TYA 9

39K 3.5K 313
                                    

Thank You, Arta!
Part 09
-
-
-
Happy reading!

Arta langsung melepaskan pelukannya dan mengambil tota bag belanjaannya tadi. Pria itu membuka isinya dan menunjukkan pada Feerly.

"Gue tadi beli ini. Bagus enggak?" Tanya Arta dengan mengeluarkan sepasang sepatu, tas dan juga jam tangan yang berwarna pink muda.

Feerly menerima sepatu itu. Warnanya lucu, putih dan pink dengan sedikit corak bunga dibagian talinya. "Bagus, lucu. Pasti kak Sabrina suka."

Arta menatap istrinya yang tengah tersenyum. Cara dia untuk mengalihkan pembicaraan tentang adiknya berhasil, tapi Arta tak menyangka jika Feerly akan mengatakan itu.

Feerly meletakkan sepatu di atas meja dan beralih mengambil jam tangan kecil itu. "Mahal pasti. Ah kak Sabrina ber---"

Ucapan itu berhenti saat Feerly menyadari akan mengatakan apa. "Ehh kak Sabrina makin cantik maksudnya."

Tatapan Arta tak lepas dari gadis itu. Hatinya sangat tulus, lembut dan penyayang. "Ka--k?"

"Ahh malu ya karena aku norak. Hehe maaf ya," ungkap Feerly dengan tersenyum kikuk, dia lupa bahwa Arta adalah cucu kesayangan yang hartanya berlimpah. Hatinya sedikit merasa malu saat menyadari perkataannya, mungkin itu semua terdengar begitu norak untuk Arta.

"Sini-sini masukin lagi, nanti kotor," ucap Feerly dengan menata semua barang itu dan langsung memasukkannya ke dalam tota bag tadi.

"Feer?"

"Iya kak."

"Lo enggak pernah beli ginian?"

Gadis itu tersenyum menggeleng. "Kenapa lo waktu itu nolak pas gue tawarin beli sepatu?"

"Karena sepatu yang di beliin ayah masih bisa di pake. Lagian pasti harganya mahal, aku enggak mau ngerepotin. Kak Arta beliin jepit rambut juga aku udah seneng banget."

Gadis itu tersenyum manis dan menunduk. "Maaf ya, aku emang orang enggak punya."

"Sekarang makan ya, kakak pasti laper."

Feerly berdiri dan menggandeng tangan Arta, menyuruh pria itu duduk dimeja makan. Feerly mengambil piring, mengambil nasi dan lauk kemudian memberikannya pada suaminya.

"Abisin ya, aku kebelakang dulu."

Arta menatap piring itu. "Udah makan?"

Feerly menggeleng. "Ngarep gue ajak makan malam bareng?"

Mendengar itu Feerly menggeleng cepet. "Enggak, enggak kak. Aku udah makan kok."

Lagi-lagi Feerly menghela nafas, berusaha untuk tak menangis. Seperti ini rasanya, hidup bersama dengan seseorang yang mempunyai tahta harta yang berbeda.

"Aku kebelakang dulu."

Gadis itu pergi. Dari awal menikah, keduanya tak pernah makan bersama dalam satu meja. Feerly sadar diri, selain tak pernah memakai uang dari Arta. Feerly selalu makan di belakang dengan lauk semampunya, terkadang hanya telur dan kecap.

Gadis itu duduk bersandar didinding dapur, dia tak menangis. Hanya merenung, mencoba menerima semua takdir ini.

Tiba-tiba Arta datang dengan menyodorkan sepiring nasi membuat Feerly menatapnya. "Enggak enak ya?

"Enak 'kan istri gue yang masak."

Arta mulai menyuapi Feerly, tapi gadis itu menolaknya. "Kakak aja, aku udah makan."

"Makan."

Gadis itu mengambil alih piring itu. "Aku suapin, tapi kakak yang makan."

Arta menerima suapan itu. "Feer?"

Thank You, Arta! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang