TYA 35

39.5K 3.1K 1K
                                        

Thank You, Arta!
Part 35

Happy reading!
-
-
-

Pagi ini, empat hari setelah kejadian Sabrina memberikan kabar bahwa dia hamil anak Arta.

Pria itu masih mencari bukti yang kuat dengan meminta bantuan teman-temannya.

Pukul enam pagi Arta keluar dari kamar mandi dengan seragam yang belum sempurna.

"Kak!"

"Aku mau berangkat ihh!"

Iya, semenjak kejadian itu Feerly tak memasuki sekolah karena Arta melarangnya, menyuruh gadis itu agar tetap di rumah sampai kondisinya benar-benar stabil.

"Besok. Kamu besok boleh berangkat, tapi harus sama gue."

"Janji?" ujar Feerly dengan menunjukkan jari kelingkingnya.

Arta meraih jari itu. "Iya, sayang."

Feerly tersenyum dan memakaikan dasi itu. "Nanti enggak boleh bolos, belajar yang rajin Teru---"

Ocehan itu terhenti saat Feerly mulai berfikir. "Terus apa?"

"Enggak jadi, udah yuk sarapan." Ajak Feerly dengan menarik tangan Arta.

"Terus jangan deket-deket sama Sabrina? Jangan mesra sama dia? Jangan kiss jangan macem-macem. Gitu?"

Cela Arta membuat gadis itu menghentikan langkahnya. Arta menarik tangan itu, membuat gadis itu membalikkan badannya.

Arta menata rambut Feerly, gadis itu hanya menunduk. "Kenapa enggak di lanjutin? Takut gue marah?"

Pria itu mengangkat dagu Feerly, membuat gadis itu menatapnya. "Feer."

"Gue suami lo, lo boleh sesuka lo ngatur gue. Gue enggak bakal marah, gue malah seneng ada yang ngatur. Itu tandanya dia perduli sama gue."

Arta mencium kening istrinya. "Iya, gue janji enggak bakalan gitu lagi. Orang dari awal juga tuh anak yang nempel nempel."

"Tapi kakaknya respon, nanggepin. Ya sama aja ih!"

Arta tersenyum saat gadis itu mulai kesal. "Dih, marah-marah."

"Iya enggak sayangku."

Arta menarik tangan Feerly berjalan turun. "Nanti enggak usah masak, gue enggak bakal pulang malem."

"Lo enggak boleh kemana-mana, jangan kecapean."

"Iyaaaaaa!"

Feerly menemani Arta yang tengah memakan sarapannya.

"Enggak makan?"

Feerly tersenyum. "Nanti aja."

"Yaudah terserah, tapi jangan sampe enggak makan. Gue enggak mau lo sakit."

"Iya, kak."

"Feer?"

"Iya?"

"Nanti gue minta hak gue dihari ulang tahun gue nanti ya, ya itung-itung jadi hadiah buat gue."

"Gue pengen lo hamil, apalagi kalo kembar tiga."

"Ha? Apa? Enggak! Kita masih muda kak, apalagi itu, apa? Kembar tiga? Please deh kak, jangan ngawur," ricau Feerly membuat Arta tertawa.

"Ayolah, Feer. Lo kan istri gue, gue juga pengen kali punya keturunan dari orang yang gue cinta."

Gadis itu menghela nafasnya. Feerly baru menyadari, dari semua sikap yang ada pada pria itu. Sikap memaksa dan keinginan harus dituruti itu yang paling menyebalkan dari sikap manja dan kasarnya.

Thank You, Arta! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang