"Pokoknya, ya, Rum, kamu harus kelihatan cantik banget malam ini. Siapa tahu, kan, pulang-pulang malam tahun baru nanti, kamu dapat calon pacar."
Kekehan Padma yang seolah mendukung ucapan Rumi, membuat Arum mengerucutkan bibir. Mendadak, dia menyesal meminta bantuan kedua temannya untuk dimekap karena pada akhirnya mereka berdua maah punya niat aneh-aneh.
"Idea kowe, Mi, apik tenan! Kulo setuju kalau si Arum dapat pacar ini malam. Suwene dheweke wis jomblo, toh [1]?" Padma yang sibuk melentikkan bulu mata dengan penjepit di depan kaca-tepat di samping Arum yang duduk di kursi rias-menimpali.
"Aku cuma minta tolong dimekapin, lho, Mi. Jangan macem-macem. Jangan buat penampilan aku jadi heboh sendiri nantinya."
Rumi terkikik geli, tanpa menghentikan gerak tangannya untuk membubuhkan eyeshadow berwarna pink pastel di kelopak mata Arum yang memejam. Selesai itu, ia memulaskan eyeliner coklat tua untuk menjadikan mata Arum lebih ekspresif. Menurutnya, perpaduan warna ini cocok untuk kulit Arum yang putih.
"Wis, wis [2].. tenang aja kamu. Percaya sama aku." ujar Rumi lagi. Padma yang sudah selesai bermekap, memilih duduk di sofa hijau yang ada di dekat ranjang tidur Arum. Hari ini, mereka bertiga berencana berangkat sama-sama menghadiri gala dinner hingga pesta kembang api yang diadakan D'Amore, dari rumah Arum dengan diantar kekasih Rumi, Abid.
"Oke! Lipstick pink, Blush on pink." Setelah memoleskan lipstick di bibir dan blush on di kedua pipi Arum, Rumi meletakkan alat tempurnya ke atas meja dan memandangi penuh kagum hasil karyanya yang terhias melalui seorang Kencana Arum-gadis yang kini mengedip-ngedipkan matanya, merasa aneh karena bulu mata palsu yang setelah pergulatan hebat dengan Rumi akhirnya mau Arum pakai juga.
"Sempurna!" decak Rumi, disusul tepuk tangan Padma yang juga memandangi Arm terkesima.
"Ayu tenan kowe [3], Rum! Kalau gini caranya, Pak Gallend juga bisa kesengsem sama kamu, deh."
"Kok, Pak Gallend, sih?" Suasana hati Arum yang damai, rusak mendadak karena Padma menyebut nama lelaki itu. Bukannya benci, hanya saja Arum sering merasa malu atas perbuatanya sendiri yang sering hilang kendali menunjukkan kewaspadaannya pada Gallend.
"Ya, jadi siapa lagi, toh? Kamu maunya Guntoro?" celetuk Rumi. Gadis itu mengambil ponsel untuk menghubungi sang kekasih agar segera tiba karena mereka bertiga sudah siap menuju pesta.
"Ndak gitu juga."
Rumi dan Padma tertawa-tawa mendengar penuturan Arum. Gadis polos itu mudah sekali diusili.
"Tapi, memangnya Pak Gallend datang malam ini, Pad? Bukannya dia masih di Jakarta, ya?"
"Ndak tahu juga, sih. Tapi aku udah berdoa tiga hari tiga malam supaya Pak Gallend datang, Mi."
"Semoga, deh. Sayang banget kalau malam tahun baru yang pasti menyenangkan kali ini, harus terlewati tanpa Pak Gallendra yang tampan mempesona."
"Ingat pacar, Rumiii!"
Peringatan Arum membuat Rumi terkekeh lagi. Ia baru akan menjawab, tetapi sebuah suara yang berasal dari pintu kamar yang tiba-tiba saja terjeblak-hingga membuat ketiganya tersentak dan menoleh cepat-menghentikan apa pun yang ingin Rumi katakan.
Aling Sutedjo, pria lima puluh tahun bertubuh tambun, muncul di ambang pintu. Menatap ketiganya tajam sambil mengusap-usap kumisnya yang tebal.
Arum menelan ludah. Kalau ayahnya sudah dalam posisi begitu, pastilah yang aneh-aneh keluar dari bibirnya. Dan benar saja. Beberapa detik setelahnya, Arum memutar bola mata saat mendengar ucapan ayahnya.
"Ingat lho, ya, anak pakdhe jangan dipulangin sampe pagi. Juga jangan dikasih minum itu.. apa itu namanya, yang air minumnya warna warni kayak pelangi? Itu lho, yang suka bikin lupa nama sendiri kayak di film-film? Winni, winni.. jenenge opo? [4]?"
Tidak ada yang bisa menyahut saking kagetnya dengan keberadaan Pak Aling yang seperti kilat-muncul tiba-tiba tanpa diundang. Sampai, Padma yang menguasai kesadaran lebih dulu berceletuk.
"Wine, pakdhe, wine! Winni-winni apaan, emangnya Winnie the pooh?"
"Winni de pu sopo [5]?"
"Tetangga Padma, Pakdhe."
Dan perbincangan tidak masuk akal itu sukses menyemburkan tawa Rumi. Sementara Arum hanya bisa menepuk jidat, menatap ayahnya prihatin. Pak Aling polos sekali, sih. Mirip siapa coba?
[1] Ide kamu bagus sekali. Aku setuju kalau si Arum dapat pacar ini malam. Udah berapa lama dia jomblo terus?
[2] Sudah, sudah.
[3] Cantik sekali kamu.
[4] Namanya apa.
[5] Siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Stage
RomanceBagi Arum, Gallendra adalah buaya buntung berwujud manusia! Dia pria hidung belang yang pernah Arum temui di sepanjang sejarah hidupnya. Dalam sehari, Arum bisa memergoki Gallend bermesraan ratusan kali dengan cewek beda di mana saja. Dan kapan saja...