[Stage 2|C] Arum = Tersangka

23.2K 2.3K 10
                                    

Bibir Arum mengerucut maju. Kepalanya masih menunduk di bawah tatapan datar Arkana yang sejak tadi memandanginya. Arkana di temani manajernya, Aldo. Sementara di sebelah kanan Arum, berdiri Bara yang menjadi wakil Bu Paranita yang berhalangan hadir dalam penyelesaian masalah 'vas bunga pecah'.

"Sekali lagi, Saya benar-benar minta maaf, Mas Arkana. Saya enggak bermaksud menjadikan vas milik Mas sebagai sasaran." ujar Arum, lalu mengangkat jari telunjuk dan tengahnya tinggi-tinggi di samping kepala. "Sumpah, saya enggak nyangka kalau Mas Gallend tadi bakal jatuh nimpa vasnya."

Gallendra. Aduh, lelaki itu pasti marah dijadikan korban keganasan tangan Arum. Tadi, Gallend langsung dibawa lari ke rumah sakit dengan heboh oleh Irisha, entah benar atau tidak menuju ke sana, karena Arum sempat melihat Gallend menolak ajakan kekasihnya.

Jujur saja, Arum merasa bersalah juga. Apalagi saat berjalan mengekori Arkana tadi untuk di sidang, Rumi mengiriminya pesan, menanyakan keheranannya atas hal gila apa yang baru saja Arum lakukan.

Ya, Arum memang sudah gila. Bisa-bisanya ia menggeplak kepala Owner dari partner kerja D'Amore Organizer yang punya pengaruh besar.

Melihat suasana ramai tadi, Arum sadar bahwa Gallend tidak mungkin bermaksud memesuminya. Sayang, insiden vas pecah tadi membuatnya lupa meminta maaf.

"Maaf, ya, Mas. Tolong jangan batalkan kerja sama dengan EO kami. La-lagipula, yang salah saya. Saya akan tanggung jawab. Tapi, saya beneran enggak sengaja tadi, Mas. Maaf.." suara Arum lebih mirip cicitan di ujung kalimat.

"Nimpuk orangnya sengaja tapi, kan?" tanya Arkana.

"Iya-eeh," Arum menutup mulut segera dengan satu tangan, lalu bergeleng cepat. "Enggak."

Sadar Arkana tampak tidak mudah percaya, akhirnya Arum mengangguk dengan raut memelas. Wajahnya menunduk. Kaki kanannya menggesek betis bawah kirinya sendiri, kedua tangan saling bertaut.

"Spontanitas, Mas. Bentuk perlindungan diri perempuan kalau ngelihat ada cowok rebahan di atas badan."

Tanpa Arum sadar, Arkana tengah menahan senyum geli. "Cowok tadi enggak rebahan, lho. Dia murni bantu kamu karena khawatir. Saat kamu pingsan, dia juga yang bantu beri minyak kayu putih ke hidung kamu supaya cepat sadar."

Walah, semakin besarlah rasa bersalah Arum untuk Gallendra. Semakin dalam pula tundukan wajahnya.

"I-iya. Sa-saya memang salah."

"Tunggu, tunggu. Ini kenapa jadi bahas masalah cowok yang ditabok tadi, sih?" suara Aldo menginterupsi. "Ini nasib vas-nya gimana, Kan?"

"Yah, enggak gimana-gimana. Yah, udah pecah. Lo tadi, kan, lihat sendiri udah dibersihin OB."

"Gila lo? Itu barang antik yang lo tunggu-tunggu, lho! Sampai capek telinga gue denger lo minta terus dari bulan lalu. Mana kudu beli di Pasar Klitikan, Bantul, lagi! Gue bahkan, nih, komunikasi tiap menit sama coordinator di D'Amore Organizer itu, siapa namanya? Ah, Nirmala! Gue telponin dia setia setiap saat, udah kayak Redona, sumpah! Cuma buat mastiin apa barangnya enggak salah beli. Kok, ekspresi lo biasa aja barangnya pecah gitu, Kan?"

Mendengar kekesalan Aldo, Arum cepat-cepat membungkuk lagi. "Ma-maafin saya, Mas. Saya benar-benar minta maaf. Saya akan ganti rugi, saya janji."

"Lima puluh juta."

Arum mengernyit. "H-hah?"

"Harganya lima puluh juta, Mbak."

"Do, udah." Kata Arkana, mengangkat tangan kanannya agar sang manajer berhenti memperkeruh suasana.

"Mas Arkana." Bara yang sejak tadi diam mengambil alih bicara. "Sekali lagi saya benar-benar minta maaf kepada Mas Arkan dan Mas Aldo, atas kecerobohan pegawai saya. Saya janji akan menyelesaikan masalah ini dengan baik, EO kami akan membayar ganti ruginya nanti."

"Mas Bara, Saya yang ganti rugi-"

Seolah menulikan telinga, Bara lanjut bicara pada Arkana, tidak menghiraukan ucapan Arum. Ia ingin masalahnya segera selesai. "Tapi, saya sangat berharap agar Mas Arkana tidak membatalkan kontrak kerjasama kita. Bagaimana pun, akan sulit mencari pengganti pengisi acara, karena pesta pernikahannya akan digelar nanti malam."

Beberapa detik berlalu, Arum merasa jantungnya berdegup cepat seperti tersangka di ruang pengadilan yang cemas menunggu putusan hakim.

"Tidak akan, Pak Bara. Anda tenang saja. Saya janji tidak akan membatalkannya." Ucapan Arkana kemudian dengan nada santai seperti oase di padang tandus yang terik bagi Arum.

"Saya juga enggak akan minta ganti rugi."

"Beneran, Mas?"

"Iya." Arkana mengangguk mantap. Arum memandangi lelaki itu dengan kelegaan luar biasa.

"Tapi, sebagai ganti. Saya ingin bicara empat mata dengan Mbak Arum sekarang. Enggak keberatan, kan, Mbaknya?"

Arum tertegun. Jika tadi dirinya seumpama tersangka yang sempat dibebaskan dari tuduhan, sekarang dia menjadi terpidana nyata atas tatapan penuh tanya yang dilemparkan oleh Bara dan Aldo. Padahal Arum sendiri juga tidak tahu kenapa Arkana meminta hal itu.

Apa jangan-jangan, Arkana malah punya niat melemparkannya ke jurang?

Apa jangan-jangan, Arkana malah punya niat melemparkannya ke jurang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Precious StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang