TYA 41

32.6K 2.8K 616
                                    

Thank You, Arta!
Part 41

Happy reading!

༼ つ ◕‿◕ ༽つ

Arta mengetahui apa yang sudah mamahnya lakukan, pria itu marah dan berjanji tak akan pernah menganggap mereka lagi jika wanita ini benar-benar pergi dari kehidupannya karena permintaan itu.

Arta mencium punggung tangan Feerly berkali-kali. "Katanya sayang, katanya cinta sama El. Kamu bakal pergi kalo El yang mau."

Pria itu menggantung ucapannya dan menghela nafas panjang.

"Sekarang El mau kamu disini, bareng El."

Tangan Feerly terulur mengelus pipi suaminya itu. "Kak, Feerly sayang, Feerly cinta."

"Tapi aku tau, Feerly dan mamah itu lebih berarti mamah buat hidup kak Arta. Mamah segalanya buat kakak."

"Feerly tau, kak Arta sering iri, marah dan ngerasa dunia enggak adil buat kakak karena mereka begitu sama kakak."

Feerly tersenyum, ibu jari itu mengusap mata Arta membuat air mata yang sedari tadi pria itu tahan jatuh dipipinya.

"Kalo emang kita berjodoh, aku pastiin takdir Tuhan akan kembali mempertemukan kita. Aku janji, aku bakal rawat dan jaga anak kita ini."

Feerly meraih tangan Arta agar mengelus perutnya. "Walaupun aku susah, tapi aku janji enggak bakal bikin anak kita kaya aku kok, aku janji itu."

"Dan kak Arta enggak usah khawatir, kalo nanti dia udah dewasa, aku bakal ceritain, kalo dia adalah anak dari seorang pria tampan yang sempurna. Pria yang di idamkan setiap wanita, pria yang mempunyai segalanya."

Feerly tertawa kecil, "Tapi ternyata, nasib sial menimpanya, membuat harus menikah dengan gadis miskin kaya mamahnya."

Tawa itu terdengar sangat renyah, walaupun diiringi dengan air mata yang terus keluar membasahi pipi wanita cantik tersebut. Dia siap, walaupun lubuk hati yang paling dalam, dia merasa sakit, tak ingin, tapi mungkin ini yang paling penting.

Kebahagiaan suaminya yang utama. Feerly melakukan ini bukan tanpa alasan, demi Arta bisa merasakan kembali hangat kasih sayang seorang ibu, dia rela, rela pergi demi kebahagiaan yang sempat hilang itu kembali.

Pria itu berdiri, mengulurkan tangannya untuk menggendong wanita itu.

Feerly menerimanya dan pria tersebut menggendongnya seperti koala.

Feerly melingkarkan tangannya pada leher Arta kemudian mereka saling bertatapan.

Pria itu berjalan ke salah satu kursi yang tak jauh dari sana. Duduk dikursi tersebut dengan Feerly yang berbeda dipangkuannya. Menatap, mengelus pipi itu tanpa henti.

"El sayang banget, El janji, setelah ini kita pergi dari kota ini. Bangun kehidupan kita yang baru, berdua."

"El siap kehilangan semua aset yang El punya, tapi enggak buat gadis El ini, sayang.

"Kamu sayang 'kan? Kita lewati ini sama-sama ya, jangan pergi, El janji apapun yang terjadi El bakal tetep di samping kamu, El janji itu."

Feerly langsung memeluk tubuh itu erat. Arta tersenyum, mencium puncak kepala itu dan mengelus pipi mulus istrinya tanpa henti.

"Janji setelah ini kita lewati sama-sama?"

Wanita itu mengangguk, membuat senyum manisnya Arta terukir di wajah tampannya.

"Udah ih, jangan nangis terus."

Feerly melepaskan pelukannya, menghapus air mata itu dan tersenyum.

Dia menatap manik suaminya. Dalam mata itu, terlihat sangat jelas ada penyesalan didalamnya.

"Makasih kak."

Arta tersenyum mengangguk, memegang kedua pipi itu dan menepis jarak mereka.

Mengecup kedua mata itu dan melumat bibir kecil istrinya.

Dia bawah sinar rembulan yang indah, dibawa bintang yang bertaburan terang, kali ini, Arta sadar bahwa harta paling berharga adalah seseorang yang mampu menerimanya dengan lapang dada, mencintai dan selalu setia disetiap langkahnya.

Feerly membalas perbuatan itu, melingkarkan tangannya saat Arta menarik tengkuknya.

Tapi entah mengapa, air mata itu terjatuh dengan sendirinya, membuat Arta menghentikan perbuatannya dan melepaskan ciumannya.

Pria itu merasa khawatir saat melihat wajah Feerly yang tiba-tiba pucat dan tubuh itu sedikit gemetar.

Arta memegang pipi itu dan mengelusnya. "Kenapa? Ada yang sakit?"

Feerly menggeleng pelan dan langsung memeluk tubuh itu lagi. Menyandarkan kepalanya didada bidang suaminya dan memejamkan matanya saat Arta mulai mengelus rambutnya.

Feerly bahagia, ternyata apa yang selama ini dia impikan dapat terwujud. Dia berhasil mendapatkan cinta kasih dari seseorang yang dia harapkan. Berhasil merasakan diistimewakan oleh seseorang yang selalu dia utamakan.

Setelah beberapa menit dengan posisi Feerly yang masih berada dipangkuannya. Arta merasakan debur nafas Feerly berhembus sangat lambat dan tubuh itu terasa sangat dingin.

"Feer?" Panggil Arta dengan mengangkat kepala itu membuat Feerly membuka matanya.

"Kita ke kamar ya, udah malem biar kamu istirahat."

Wanita itu mengangguk dan Arta mulai berdiri dengan Feerly yang masih berada di depannya, seperti ibu membawa seorang balita.

Arta terus berjalan menuju kamar dengan Feerly yang memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di pundak Arta.

Setelah berjalan beberapa saat dan menjadi pusat perhatian, mereka sampai, membuat Firda langsung berdiri dan membantu Arta meletakkan Feerly di atas brankar.

"Kenapa, Ar?"

"Arta enggak ngerti, Tan."

Feerly terbaring lemah dengan mata yang masih tertutup. Arta memegang pipi itu dan mengelus dengan ibu jarinya.

Wanita itu membuka matanya kemudian tersenyum. "Aku enggak papa kok."

"El panggilin dokter ya?"

Feerly menggeleng dengan mengambil tangan Arta yang mengelus pipinya. "Aku enggak papa, mau tidur aja, cape."

"Really?"

Feerly tertawa kecil, ternyata raut wajah khawatir Arta masih saja terlihat lucu di matanya. "Iya, sayang."

Jawaban itu membuat seisi ruangan tersenyum lega. Arta pun tersenyum manis, baru kali ini istri kecilnya memanggil dirinya dengan sebutan sayang.

Arta mencium kening Feerly kemudian membenarkan selimut tersebut. "Good night cantik."

Feerly tersenyum manis. "Tapi nanti malem bangunin aku ya, aku mau temenin kak Arta tiup lilin. Boleh?"

Ungkapan itu membuat Arta melihat jam dinding di depannya. Pukul sembilan malam.

Pria itu mengangguk antusias. "Iya, sayang. Nanti make a wish sama istri El yang cantik ini."

"Sekarang istirahat ya." Feerly mengangguk dan Arta mencium kedua mata itu.

-
-
-
-
-
TBC!

Thank You, Arta! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang