                                    

"Ayah!" aku keluar dari kereta kuda dan langsung mempercepat langkahku, segera berlari kecil menghampiri Count ketika aku menemukan Count berdiri didepan Istana Helcia dengan raut wajah cemas.

"Cleine!" Count memeluk saya, "Apa yang membuatmu begitu lama, Nak? Ayah sangat khawatir denganmu. Ayah pikir kau tersesat. Ayah bahkan hampir mengirim pasukan ksatria untuk mencarimu."

Aku tertawa kecil, "Saya tidak apa-apa, Ayah, maaf telah membuat Ayah khawatir."

"Tidak apa-apa, Putriku. Dengan siapa kau menaiki kereta itu?" tanya Count, namun beberapa kemudian, Count menunduk, menunjukkan gestur hormat.

"Tuan Muda Macario," bagaimanapun, meski kekuasan keluarga Evanthe bisa mencakup kekuasaan seorang keluarga Duke, namun tetap saja gelar keluarga kami adalah Count, bukan Duke. Dan Abel adalah Duke muda Macario serta merupakan bagian keluarga kekaisaran.

"Halo, Tuan Count. Silahkan bersikap dengan nyaman kepada saya." Abel menunjukkan senyum ramah.

Count tersenyum, "Terimakasih telah mengantar putri saya, Tuan Muda."

Abel tersenyum, "Itu sudah tugasku karena Cleine adalah temanku."

Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Kaku, namun terlihat nyaman diwaktu yang bersamaan.

"Ayah, bisakah aku pulang lebih dulu? Aku lelah." tanyaku. Count mengangguk, "Tentu saja, Nak. Namun, Ayah dan Kakakmu akan berada di istana untuk beberapa hari. Jadi, sepertinya kau harus pulang sendiri. Apakah tidak apa-apa?"

Aku mengangguk, "Tentu, bisakah aku pulang bersama dengan Abel?"

Count tampak terkejut dengan permintaanku, dia menatap Abel dengan maksud apakah Abel bersedia, Abel yang mengerti maksud Count, langsung memandangku dan mengangguk dengan wajah cerah.

"Tentu saja! Tuan Count, kamu tidak perlu khawatir, aku akan mengantar Cleine dengan aman sampai ke kediaman Evanthe." Abel memang pendiam kepada orang baru, namun dia cukup pintar bertutur kata. Sudah yang seharusnya dari pewaris Duchy of Macario.

"Jika itu tidak membebani Tuan Muda, maka saya titip putri saya, Yang Mulia."

Abel masih seorang Tuan Muda dan pangeran; melihat bagaimana darah keluarga kekaisaran mengalir dari tubuhnya. Jadi, sudah sepantasnya Count memanggilnya dengan gelar Tuan Muda atau dengan gelar Yang Mulia.

"Baik. Terimakasih, Ayah! Aku pulang dulu. Jangan lupa untuk beristirahat dengan benar selama Ayah berada di istana." aku pamit kepada Count, dan setelahnya beranjak ke kereta bersama Abel.

****

"Apakah kamu lelah?" tanyaku kepada Abel yang tampak mengantuk. Abel mengucek matanya, "Hm? Sedikit."

"Tidurlah, Abel. Kamu bisa tiduran di pangkuanku." aku menepuk paha beberapa kali, mengisyaratkan Abel untuk menidurkan kepalanya diatas paha saya.

"Bukankah pahamu akan sakit jika seperti itu?"

"Tidak. Ayo cepat." Abel masih tampak enggan, jadi aku menghela nafas.

"Aku akan menepuk-nepuk kepalamu dan menyanyikanmu lagu tidur. Setidaknya sampai kita sampai di kediamanku. Kalau kamu masih tidak mau, maka tawaran ini tidak akan berlaku lagi."

Mendengar ucapanku, bola mata Abel membulat. "Aku akan tidur!" serunya kemudian meletakkan posisi kepalanya diatas paha saya.

Aku mulai mengelus rambut hitamnya, dan menyanyikan lagu tidur untuknya.

"Bahkan saat rembulan berada diatas.. tidurlah dengan indah, sayangku.." itu adalah lirik terakhir, tetapi aku tersenyum kecil saat melihat Abel sudah tertidur begitu pulas.

Love Mission: Became the Next Duchess!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang