Eddy Kim - When Night Falls
Happy reading
****
Author POV
"Pengkhianat?" Jeje menautkan alisnya mendengar ucapan Jihan, mengabaikan tongkat baseball yang masih berada tepat disebelah wajahnya
"Kita terlalu fokus dengan Sean sampai lupa kalau seorang Ganesa Felix cinta mati sama Sahar, dia pasti sakit hati pas tau Sahar pacaran sama Keana. Ini semua pasti ulah Ganesa.
Sekarang gue baru sadar kenapa sampai sekarang kita gak bisa temukan keberadaan Sahar, karna apapun yang kita lakukan Ganesa pasti mengetahuinya, dari siapa?" Jihan memandang Jeje dengan tatapan sengit
"Pacar lo itu mata-mata Ganesa! Si anjing itu selama ini udah bohongin kita!"
Jeje hanya bisa menelan ludahnya sukar, sekarang Jeje bisa melihat genangan air sudah memenuhi kelopak mata kakaknya itu, rasa amarah yang meluap-luap membuat air mata itu tanpa sadar merangkak ingin keluar
"Jadi gue mohon, biarin gue bunuh bajingan itu sekarang" gigi Jihan menggertak kuat menatap Jeje, dadanya naik turun tidak bisa lagi mengontrol emosinya, begitupun air mata yang sedari tadi ia tahan jatuh begitu saja
Jeje hanya diam namun matanya masih liar menatap raut wajah Jihan, hanya dengan melihatnya saja Jeje langsung bisa mengerti apa yang dirasakan kakaknya saat ini, seperti menerima telepati lewat tatapan mata itu, sekarang perasaan ingin membunuh Edo itu secara perlahan menjalar pada diri Jeje.
Namun ekspresi itu tidak diperlihatkan oleh Jeje, ia masih mencoba untuk mengendalikan emosinya
Sesaat kemudian secara perlahan tangan Jeje lalu bergerak menyentuh tongkat baseball yang masih berada persis disebelah wajahnya,
"Bayangin kalau Nadia tau soal ini" Jeje menurunkan tongkat itu dengan hati-hati
"Bukannya lo udah janji sama Nadia gak akan ada pertengkaran lagi"
Sorot mata Jihan yang sudah dipenuhi dengan amarah itu secara perlahan melemah saat mendengar ucapan Jeje
"Ada yang lebih menyakitkan dari sebuah pukulan" dengan masih hati-hati Jeje mengambil tongkat itu dari tangan Jihan
"Serahkan Edo ke gue, ada cara lain untuk membunuh tanpa menyentuhnya" mendengar itu tanpa sadar Jihan menautkan sedikit alisnya
Jihan masih melihat Jeje, tidak ada senyuman, tidak ada seriangan, adiknya itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, namun sorot matanya membuat Jihan bisa melihat keseriusan didalam sana
"Jangan ngotorin tangan lo untuk bunuh orang kayak dia"
Jihan hanya bisa diam saat Jeje baru saja membuang tongkat baseball miliknya
"Pergilah kak, Dipha masih butuh bantuan lo"
Dengan dada yang masih naik turun, Jihan hanya bisa menggertakkan rahangnya lagi, ia tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, untuk pertama kalinya Jihan tidak bisa menjawab kata-kata adiknya
"ARGHHH!!!" dengan sekuat tenaga Jihan langsung memukul spion mobil Jeje, meluapkan seluruh emosinya pada pukulan itu
Hanya dengan sekali pukul spion mobil itu langsung terlepas dengan posisi sudah menggantung, Jihan langsung mengambil tongkat baseball miliknya lagi, tanpa mengucapkan apapun Jihan membalikkan badannya begitu saja, berjalan kearah mobilnya lagi namun dengan kepalan tangannya masih mencengkram kuat.
Sesaat kemudian seperginya mobil Jihan dari sana, Jeje langsung menghela nafas panjang lewat mulutnya, dadanya seketika naik turun berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya,