Butuh sekitar 3 sampai 5 kali bagi Soobin untuk memastikan apakah benar ibunya yang memberitahu sang ayah. Ia syok sesaat, lalu memutuskan untuk menghubunginya.
"Soobin, jang . . ."
"halo, ma"
Begitu Mingyu ingin menghentikan dengan maksud meredakan amarah Soobin, ternyata panggilannya tersambung. Sontak ia berdiri di tempat, tidak bisa berbuat apa apa.
Soobin memang sudah dipenuhi amarah. Ada banyak emosi yang menumpuk pasal ayahnya tersebut. Sekarang ditambah ibunya yang pakai segala mengabari.
"mama ngabarin papa soal pernikahan aku?"
"a–ah, Soobin. Maaf mama tidak meminta izin terlebih dahulu, tapi . . ."
"untuk apa lagi sih, ma? Suami seperti papa yang meninggalkan keluarga demi cinta pertamanya tidak perlu dikabari seperti ini"
Mendengar suara Soobin yang mulai meninggi, Mingyu menghampiri. Ia bicara tanpa suara padanya, menyuruh memelankan cara bicara pada orang tua.
Namun, begitu Soobin mencoba untuk tenang, ia malah menahan tangisan. Sontak Mingyu sedikit membungkuk, lalu mengusap usap pipi kirinya.
"Soobin-a" panggil Mingyu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"uljima"
Hanya satu kata yang diucapkan, Soobin langsung merasa baikan. Ia menarik napas dalam dalam, lalu kembali bicara.
"mama kenapa melakukan itu?"
Suara hembusan napas terdengar. Sang ibu berusaha menjelaskan dengan pelan.
"Soobin, papamu memang meninggalkan keluarga karna cinta lamanya. Ia memang pria berengsek yang menjadikan kamu sebuah alasan mengapa ia berselingkuh. Sekali lagi, ia memang menghancurkan hati mama"
"tapi, kamu harus ingat, Soobin. Ia ayahmu. Mau seburuk apapun kelakuannya, ia tetap ayah kamu. Seorang ayah yang pernah merelakan pundaknya demi kamu yang ingin merasakan rasanya menjadi tinggi"