TYA 4

46.5K 3.8K 142
                                    

Thank You, Arta!
Part 04

-
-
Happy reading!

"Pulang, kak."

Arta terus menerus membersihkan darah itu. "Ke sana ya? Sebentar aja."

Feerly menggeleng. "Please, kak."

Arta mengangguk. "Yaudah, sini bersihin dulu."

Kali ini pria itu mengalah, seperti apapun sikapnya pada Feerly. Arta paham, Feerlycia Angelita adalah gadis yang tak bisa minum obat, takut jarum suntik dan paling tidak suka dengan buah jeruk.

Arta menjalankan mobilnya dengan tangan satunya mengelus rambut Feerly. Gadis itu hanya diam dengan mata yang berkaca-kaca.

Setelah sampai rumah, Arta mengangkat tubuh Feerly untuk memasuki kamar. Meletakkan tubuh itu di atas tempat tidur.

Feerly hanya terdiam, seluruh tubuhnya sangat lemas dan sakit. Arta membuka sepatu dan bajunya.

Arta duduk di samping Feerly, mengelus rambut itu. "Kenapa, sayang?"

Gadis itu menggeleng. Tangan Arta membuka kancing baju Feerly, namun dia langsung menahannya.

"Diem, panas. Gue juga enggak bakal ngapa-ngapain lo."

Feerly menatap suaminya. Arta sangat hati-hati membuka baju sekolah itu. Feerly tak ingin protes, dia tak mau Arta bersikap kasar sekarang padanya.

Baju itu terbuka, sekarang Feerly hanya mengunakan tank top putih dan rok abu-abu sekolahnya.

"Kak?"

Panggilan itu membuat Arta menggelengkan kepalanya, dia kagum dengan tubuh mulus istrinya.

"Kenapa?"

"Ambilin kaos, malu."

Arta tersenyum dan ikut berbaring di samping istrinya. "Panas, sayang. Mati lampu, AC nya enggak nyala."

Feerly meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. "Enggak usah malu, lo udah jadi hak gue. Mau gue unboxing sekarang juga enggak ada yang ngelarang."

"Kak!" seru Feerly dengan memukul dada Arta, tapi pria yang hanya tersenyum tipis.

Arta mengelus rambut Feerly yang mulai berkeringat. Darah dari hidungnya sudah tak lagi keluar. "Apanya yang sakit hem?"

Gadis itu menggeleng. "Enggak ada kok."

Tangan Arta terulur memijat kepala itu, membuat sedikit rasa sakit di kepala Feerly sedikit menghilang.

Arta sangat sayang pada istrinya, dia perduli. Tapi karena sesuatu yang terjadi, Arta menjadi sosok yang tempramen dan tak bisa mengendalikan emosinya.

"Mendingan?"

Feerly mengangguk. "Makasih ya."

"Feer?"

"Iya, kak."

"Maaf ya."

Mendengar itu, Feerly menatap suaminya. Membuat tatapan mereka bertemu.

"Untuk?"

"Semuanya, untuk gue yang selalu kasar, selalu nyakitin hati lo, bahkan ngambil nyawa ayah lo."

Gadis itu tersenyum. "Takdir, enggak papa. Mungkin emang jalannya. Tapi, bisa enggak kakak cinta dan rubah sikap kasar itu?"

Arta mengelus rambut Istrinya. "Gue usahain, tapi gue enggak janji."

Feerly mengangguk tersenyum. "Kak?"

"Kenapa, sayang?"

"Sini cerita, Feerly dengerin kok. Ada apa? Banyak banget rahasia yang belum Feerly tau tentang kakak."

Thank You, Arta! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang